Ga terasa sudah lama banget ga nulis sesuatu yang personal. Berkaitan dengan refleksi atau pemikiran - pemikiran pribadi. Bahkan aku ingat - ingat, dulu diriku rajin banget nulis diary. What’s happen today? Are you busy now? Haha pertanyaan yang aku tanyakan ke diriku. I’m not busy. Tapi terlihat sangat sibuk. Bagiku sibuk kalo kata orang - orang mah, pencitraan. Malah bukan sesuatu yang patut dibanggakan, tapi sebuah hal yang tidak bisa dikelola dengan baik. Terserah sih ya.
Takut sekali jika tulisan ini terkesan sok tahu, menjadi menggurui atau menyatakan diri menjadi orang paling bahagia di muka bumi. Sesederhana niat menghimpun cerita bahagia dan sedih kali ini jadi sebuah tulisan yang bisa diri sendiri baca kalau dalam keadaan tidak logis di dalam hidup.
Apa sih tidak logis ? Terkadang kita jadi manusia benar - benar merasa di sebuah batas ketika menghadapi masalah, sedang bersedih, depresi atau juga merasa berada titik terendah dalam hidup. Saya berharap tulisan ini kelak jadi sebuah surat membuat sedikit simpul senyum ditengah hiruk pikuk permasalahan. Dan saya harap juga begitu dengan kamu.
Saya senang berdiskusi, kadang ingin menjadi orang menjadi sandaran untuk terdekat untuk diajak cerita panjang perjalanan kehidupannya. Saya percaya kalau kita semua pasti punya BEHIND THE SCENE. Baik itu kejadian buruk atau sebuah bahagia, kehidupan kita semuanya seperti rasa asam, manis, pahit, atau asin ketika kita mencicipi sebuah makanan. Dan manusia ketika dalam kondisi tertentu merasa rasa itu lebih dominan, sehingga menghancurkan segala bentuk logis dan hal positif dalam pikiran kita.
Kenapa tulisan ini meminta untuk fokus untuk bahagia, karena pada kenyataannya dunia ini semu semua standar dalam ini hanya memberikan sebuah motivasi lebih untuk berusaha lebih banyak dan lagi - lagi, bahagia yang ditawarkan juga semu.
Dalam Quran, Allah berfirman :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Qashash : 77)
Disebutkan di awal bahwa kita diminta kebahagiaan di akhirat terlebih dahulu, baru di mulai dengan bahagia dunia. Saya bukan seorang ahli tafsir namun jelas bahwa bahagia di dunia itu sementara dan semu. Bagaimana maksudnya bahagia haqiqi ? Adalah bahagia akhirat, seperti apa ? Itu ada di dalam hati menurut saya. Ketika hati beriman, penuh prasangka baik pada Allah SWT, surga itu hadir sendiri di dunia kita. Apapun masalah yang dihadapi, problema yang kita rasakan sirna karena lagi - lagi percaya Allah yang maha tahu kebaikan apa yang ia beri dari semua cobaan yang diberikan.
Masih banyak yang belum beruntung dari kita, itu kenapa kita diminta sering mengelana sering mendengarkan masih ada yang sulit makan, masih ada saudara kita kebebasannya terancam, masih ada yang tidak sekolah masih ada yang memiliki masalah lebih besar dari kita. Kenapa kita harus berputus asa ? Kenapa kita masih saja mengeluh dari sekian masalah ini, masih banyak yang lebih malang dari kita. Pantaskah menyerah? Coba katakan ini dalam hati ketika kita didera sebuah masalah yang tak tertahankan. Ucapkan zikir, jadikan Allah penenang. Katakan bahwa semuanya akan terlewati dan semuanya baik - baik saja.
Pada kenyataannya kita adalah makhluk yang sedang diuji dan masih jauh dari rasa syukur. Bagaimana menerapkan modul konsep bahagia dalam hidup kita ? Jadikan langkah kita itu adalah langkah kebaikan, jadikan semua yang dilakukan adalah proses pembelajaran dan pengumpulan pahala di tempat yang kekal sana. Untuk apa risau kalau perkara yang sering kita sulitkan adalah hal duniawi ? Kenapa yang sering kita tangisi adalah bagian yang sangat receh kalau kita pikir - pikir.
Fokus bahagia membantu kita untuk lebih tegap berdiri menyelesaikan banyak hal, termasuk masalah kita. Masih melihat secercah cahaya ditengah kegelapan. Fokus bahagia mengambil alasan, bahwa bahagia adalah ciptaan kita sendiri.
