Nulis Bermanfaat, Nulis Bermartabat

by - Maret 03, 2017


Menulis aktivitas komunikasi yang juga kita lakukan antara kita dan kertas serta pena, bisa juga bersama tuts laptop atau keypad handphone kita. Bicara soal nulis, bicara juga soal nilai. Sekarang kita bisa melakukan kegiatan menulis dimanapun dan kapanpun, bahkan dengan cepat menemukan banyak pembaca. Ga hanya berbentuk buku, tapi juga bisa tulisan yang kemudian viral lalu endingnya membuat changes dan mengubah banyak hal. Segitu dinamiskah dampak tulisan saat ini ?

Yaps benar sekali, kalau mungkin blog samping lainnya pernah cerita soal tulisan tidak bermanfaat sama sekali menurutnya. Kalau disini saya pengen sharing bagaimana kita bersikap dalam menulis di era sekarang. Bukan bahas mengenai berbagai bentuknya apakah itu fiksi, non fiksi atau bahkan karya tulis apapun. Tapi sejauh apa kita mengulik isi manfaat dan juga caranya menuliskan sehingga tidak menimbulkan persepsi yang bercabang. Itu peer berat sebagai seorang penulis loh.

Memang untuk menulis dengan penuh isi manfaat itu berproses. Apalagi tingkat pemahaman orang lain tentang manfaat atau tidak bermanfaatnya masing – masing orang berbeda. Ga bisa juga kita maksain anak kecil ataupun orang yang memang ga punya interest dengan kegiatan menulis di awal tiba – tiba menulis dengan penuh makna menulis sekelas bahasa layaknya Shakespeare atau JK Rowling atau penulis berkelas lainnya yang sudah mengubah dunia. Menulis itu awalnya egois menurut saya, layaknya saya dulu menyukai hal demikian. 

Saya menulis hanya untuk melepas rasa resah saya di hati dalam bentuk diary bercerita tentang kekesalan saya terhadap adik saya yang suka merebut mainan saya atau menganggu waktu saya sedang belajar untuk ditemankan bermain. Saya sendiri suka tertawa sendiri melihat tulisan – tulisan saya dulu ketika duduk di sekolah dasar. Benar – benar egois sekali, saya sering bercerita tentang diri saya sendiri dan orang – orang di sekeliling saya.
Lambat laun saya merasakan bahwa menulis membuat dampak lebih besar, ketika saya mulai berani mempublikasikannya ketika duduk di bangku sekolah menengah atas.

Adanya ajang – ajang kompetisi menulis, dan kemudian berhasil menang dan aplikatif untuk dilaksanaakan. Saya merasa bahwa tulisan harus naik tingkat, di level bukan hanya mementingkan emosi pribadi tapi juga bagaimana membuat perubahan di sekitar. Mungkin pada saat itu tulisan saya seputar hal berbau ilmiah yang sifatnya aplikatif. Bagaimana kalau tulisan itu berbentuk fiksi atau seperti sebuah ide yang kemudian berhasil membuat orang lain terhanyut di dalam nya. Saya memegang kata – kata Andrea Hirata setiap kali dia di wawancarai di banyak talkshow seringkali saya mendapatinya mengatakan ini,
“Sebuah karya akan tulisan akan menemukan penikmatnya sendiri”
Bisa jadi karyanya tak berkontribusi, tapi bisa jadi dengan hasil dia menulis dia mengubah kehidupan keluarganya. Dia bisa membiayai hidupnya dan bersekolah karena hasil dia menulis.
“Everybody have a reason why he always to write and write”
Dan di era sekarang tulisan yang perlu dapat perhatian adalah kebohongan – kebohongan yang beresahkan, hoax – hoax yang menganggu, mengancam banyak hal di berbagai sisi. Tulisan yang mencederai sekelompok orang bahkan menghancurkan dan membunuh. Lihat begitu berat tanggung jawab seorang penulis, seperti juga wartawan. Saya ingat kata – kata yang pernah di sampaikan di movie Negeri 5 Menara saat Alif mengajukan diri sebagai wartawan pesantren. Kata – kata yang di sampaikan pemimpin redaksi bulletin itu yang di perankan Dwi Andhika,
“Kamu tahu Alif ? Dengan ini (Sambil menunjukkan pena dan kertas buletinnya) dan kata – kata kamu bisa mengubah dunia”
Hoax dan berita tidak benar itu yang seharusnya kita berantas, dimulai dari diri kita yang membentengi diri dari hal ini. Ingat dalam Al-Quran, Allah menerangkan sangat jelas perkara ini. Menurut saya, tafsiran dari ayat ini sudah jauh melebihi dari teori – teori jurnalisme dan komunikasi yang saya pelajari terutama konsep 9 Elemen Jurnalismenya Bill Kovach rasanya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Al-Hujurat 6)
 
