Jurnal Ramadhan E7 : Ujian Memilih Seseorang

by - Mei 23, 2018


Walau di bulan Ramadhan, apa salahnya kita membahas mengenai hal ini. Sudah lama sekali saya tidak menuliskan hal demikian. Setelah flashback tulisan berkaitan dengan jodoh, pasangan, selalu mendapatkan viewers yang cukup tinggi dibandingkan tulisan lainnya. Walaupun tulisannya sudah bertahun lama, masih terus meninggi dan meningkat. Segitu galaukah ya sampai tulisan seperti demikian dicari hehe.

Saya bukan orang yang berpengetahuan luas mengenai ini. Cuma teman – teman perempuan saya sering menjadikan saya tempat cerita, kadang kala saya juga bercerita. Mengenai kisruh dan tantangan memilih seseorang yang tepat untuk tumbuh bersama di masa depan.

Saya baru saja menonton kajian Ust.Khalid Basalamah mengenai hal ini. Begitu logis, dan membuat saya terteguh. Ternyata Allah itu, bukan belum memberikan jodoh pada kita saat ini *bagi yang belum. Melainkan kita yang seringkali salah menempatkan diri, salah menanggapi, sering terlewatkan dan terabaikan. Banyak mungkin sebagian dari kita menempatkan jodoh seperti benda, dan durian jatuh. Menunggu dan menunggu berharap datang dengan sendirinya.

Ternyata tidak, perlu ada ikhtiar didalamnya. Dan Allah selalu menawarkan jalan, kadang manusia karena dalam keadaan tidak dekat padaNya kehilangan sinyal tadi. Allah sering bilang gini “ Ini nih, orangnya ..” kita sering dipertemukan banyak teman baru, lingkaran baru tapi kemudian terabaikan oleh kita karena alasan yang tidak syari. Bukan karena agama, melainkan bisa jadi kekurangan duniawinya. “Ini nih coba istikharah dulu” kita selalu didatangi hal demikian tanpa kita sadari. Lalu sekarang kembali pada diri kita. Itulah sedikit kutipan kajian yang sempat saya tonton.

Saya menyadari ujian berat dari sebuah proses menemukan adalah berperang pada hati nurani dan syaitan. Kita tahu dalam Islam hubungan lawan jenis itu jika tidak pada tempatnya akan menjadi fitnah. Bahkan dalam hadits hanya beberapa hal saja interaksi yang dibolehkan, seperti menuntut ilmu, muamalah, dan hal berkaitan dengan kebaikan dan maslahat. Hal yang sering terjadi ketika memulai proses untuk mengenal lebih jauh. Syaitan mudah sekali menempel pada diri kita. Sehingga masuk dalam selip – selip hati kita. Hingga menutup mata bathin kita pada kebenaran akan mengenal calon kelak karena hasutan tadi. Makanya ketika memulai proses, kita seharusnya semakin dekat pada Allah. Makin sering beristikharah, semakin sering berkhalwat dengan Allah. Satu hal lagi berserah diri kepada Allah.

Ujian – ujian yang seringkali menjadi hal berat dan kemudian merusak nilai kebaikan untuk menjemput jodoh dalam menyempurnakan iman menurut saya ;

1. Niat

Ibadah inti adalah niat, seperti tulisan saya sebelumnya mengenai “Perbaiki Niat”. Niat menjadi pondasi utama kita untuk melakukan ibadah. Begitu pula menikah, kebanyakan saat ini media yang kita lihat seringkali memang mendakwahkan mengenai menikah muda namun saying tidak dibarengi pemahaman penyerapan lain. 
Untuk apa kita menikah ? Selurus apa niat kita menikah ? Apa karena ingin bahagia ? Ingin terlihat sama dengan orang lain ? Tidak ingin jomblo ? Tuntutan orangtua ? Harta dan lain – lain. Dari segala hal niat yang saya absen ini lah yang kemudian menjadi penghalang kita untuk menemukan corong yang tepat di mana jodoh berada. Termasuk saya, yang juga sedang meluruskan niat dengan sungguh – sungguh dimanakah Allah dalam rencana kebaikan ini.

2. Kehilangan Kendali

Saya bukanlah orang yang sangat religius. Bahkan untuk kajian rutin tergabung dalam lembaga dakwah sudah lama sekali saya absen. Paling tidak cara saya menjaga pola kendali ini dengan bergaul dengan teman yang baik, memperbaiki cara berpakaian, dan juga mengikuti kajian yang ada dan terbuka. Kehilangan kendali disini, ketika kita menjalani proses itu tidak pada tempatnya. Tidak ada penegur, tidak ada ninik mamak (kalau dalam adat melayu) orang yang berperan sebagai konsultan, penasehat dan pengingat niat dasar menikah tadi. Orang tersebut adalah mahram, saudara yang bisa menjadi kontrol keluarganya. Atas niat yang disepakati, memberitahu informasi yang sebenarnya. Sehingga terhindar dari khalwat dan syaitan mendapatkan posisi keempat. Sehingga tidak bisa menganggu ya kan.