Lalu apa mungkin kita senantiasa bahagia dengan bersikap demikian ? Ya tidak mungkin, apa saya selalu bahagia yaa enggak juga. Menangis itu anugerah untuk menyalurkan semua emosi diri, bentuk penyesalan, bentuk pengampunan, menyatakan diri kalau kita manusia biasa yang mengalami berbagai rasa itu.Tapi kita seringkali asing dengan tangis, seolah tangis tidak boleh. Padahal bukan begitu, jadi paradigmanya menangis untuk apa ? Jika ia untuk mengasihani diri pastilah tidak tepat, kita menangis melainkan menangis untuk perbaikan diri, menangis untuk meluapkan dan menumpahkan yang tak tertahan. Lagi - lagi kita manusia biasa, tak ada yang sempurna. Jika kita menuntut sempurna menjadi tujuan, yang ada pasti ada tercederai. Namun jika kita jadikan ketidaksempurnaan menjadi sebuah alasan untuk tidak maju adalah pembodohan diri.
Apa sih tidak logis ? Terkadang kita jadi manusia benar - benar merasa di sebuah batas ketika menghadapi masalah, sedang bersedih, depresi atau juga merasa berada titik terendah dalam hidup. Saya berharap tulisan ini kelak jadi sebuah surat membuat sedikit simpul senyum ditengah hiruk pikuk permasalahan. Dan saya harap juga begitu dengan kamu.
Saya senang berdiskusi, kadang ingin menjadi orang menjadi sandaran untuk terdekat untuk diajak cerita panjang perjalanan kehidupannya. Saya percaya kalau kita semua pasti punya BEHIND THE SCENE. Baik itu kejadian buruk atau sebuah bahagia, kehidupan kita semuanya seperti rasa asam, manis, pahit, atau asin ketika kita mencicipi sebuah makanan. Dan manusia ketika dalam kondisi tertentu merasa rasa itu lebih dominan, sehingga menghancurkan segala bentuk logis dan hal positif dalam pikiran kita.
Kenapa tulisan ini meminta untuk fokus untuk bahagia, karena pada kenyataannya dunia ini semu semua standar dalam ini hanya memberikan sebuah motivasi lebih untuk berusaha lebih banyak dan lagi - lagi, bahagia yang ditawarkan juga semu.
Dalam Quran, Allah berfirman :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Qashash : 77)
Disebutkan di awal bahwa kita diminta kebahagiaan di akhirat terlebih dahulu, baru di mulai dengan bahagia dunia. Saya bukan seorang ahli tafsir namun jelas bahwa bahagia di dunia itu sementara dan semu. Bagaimana maksudnya bahagia haqiqi ? Adalah bahagia akhirat, seperti apa ? Itu ada di dalam hati menurut saya. Ketika hati beriman, penuh prasangka baik pada Allah SWT, surga itu hadir sendiri di dunia kita. Apapun masalah yang dihadapi, problema yang kita rasakan sirna karena lagi - lagi percaya Allah yang maha tahu kebaikan apa yang ia beri dari semua cobaan yang diberikan.
Masih banyak yang belum beruntung dari kita, itu kenapa kita diminta sering mengelana sering mendengarkan masih ada yang sulit makan, masih ada saudara kita kebebasannya terancam, masih ada yang tidak sekolah masih ada yang memiliki masalah lebih besar dari kita. Kenapa kita harus berputus asa ? Kenapa kita masih saja mengeluh dari sekian masalah ini, masih banyak yang lebih malang dari kita. Pantaskah menyerah? Coba katakan ini dalam hati ketika kita didera sebuah masalah yang tak tertahankan. Ucapkan zikir, jadikan Allah penenang. Katakan bahwa semuanya akan terlewati dan semuanya baik - baik saja.
Pada kenyataannya kita adalah makhluk yang sedang diuji dan masih jauh dari rasa syukur. Bagaimana menerapkan modul konsep bahagia dalam hidup kita ? Jadikan langkah kita itu adalah langkah kebaikan, jadikan semua yang dilakukan adalah proses pembelajaran dan pengumpulan pahala di tempat yang kekal sana. Untuk apa risau kalau perkara yang sering kita sulitkan adalah hal duniawi ? Kenapa yang sering kita tangisi adalah bagian yang sangat receh kalau kita pikir - pikir.
Fokus bahagia membantu kita untuk lebih tegap berdiri menyelesaikan banyak hal, termasuk masalah kita. Masih melihat secercah cahaya ditengah kegelapan. Fokus bahagia mengambil alasan, bahwa bahagia adalah ciptaan kita sendiri.