“(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar.” (An-Nur 15)

Begitu banyak ayat yang menerangkan hal ini, bahkan saya pernah membaca banyaknya kabar ketidakbenaran juga merupakan tanda akhir zaman. Dimana dajjal sebagai pendusta sudah mendekat.
Jika di tafsirkan sedikit, apa itu orang fasiq. Fasiq adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Sedangkan di dunia permedia sosial-an kita saat ini banyak sekali media yang anonym yang tak jelas wujudnya. Siapa dia, bagaimana dia, seperti apa dia. Kita hanya melihat media online yang bahkan masih berupa blog gratisan serta tak jelas asal usulnya dengan mudahkan kita share kita bagikan dengan orang banyak. 

Media yang begitu banyak yang hanya bermodalkan seratus ribu untuk membeli domain dotcom, langsung saja kita percayai. Bahkan bermodalkan sejutaan untuk membeli hosting dan kemudian membangun situs onlinenya kita dengan semena – mena ikut turun membagikan banyak kebohongan yang bukan hanya meresahkan diri kita dan juga orang lain. Dalam Qur’an telah jelas bahwa kita dahulu diminta untuk meneliti kebenarannya dulu agar kita tidak mencelakaan orang lain karena kelalaian kita. Untuk lebih jelasnya teman – teman bisa buka buku tafsir mengenai dua ayat diatas. Saya yang masih awam ini apalah daya hanya mengutip dan sharing kembali apa yang pernah saya pelajari.Jika kita tahu tulisannya tidak benar, segera tinggalkan. Jangan sampai terjebak dengan itu dan kemudian kita menernakan dosa kita hanya karena berbagi berita bohong.

Nah bagaimana seharusnya bersikap ketika menulis ? Lagi – lagi jika kamu masih belajar dalam hal itu. Teruslah menambah pengetahuan, banyaklah melahap buku dan jangan lupa untuk memilah dan menelaahnya juga. Karena juga tak semua buku yang harus kamu benarkan satu persatu. Berjanjilah dalam hati ketika kamu niat menjadi seorang penulis adalah memberi sesuatu hal bukan hanya hiburan semata, tapi sedikit banyak juga memberikan makna – makna yang dapat diwariskan yaitu berupa ilmu.

Selain itu dalam menyampaikan opini berusahalah menjadi penulis yang santun, walaupun kita tahu dan gregetan dengan sebuah kondisi akan suatu hal gak semua orang bakal nerima cara kita menulis jika disertai kata – kata sarkasme (suatu majas yang digunakan untuk menyindir, menyinggung seseorang atau sesuatu). Walaupun saya juga kadang kala ada mencoba demikian, saya berusaha agar tulisan tersebut sebenarnya juga mengingatkan diri saya pribadi juga tanpa saya menyudutkan seseorang, sekelompok orang, dan lain sebagainya. Penulis yang santun, tentu juga baik untuk pembaca dan penulis. Kalau misalnya penulis rame komentar karena nada tulisan yang cenderung sarkasme, tentunya hidup kita yang harusnya tenang menerima banyak pahala akan apa yang disampaikan malah sebaliknya menerima cacian. Wah, kan berabe yaa :D

By the way, kita semua disini belajar. Belajar menjadi penulis yang selalu memberi manfaat dan juga menjaga martabat tentunya . Tentu perlu proses dan perlu juga orang – orang yang selalu mengingatkan untuk kebaikan.
Saya jadi diingatkan kembali dengan status saya setahun lalu tepat hari ini, mungkin masih bisa kita renungi bersama 


yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Keep Inspiring!


You May Also Like

4 comments

  1. Ya, memasang niat dan menjaga niat untuk terus menulis yg bermanfaat hingga akhirat harus terus dilakukan. Tulisan yg menarik Mbak Mel :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa mbak :D
      Sama sama saling mengingatkaan CMIWW

      Hapus
  2. siipp, tulisannya sangat mengisnpirasi, tak semua kegundahan yang ada di hati kita tulis dan di posting, namun tulis lah tulisan yang bermanfaat untuk diri dan orang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, banyak juga yang bilang menulis itu healing :) mengobati dan juga memperbaiki

      Hapus

What's your opinion about this article ?