3. Hasrat Menggebu & Rasa Memiliki

Ketika kehilangan kendali atau tidak adanya peran sosok yang benar – benar masuk dalam proses tersebut yaitu mahram tadi. Syaitan kemudian membisikan halusinasi yang begitu indah sehingga muncul lah hasrat menggebu tadi, yang sering kita sebut cinta. Apakah cinta itu salah ? Tidak. Baik bahkan, cuman cinta ketika tidak pada tempatnya seringkali menimbulkan hal yang tidak baik.
Satu lagi yang perlu kita ingat bahwa proses yang tidak serius, memakan waktu. Kelak akan mengeser niat awal sehingga kecenderungan menikah karena sudah terbiasa, sudah merasa saling memiliki satu sama lain. Celakanya ketika dalam prosesnya ditemukan Allah tidak menyukai dan tidak meridhoi pernikahan terjadi kita menjadi sosok yang mengutuk banyak hal entah itu diri kita sendiri, depresi (karena putus cinta dan trauma), kemudian mengutuk orang lain yang bisa jadi dijadikan Allah ujian atau pemberitahuan bahwa bukan kita yang memiliki.

4. Masa Lalu

Setiap orang memiliki masa lalu, kecenderungannya ketika menjalani proses adalah kita menghimpun ingatan segala kekurangan dari masa lalu. Baik itu berbungkus trauma, pengalaman menjalin dan berproses dengan orang lain dan sebagainya. Masa lalu adalah sesuatu yang sangat sensitif bagi semua orang. Saya pernah mendengar kajian kala itu, bahwa ketika sepakat untuk bertumbuh dan membersamai di masa depan. Kesepakatan yang baik dan seharusnya adalah sama – sama ingin melangkah kedepan dan tidak ingin berbalik ke belakang.
Ketika saya flashback ke diri saya, saya melakukan kesalahan tersebut di masa lalu ketika berproses. Niat saya belum lurus, belum utuh masih tersangkut sebagian pada hal duniawi. Sehingga perbandingan saya bukan karena ridho Allah. Tapi juga hasrat pribadi dan masa lalu yang tersingkap dan tak seharusnya disampaikan jika tidak diambil pelajaran dari hal tersebut. Lalu hal Ini salah.

5. Penghakiman Diri Sendiri

Penghakiman diri sendiri adalah prasangka buruk di awal. Ketika kita merendahkan diri kita dengan hal yang berbentuk sikap, fisik, dan juga kedudukan duniawi. Kita seringkali membandingkan dan mengatakan hal buruk pada diri sendiri. Apalah saya yang jelek ini ? Apalah saya yang tak kaya ini, apalah saya yang kurang agama seperti ini ? Kalimat ini seperti pengingkaran atas nikmat Allah. Lagi – lagi saya mengutip dari Ust Khalid. Bukankan itu tanda penyesalan atas nikmat yang Allah berikan pada kita. Bukankah itu sebuah penghakiman dan rendah diri, bukan rendah hati sehingga kebaikan yang seharusnya datang kemudian tenggelam karena persepsi yang tercipta pada diri kita. Jikalau pun ditanya kenapa belum menikah, mungkin kita menjawabnya dengan kata positif dan doa. Sehingga juga taka da nikmat yang berkurang disini.

6. Ingin Kesempurnaan

Salah satu penyakit diri kita sebagai manusia adalah membandingkan diri. Ditutupi kata – kata orang lain, penilaian – penilaian orang lain. Kita terus mencari banding banding, tidak berhenti disana. Bukan hanya membandingkan orang yang mendekati, tapi juga membandingkan diri kita pada oranglain. Pantaskah ? Sempurnakah aku?

Bisa jadi pantaskah dia denganku ? Bagaimana aku menyetarakan diri pada dia (Calonku) atau sebaliknya. Kebanyakan bentuk penilaian tadi adalah dalam kadar duniawi. Kemolekannya, kelembutannya, hal fisik cara berpakaian yang mungkin belum baik, Pendidikannya, pekerjaannya, dan kadang masa lalunya. Kita menghakimi masa lalu orang karena kotor ? Apa boleh ? Bahkan bisa jadi saat ini ? Bukankah di awal kita tidak baik menilai orang dari masa lalunya.

Tulisan ini sebagian besar adalah sebuah kumpulan nasehat orang bijaksana, ulama yang saya kumpulkan untuk menjadi nasehat saya pribadi. Bisa jadi saya salah menuliskan, dan saya selipkan juga ibroh yang saya ambil dari perjalanan ikhtiar saya yang juga belum mulus dan masih dalam memurnikan diri, mempertegas visi, dan merancang mimpi. Ada harapan kelak setidaknya ketika saat tiba, saya lebih matang bersikap. Lebih bijaksana menjalani sehingga Allah meridhoi.

Semoga bisa jadi nasehat kita semua,
Jika teman – teman ada pembahasan yang didiskusikan bersama disini, silahkan komentar dibawah ya.

You May Also Like

0 comments

What's your opinion about this article ?