Lalu apa mungkin kita senantiasa bahagia dengan bersikap demikian ? Ya tidak mungkin, apa saya selalu bahagia yaa enggak juga. Menangis itu anugerah untuk menyalurkan semua emosi diri, bentuk penyesalan, bentuk pengampunan, menyatakan diri kalau kita manusia biasa yang mengalami berbagai rasa itu.Tapi kita seringkali asing dengan tangis, seolah tangis tidak boleh. Padahal bukan begitu, jadi paradigmanya menangis untuk apa ? Jika ia untuk mengasihani diri pastilah tidak tepat, kita menangis melainkan menangis untuk perbaikan diri, menangis untuk meluapkan dan menumpahkan yang tak tertahan. Lagi - lagi kita manusia biasa, tak ada yang sempurna. Jika kita menuntut sempurna menjadi tujuan, yang ada pasti ada tercederai. Namun jika kita jadikan ketidaksempurnaan menjadi sebuah alasan untuk tidak maju adalah pembodohan diri.
Percakapan yang dalam dengan beberapa sahabat dekat membuat kesimpulan dan kesepakatan yang baik untuk saling mengingatkan ketika dalam masa demikian. Kita pasti semua pernah ada pada fase tersebut, fase merasa kita menjadi yang tak berguna, menjadi masalah kita yang sangat sulit, atau mengalami banyak kedilemaan dalam hidup. Kadang ketika kita sudah di fase tersebut, sulit untuk mengendalikan diri sulit untuk pada jalur yang baik. Saya menulis ini adalah bagian dari kesimpulan dan juga dukungan saya terhadap diri saya sendiri dan teman - teman pembaca ketika mengalami hal terendah dalam hidup.
Bahwa kita tidak sendiri, kita harus melewati hal sulit - sulit itu. Kita harus melewati gagal gagal itu. Semuanya untuk memberikan kita pembelajaran, membuat kita bertumbuh, membuat cerita manis ketika pada saatnya diceritakan. Bahwa hidup yang kita jalani itu adalah perjuangan.
Semoga tulisan ini menjadi cahaya kecil yang setidaknya membuat senyum ketika air mata tak tertahan tumpah ruah di pipimu.
Dari sahabatmu!
Saya kehilangan catatan draft baru saja ketika ingin merilis tulisan ini. Saya cekikikan sendiri ketika menuliskan ini. Hikmahnya, saya bebas mencurahkan sesuatu sesuai judul diatas. By the way, sebenarnya ga merencanakan merilis ini karena momentum hebohnya pernikahan singkat salah satu selebgram. Jauh hari, saya sudah pernah mem-post draft mini judul ini di insta story dan aplikasi spoon.
Lanjut ceritanya,
Judul diatas memiliki makna yang dalam bagi seorang perempuan yang masih "sendiri" *uhuk. Nulis ini bukan berencana menasehati juga karena belum pantes banget. Tapi saya berharap saya menuliskan keresahan dan pemikiran saya disini,bisa jadi bahan diskusi buat kita - kita bareng - bareng.
SATU VISI
Bicara visi, sesuatu yang panjang dijelaskan. Sesuatu yang menurut saya sudah sangat mengakar dalam pikiran. Sehingga langkah dan tindakan yang dilakukan seseorang pasti akan mengarah dan sesuai dengan visinya. Baik itu pertemanannya, bagaimana ia menyikapi suatu permasalahan, dan juga step by step mengapai impiannya.
Satu visi bicara tentang sebuah tujuan -
Bicara visi juga bicara sudut pandang. Sehingga pandangan dan cara pikir yang dilihat adalah demikian. Mengapa kali ini saya bercerita tentang sebuah pandangan/visi. Karena nanti ketika berencana untuk membangun cinta dalam ikatan pernikahan visi menjadi sangat krusial. Apalagi ketika dalam masa pencarian. Sudah banyak yang kemudian menyerah pada akhirnya ketika berencana ternyata ketika dalam mengenal tidak memiliki visi yang sama. Jadi kalau mau gampangnya "ga nyambung". Karena yang satu cerita tentang impiannya kesana, yang satu cerita kesitu. Eh, tapi ga selalu visi sama juga pada akhirnya juga tepat.
Jadi kalau nanti pada saat kita mengenal, namun tidak memiliki visi yang sama jangan memaksakan kehendak. Walaupun awal bertemu sudah membuat hati ga karuan, diri sepertinya sudah menemukan. Lagi - lagi bisikan syaitan akan mudah hadir. Salah satunya misi syaitan juga bagaimana kita dilibatkan pada perkara perkenalan yang salah, dibutakan dengan hal yang tidak benar, mengenal dengan cara yang tidak diridhoi dan tentunya tidak sevisi.
Dan ketika sudah menjalani pencarian, namun belum menemukan. Bisa jadi visi kita belum pas untuk diri sendiri. Kedekatan padaNya masih jauh. Diri belum siap atau bahkan dipersiapkan Sang Maha Cinta seseorang yang terbaik. Visi diri sendiri untuk menjadi sosok yang bertanggungjawab, pribadi yang sabar, pribadi yang percaya diri. Bagaimana orang lain ingin mengenal kita kalau kita sendiri belum sepenuhnya bisa mengenal diri sendiri ?
Satu lagi kadang kala dalam mengenal, mungkin kita beranggapan visinya sama namun anehnya tidak ada yang mau mengalah. Semuanya ingin dia jadi pemeran utamanya, merasa paling baik tajwidnya, ibadahnya, atau kedudukannya di dunia. Makanya, kita juga tentunya butuh cinta.
SATU CINTA
Bicara cinta bikin baper ya kan ? Disini saya bilang satu cinta, bukan semata - mata cinta yang dimaksud adalah kepada pasangan ya. Melainkan satu cinta pada pemilik cinta itu sendiri yakni Allah SWT.
Mengapa hal itu yang paling utama ?
Karena dengan cinta pada pemilik yang sebenarnya, sikap kita akan lurus. Kita menjadi pribadi yang tawadhu, karena mendasari apa saja yang terjadi adalah Allah pilihkan. Lalu kelak apabila nanti menjalani yang tidak mencintaiNya yang dicintai adalah hal yang berbeda daripada yang lain maka semuanya akan sia - sia. Satu hal saja, salah satunya cinta terhadap dunia dengan amat sangat, cinta pada para tokoh - tokoh selebritis, dan lain sebagainya. Ini yang saya ilhami dari kajian - kajian parenting, bahkan kajian pra nikah. Walaupun pada kenyataannya saya belum memaknainya secara dalam. Kelak tulisan ini adalah pengingat, siapa sebenarnya yang seharusnya dituju, bahwa sejatinya mengikat dalam sebuah hubungan yang membuat Arsy berguncang itu memiliki tanggungjawab yang besar.
Bagaimana bersikap ketika dalam pencarian ?
Coba kita #flashback cerita Sirah Salman Al Farisi yang begitu menyentuh. Merelakan sesuatu yang ia cintai demi kebaikan. Berat memang, tapi itu janji Allah. Jika kita mencintai Allah dan merelakan sesuatu karena Allah. InsyaAllah, Allah akan ganti yang lebih baik. (Ini nasehatin diri sendiri juga)
HIDUP SESURGA
Siapa sih yang tidak mau masuk Surga ?
Pasti semuanya ingin memasuki surgaNya. Lagi - lagi cita - cita tertinggi visi berumahtangga kelak adalah satu keluarga berada di surga. Bener gak sih ? Jadi ini juga pengingat diri juga. Bahwa tujuan awal untuk berkomitmen bukan mau enaknya aja. Tapi ada visi khusus di dalamnya. Kelak di akhirat nanti bisa sesurga. Jadi kita bertengkar ada yang mengingatkan.
Eh, kita mau ke surga loh dek jangan ngambek gitu *hanya ilustrasi
Jadi tulisan ini sebenarnya adalah ringkasan hal - hal yang pelajari baik itu di buku dan juga cerita teman yang saya sadur dengan pemikiran saya lalu saya tulisan kembali kelak akan mengingatkan saya jika saatnya menikah nanti. Nanti loh ya .. belum tahu kapan haha.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Author Note :
Untuk kedepan, tulisan - tulisan yang ada di blog ini saya berharap menjadi open discussion yang panjang. Media sharing ilmu kebaikan dan hal - hal positif yang bisa dibagikan.
Jadi jangan lupa comment ya :)
Salam Menginspirasi !
Banyak dari kita yang tak mengerti kalau hijrah itu perlu effort yang besar.
Bukan hanya masalah berubah ke arah berbeda tapi juga melapangkan hati untuk menerima hal baru.
Saya ingat sekali keputusan berhijab yang penuh dengan tantangan. Di saat trend hijab tak semudah saat ini, pertentangan dari orang terdekat kadang ada saja mengoyahkan. Tapi jika lahir dari hati dan itu niat baik. Saya percaya Allah akan stand by terus membela kita di manapun kita berada.
Begitu pula hijrah untuk menetap di sebuah kota. Entah itu kelak seperti perempuan atau laki - laki yang kemudian nantinya berkeluarga dan memutuskan menetap di tempat yang jauh dan berbeda. Dimana segala kenangan, pertemanan, emosional dan kenyamanan ada di kota tersebut. Harus merelakan hal itu dan berusaha melepas cintanya di kota itu untuk memulai hal baru.
Tapi jika melakukannya sendiri bukanlah lebih berat? It's so hard! Saya barulah memahami arti keluar dari zona nyaman. Bahkan untuk kembali ke kampung sendiri merasa sedang merantau. Hal ini beda ketika kita mungkin travelling beberapa hari di sebuah kota.
Sebuah kota mau tak mau menginginkan kita berdampak. Menurut saya demikian, tempat yang saya huni setidaknya saya bisa bermanfaat disana. Di mulai dari keluarga dan tetangga sendiri.
Saya ingin tahu bagaimana perasaan orang yang merantau dan pindah menetap. Apakah sama atau seperti apa.
Lagi lagi apapun keputusannya, jika itu niat baik saya percaya Allah selalu memudahkan jalannya. Bukannya semua sudah di gariskan?
Saya ingat kata seseorang, "mel tinggallah di tempat di mana kamu dapat bermanfaat lebih banyak"
Saya yakin teman - teman pasti pernah mengalami perubahan besar dalam hidup yang kadang membuat kita ragu melangkah. Lagi lagi hanya Allah penguatnya :)
Bukan hanya masalah berubah ke arah berbeda tapi juga melapangkan hati untuk menerima hal baru.
Saya ingat sekali keputusan berhijab yang penuh dengan tantangan. Di saat trend hijab tak semudah saat ini, pertentangan dari orang terdekat kadang ada saja mengoyahkan. Tapi jika lahir dari hati dan itu niat baik. Saya percaya Allah akan stand by terus membela kita di manapun kita berada.
Begitu pula hijrah untuk menetap di sebuah kota. Entah itu kelak seperti perempuan atau laki - laki yang kemudian nantinya berkeluarga dan memutuskan menetap di tempat yang jauh dan berbeda. Dimana segala kenangan, pertemanan, emosional dan kenyamanan ada di kota tersebut. Harus merelakan hal itu dan berusaha melepas cintanya di kota itu untuk memulai hal baru.
Tapi jika melakukannya sendiri bukanlah lebih berat? It's so hard! Saya barulah memahami arti keluar dari zona nyaman. Bahkan untuk kembali ke kampung sendiri merasa sedang merantau. Hal ini beda ketika kita mungkin travelling beberapa hari di sebuah kota.
Sebuah kota mau tak mau menginginkan kita berdampak. Menurut saya demikian, tempat yang saya huni setidaknya saya bisa bermanfaat disana. Di mulai dari keluarga dan tetangga sendiri.
Saya ingin tahu bagaimana perasaan orang yang merantau dan pindah menetap. Apakah sama atau seperti apa.
Lagi lagi apapun keputusannya, jika itu niat baik saya percaya Allah selalu memudahkan jalannya. Bukannya semua sudah di gariskan?
Saya ingat kata seseorang, "mel tinggallah di tempat di mana kamu dapat bermanfaat lebih banyak"
Saya yakin teman - teman pasti pernah mengalami perubahan besar dalam hidup yang kadang membuat kita ragu melangkah. Lagi lagi hanya Allah penguatnya :)
Adakalanya kita telah banyak mengusahakan sesuatu, telah bersusah payah tentangnya tapi kita masih dalam sulit yang tiada putus. Sebuah pertanyaan yang senantiasa hadir di dalam hidup kita apabila kesulitan terjadi. Apa yang terjadi mengapa kesulitan ini tiada akhir ? Jika saya mengalami hal demikian, yang saya salahkan adalah kembali mengingat apa yang telah saya lakukan sebelumnya. Sehingga sedemikian kesulitan itu terjadi. Dosa apa yang pernah terbuat, sehingga terbalas dengan hal yang kurang menyenangkan.
Pada kenyataanya kehidupan yang kita jalani saat ini yang ingin capai adalah seberapa berkahnya. Bukan nilai besarnya, bukan ketenarannya, bukan seberapa banyaknya. Saya sering mendengar bahkan menyaksikan orang – orang yang mungkin tak pernah terlihat dalam hidup kita, berpakaian seadanya, bekerja susah payah, tak berpendidikan, mungkin hanya buruh yang dibayar dengan setara jajan kita bulanan. Tapi ia mampu membiayai anaknya yang banyak dan keluarganya hingga anaknya sukses. Jika bukan karena berkah hidupnya, apalagi ?
“Bukan banyaknya anakku, tapi seberapa berkahnya” itu yang sering terdengar dari ibu saya. Walau terdengar klise tapi ini yang seringkali terlupa oleh kita. Sangat kasat mata. Mungkin saat ini kita bisa merenung, sejauhmana perjalanan kita. Perjalanan melewati kejadian – kejadian dramatis dan kemalangan yang bisa jadi ada dihidup kita, tapi pada kenyataannya kita masih bertahan menghadapinya. Masih kuat, masih mampu untuk berdoa. Bersyukurlah masih ada nilai keberkahan dalam hidup kita.
“Pastikan cucuku, rejeki yang kamu dapatkan itu halal lagi berkah. Karena segala sesuatu yang kamu dapatkan bukan jalan sesungguhnya, suatu saat akan hilang begitu saja dengan mudah. Karena engkau tidak mengambil sesuatu yang bukan hak dirimu,” petuah kakek pada saya ketika momentum saya bercengkrama dengannya.
“Dan tiada dari segala yang melata di bumi melainkan atas tanggungan Allah-lah rizqinya. Dia Maha Mengetahui tempat berdiam dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam kita Lauhul Mahfuzh yang nyata” (QS Al Huud 11 : 6 )
Hakikat rizqi lagi – lagi bukan karena banyaknya, tapi berapa nilainya berkah untuk banyak hal memyalurkannya pada pundi - pundi kebaikan – kebaikan. Berkahnya karena banyak kebaikan yang hadir disekelilingnya, tetangga yang bijak, anak yang sholeh, teman yang baik, pasangan yang sakinah, keamanan dan kenyamanan. Segala yang seringkali kasat mata oleh manusia hingga lupa untuk mensyukurinya.
Jika kalau saya mengutip kata – kata merdu Salim A Fillah dalam buku lapis – lapis keberkahan, bahwa rizqi itu soal rasa bukan soal berapa. Seberapa nikmat rasa yang kita dapatkan. Rizqi adalah ketetapan. Cara menjemputnya adalah ujian. Ujian yang menentukan rasa kehidupan. Di lapis – lapis keberkahan dalam setitis rizqi, ada perbincangan soal rasa. Sebab ialah yang paling terindra dalam hayat kita di dunia. Mungkin saja kebaikan yang kita dapatkan adalah bagian dari doa – doa orang – orang yang kita bantu. Orangtua kita yang senantiasa merintih agar dilindungi dan diberikan kemudahan dalam segala hal yang kita lakukan.
Seberapa berkah hidup kita ?
Pertanyaan yang menurut saya sangat mendalam. Mata saya tak hentinya berkaca- kaca mengingat pertanyaan ini. Menurut saya, Berkah bermakna dua hal, yakni kelancaran hidup di dunia dan kebermanfaatan yang baik untuk kemaslahatan banyak orang atau hal lain untuk akhirat. Apakah kehadiran kita baik untuk oranglain ? Berkah untuk banyak orang ? atau bahkan menyusahkan ? Atau kehadiran kita menyakiti hatinya. Apakah pekerjaan kita halal lagi baik, bermanfaat ?
Memanglah tak mungkin hidup kita senantiasa diliputi kesempurnaan. Ditengah kelengahan manusia yang sering lupa dan alfa, tapi bukankah Allah Maha Pengampun. Lalu kita manusia yang seringkali tak tahu diri akan hal ini, takabur tak bersyukur. Padahal itu rasa akan rizqi yang didapat, dan kesulitan itu hadir dari diri kita sendiri.
“Allah meluaskan rizqi dan menyempitkan bagi siapapun yang Dia Kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan dunia ini. Padahal tiadalah kehidupan dunia dibandingkan hayat di akhirat kecuali kesenangan yang sedikit” [ QS Ar-Ra’d (13) : 26 ]
Bercita – citalah dalam hidup kita untuk mengapai keberkahan, karena ini yang paling utama menurut saya. Karena dunia hanya sebentar. Berjuang keras untuk menggapai berkah diawali untuk diri sendiri lalu kemudian banyak orang. Saya sendiri menyimpulkan dengan kutipan yang sering kita dengar namun saya tambahkan sedikit,
“Biarlah sedikit asal berkah, tapi lebih baik banyak lagi berkah untuk banyak orang”
Atau kutipan lirik lagu wali band,
-----
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Semoga menginspirasi dan menjadi renungan bagi kita semua
Tradisi pertanyaan yang sering kita dengar. Hai kamu, para mahasiswa tingkat akhir bosankah mendengar pertanyaan itu ? Jujur saja. Akhirnya saya juga merasakan demikian. Hingga pada akhirnya ketika saya kumpul - kumpul keluarga, sampai menceletuk ke tante saya. “Kapan sih cucuku itu lulusnya ? Kayaknya main-main aja, jalan jalan terus. Ke sini lah situlah”. Saya mendengar penyampaian tante tentang pertanyaan eyang tentang saya, yang bikin saya jadi bergidik. Waduh, memang belum waktunya ditanyain begitu. Karena memang belum. Saya masih berada di tahun ketiga perkuliahan. Akhirnya tante saya senyum - senyum, Saya juga senyum - senyum, Jadi senyum - senyuman deh.
Lalu waktu bergerak, dan kali ini memang momennya sebuah antrian pertanyaan “kapan lulus elu ?” telah hadir. Timeline sosial media akan dipenuhi berbagai macam foto wisuda teman-teman. Baik itu temen SD, SMP, SMA bahkan temen sekelas kita. Ayo coba deh check ricek. Nah, kalau saya belum semuanya terjadi *ketawa lebar disimpen. Tapi sudah menunjukkan tanda-tanda. Ada beberapa teman yang mengambil diploma, atau dulunya mengikuti program akselerasi sudah menunjukkan raut rona bahagianya di foto - foto profil yang ada di sosial media. Undangan bergilir dari senior terdekat untuk menghadiri wisudanya sudah ngantri. Haha dan ....dari tadi saya hanya deskripsi kejadian yaa. Tapi begitulah adanya.
Well apapun itu, ternyata ada benarnya kata senior yang mengatakan bahwa pertanyaan kapan lulus itu nyeseknya bukan main haha. Pertanyaan yang ingin simpen didalam kulkas biar beku dan ga ditanyain lagi. Sakingnya ! Hahaha. Tapi gak ngaruh tuh bagi kamu yang punya arah tujuan dan target yang jelas dalam hidup. Alias gak akan terlalu menekan hati kamu yang terdalam.
Cukup diakui, tahun - tahun akhir adalah masa penuh dilema. Kalau yang ga dilema, wah .. Mapan banget hidupnya yak! Atau emang ga mikir sama sekali. Coba pikir deh, bagi kamu yang barangkali baru menjajal dunia perkampusan hanya segelintir yang memikirkan mau kemana, ngapain aja, dan apa yang harus dilakukan ? Masih mengikuti arus perkampusan, kalau temen-temen ngampus. Kita ngampus juga, yang lain nongki ikutan juga. Organisasi ikut-ikut juga. Duhh .. Ada yang masih begitu ? Ancung jari dah.
Seharusnya planning itu sudah dirancang sejak awal kuliah, pertanyaan yang musti dijawab ini nih *mau ngapain, *mau kemana, *apa yang harus dilakukan..
Di masa transisi ini sebenarnya masanya kita belajar untuk lebih dewasa bersikap, menahan hal yang perlu dipertahankan. Terutama hal - hal yang berkaitan dengan masa depan. Misalnya, pekerjaan yang cukup menjanjikan atau hal yang sudah kita bangun. Tapi bukan hanya itu, kita juga harus berpikir ulang apa yang dikerjakan sekarang berdampak baik untuk kedepan atau hanya menghabiskan waktu kita saja.
Di waktu ini juga diharapkan bisa berpikir lebih realistis dari sebelumnya. But, walau begitu saya berharap temen - temen adalah orang yang selalu berpegang ama prinsip. Because, masa - masa ini temen - temen akan di uji akan idealismenya oleh berbagai permasalahan - permasalahan yang terjadi.
Di tengah kebimbangan yang terjadi, tekanan batin yang barangkali lebih luarbiasa dibanding masa - masa sebelumnya ini saatnya kita lebih berhati - hati berpikir dan bersikap. Satu lagi, be calm. Semua akan terlewati. Selalu ingat dan katakan dalam hati “hal yang sulit ini bakal kita lewati kok, jadi lakukan apa yang perlu dilakukan dengan tenang” . Saya sendiri melakukan berbagai macam cara untuk menenangkan diri. Misalnya travelling singkat, dekat - dekat. Bisa juga mengunjungi tempat - tempat yang barangkali belum disinggahi. Menemukan experience baru yang menambah ide dan juga relasi. Rileksasi di masa seperti ini penting sekali, karena kalau kita ga bagus menikmati masa - masa penuh hal dilematis. Kita seringkali salah memilih, karena pikirannya tidak fresh dan kurang piknik * bahasa temen gitu *
Selain itu, perbanyak ibadah dan juga mendekatkan diri pada Allah SWT. Yakinkan dalam hati untuk kita berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ini masa nya kita bersabar, berikhtiar dan tawakal menjalani proses menuju masa depan.
Mungkin ini sharing singkat sekaligus curhatan saya, sebenarnya cerita diatas sebagian besar adalah kondisi saya dan teman - teman sekeliling saya *yang ngerasa temen saya ya hehe
Semoga menginspirasi
Lalu waktu bergerak, dan kali ini memang momennya sebuah antrian pertanyaan “kapan lulus elu ?” telah hadir. Timeline sosial media akan dipenuhi berbagai macam foto wisuda teman-teman. Baik itu temen SD, SMP, SMA bahkan temen sekelas kita. Ayo coba deh check ricek. Nah, kalau saya belum semuanya terjadi *ketawa lebar disimpen. Tapi sudah menunjukkan tanda-tanda. Ada beberapa teman yang mengambil diploma, atau dulunya mengikuti program akselerasi sudah menunjukkan raut rona bahagianya di foto - foto profil yang ada di sosial media. Undangan bergilir dari senior terdekat untuk menghadiri wisudanya sudah ngantri. Haha dan ....dari tadi saya hanya deskripsi kejadian yaa. Tapi begitulah adanya.
Well apapun itu, ternyata ada benarnya kata senior yang mengatakan bahwa pertanyaan kapan lulus itu nyeseknya bukan main haha. Pertanyaan yang ingin simpen didalam kulkas biar beku dan ga ditanyain lagi. Sakingnya ! Hahaha. Tapi gak ngaruh tuh bagi kamu yang punya arah tujuan dan target yang jelas dalam hidup. Alias gak akan terlalu menekan hati kamu yang terdalam.
Cukup diakui, tahun - tahun akhir adalah masa penuh dilema. Kalau yang ga dilema, wah .. Mapan banget hidupnya yak! Atau emang ga mikir sama sekali. Coba pikir deh, bagi kamu yang barangkali baru menjajal dunia perkampusan hanya segelintir yang memikirkan mau kemana, ngapain aja, dan apa yang harus dilakukan ? Masih mengikuti arus perkampusan, kalau temen-temen ngampus. Kita ngampus juga, yang lain nongki ikutan juga. Organisasi ikut-ikut juga. Duhh .. Ada yang masih begitu ? Ancung jari dah.
Seharusnya planning itu sudah dirancang sejak awal kuliah, pertanyaan yang musti dijawab ini nih *mau ngapain, *mau kemana, *apa yang harus dilakukan..
Di masa transisi ini sebenarnya masanya kita belajar untuk lebih dewasa bersikap, menahan hal yang perlu dipertahankan. Terutama hal - hal yang berkaitan dengan masa depan. Misalnya, pekerjaan yang cukup menjanjikan atau hal yang sudah kita bangun. Tapi bukan hanya itu, kita juga harus berpikir ulang apa yang dikerjakan sekarang berdampak baik untuk kedepan atau hanya menghabiskan waktu kita saja.
Di waktu ini juga diharapkan bisa berpikir lebih realistis dari sebelumnya. But, walau begitu saya berharap temen - temen adalah orang yang selalu berpegang ama prinsip. Because, masa - masa ini temen - temen akan di uji akan idealismenya oleh berbagai permasalahan - permasalahan yang terjadi.
Di tengah kebimbangan yang terjadi, tekanan batin yang barangkali lebih luarbiasa dibanding masa - masa sebelumnya ini saatnya kita lebih berhati - hati berpikir dan bersikap. Satu lagi, be calm. Semua akan terlewati. Selalu ingat dan katakan dalam hati “hal yang sulit ini bakal kita lewati kok, jadi lakukan apa yang perlu dilakukan dengan tenang” . Saya sendiri melakukan berbagai macam cara untuk menenangkan diri. Misalnya travelling singkat, dekat - dekat. Bisa juga mengunjungi tempat - tempat yang barangkali belum disinggahi. Menemukan experience baru yang menambah ide dan juga relasi. Rileksasi di masa seperti ini penting sekali, karena kalau kita ga bagus menikmati masa - masa penuh hal dilematis. Kita seringkali salah memilih, karena pikirannya tidak fresh dan kurang piknik * bahasa temen gitu *
Selain itu, perbanyak ibadah dan juga mendekatkan diri pada Allah SWT. Yakinkan dalam hati untuk kita berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ini masa nya kita bersabar, berikhtiar dan tawakal menjalani proses menuju masa depan.
Mungkin ini sharing singkat sekaligus curhatan saya, sebenarnya cerita diatas sebagian besar adalah kondisi saya dan teman - teman sekeliling saya *yang ngerasa temen saya ya hehe
Semoga menginspirasi
-----
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca