Melati Octavia Journal

Diberdayakan oleh Blogger.
Facebook Twitter Pinterest LinkedIn
  • Home
  • About Me
  • Disclosure
  • Story of Me
    • My Experience
    • Startup & Digital Life
    • Ngobrolin Passion
      • Talk Of Design
      • Writing Tips
      • Ngobrol Marketing
      • (NEW) Eco Lifestyle
    • Traveling Story
    • Diskon & Referral
  • This Is My Mind
    • Sudut Pandang
    • Boost Yourself
      • Young Mindset
      • Self Improvement
      • Career Talks
    • Review
    • My Project
      • Kongkow Nulis
      • Skill20
      • #ThinkMe
      • Codea Labs
    • Rubrik Seru
      • Date With Book
      • Movie Session
      • Bahas Bisnis
      • Road To Beauty
      • Eat With Me
      • Community Talks
      • Financial Talks
  • Contact Me
    • As Blogger
    • As Freelancer
 
Hmm, dari judul diatas seperti layaknya tutorial dan panduan kehidupan dalam artikel psikologi ya. Padahal aslinya mau sharing sekalian curhat. Mengingat, sudah cukup lama diriku tidak mengisi blog ini dengar cerita personal dan cukup bermakna bagi diriku.

Tahun 2022 adalah sebuah tahun dimana diriku mengambil keputusan besar. Jujur dan anehnya, seperti terhipnotis mengambil semua keputusan itu dengan sat set sat set. Alias cepet, ga mikir lama. Anehnya lagi semesta mengamini dengan banyak cuplikan petunjuk yang aku ikuti.

Keputusan kembali ke kampung halaman, padahal merantau bagiku adalah zona nyaman. Malah aneh ya, tapi kampung halaman malah menjadi keluar dari zona nyaman. Mengingat berada di Desa. Saking sedari kecil hingga sempat bekerja tidak berada di kampung halaman.

Benar - benar keputusan yang besar dan cepat bagi diriku di tahun ini. Jika mau jujur, bulan - bulan ini adalah bulan terberat yang dihadapi. Berat adalah menghadapi berbagai perubahan, mengatur banyak hal. Benar - benar pasrah padaNya.

Diriku meninggalkan berbagai kesempatan dan juga jejaring yang sudah dibangun di Pekanbaru. Pengetahuan akan kafe paling enak, makanan favorit, dan masih banyak lagi. Bahkan sampai sekarang masih ngerasa hanya dalam mode "pulang kampung" padahal nyatanya bener - bener pindah.
 
Sempat merasa panik, risau, takut akan banyak hal yang terjadi di luar sana. Bahkan untuk pertama kalinya sempat berkonsultasi dengan dua psikolog dan psikiater karena sempat mengalami serangan panik dan sulit tidur yang cukup parah sehingga ganggu produktivitas kerja. Alhasil, sudah sedikit baikkan. Walau sesekali masih berdamai dengan beberapa gejala "asing" yang ga pernah dirasakan sebelumnya.
 
Akhirnya memahami beberapa hal. Ohh seperti ini ya gejala psikologis itu dan memahami kenapa ada beberapa orang yang akhirnya bisa mengalami gejala cukup "diluar nalar" kita terjadi. Saya mendapat wawasan ilmu psikologi lebih banyak karena berusaha menghandel mental di saat perubahan besar terjadi.
 
Ada beberapa hal yang diriku lakukan untuk menghadapi perubahan besar dan juga sepertinya kali saja bisa membantu teman - teman lainnya ketika menghalami hal serupa?
 

1. Percaya Tuhan Maha Baik

Bila banyak kejadian buruk terjadi, dan perubahan sedemikian mendadak. Sehingga kita sulit menterjemahkan situasi yang sering terjadi. Ga ada hal yang menenangkan percaya bahwa Tuhan senantiasa memberikan hal terbaik untuk hambanya.
 
Segala keputusan hidup, takdir, dan kejadian - kejadian hidup di dunia ini telah diatur olehNya agar kita menjadi manusia yang lebih baik. Kepercayaan ini bukan melulu soal spiritualitas, tapi optimisme akan semesta dan jalan yang sudah digariskan adalah sesuatu yang sudah memang pada jalannya. Kita tinggal berusaha berpikir positif dan baik untuk menghadapi kedepannya.
 

2. Belajar Mengatur Nafas

Salah satu yang mungkin sedikit membantu ketika menghadapi situasi yang tidak terduga dan perubahan begitu cepat adalah mengatur cara kita bernafas lebih baik dari sebelumnya. Tujuannya apa, agar kita bisa lebih fokus mengambil keputusan yang cepat secara mendadak itu, juga memberikan energi dan sinyal diri untuk lebih tenang pada tubuh.
 
Saat situasi panik, tubuh akan menghasilkan hormon adrenalin yang menimbulkan berbagai efek samping. Biasanya gejalanya membuat kita sulit berkonsentrasi, khawatir berlebihan, sulit tidur, lemas, bahkan pingsan.
 
Banyak psikolog dan psikiater mengajarkan berbagai metode mengatur nafas dengan baik dengan menahan nafas melalui hidung selama 5-10 detik dan buang perlahan melalui mulut. Sambil menutup mata, tujuannya mengurangi rasa panik yang muncul. 

 

3. Coba Hidup Sehat

Kehadiran makanan dan minuman instan yang menjamur tak jarang membuat kita terbiasa mengkonsumsinya. Jika mungkin kondisi kita kurang baik, baik itu dari segi fisik dan mental. Coba kurangi hal - hal yang mengakibatkan kondisi tubuh tidak baik. Seperti mengurangi kafein, kopi dan teh. Bisa juga mengurangi rokok. Coba beberapa hari dan juga dalam kurun waktu tertentu mengganti makanan dan minuman yang perhatian dengan tubuh.
 
Sedikit banyak, membantu kita lebih fit dan siap menghadapi berbagai perubahan besar yang terjadi. Sehingga kita bisa menyelesaikan masalah itu dengan cepat, tanpa harus menghadapi sakit yang malah menambah masalah baru dan stres kita. 

 

4. Cari Bantuan Profesional

Jika kondisi rasanya sudah tidak terkendali dan tak bisa diatasi sendiri. Kita mungkin bisa menyadari proses ini bahkan kita butuh bantuan orang lain. Jika teman dekat dan orangtua tidak bisa sekiranya memberikan efek baik pada apa yang kita hadapi dan rasakan. Keputusan menghubungi profesional seperti psikolog dan psikiater mungkin bisa jadi solusi.
 
Jangan lakukan self-diagnose yang berbahaya, coba kendalikan diri dan dalami apa yang terjadi dalam diri. Sehingga rasanya perlu dibantu. Terutama jika sudah menganggu kesehatan, misalnya sesak nafas, gemeteran, sulit tidur, tidak nafsu makan. Gejala - gejala yang sudah menganggu keseharian hidup dan menghambat produktivitas. Coba minta bantuan kepada mereka. Saat ini sudah cukup mudah mengakses layanan profesional bahkan secara virtual.

 

5. Menerima Kenyataan

Hal yang mungkin paling sulit diantara hal lain disituasi yang tak bisa kita kendalikan. Lagi - lagi kita manusia tidak dapat mengendalikan semua hal, kita dinilai oleh respon apa yang kita berikan bukan apa yang orang lakukan pada kita. Jika memang semesta dan situasi tidak memihak pada kita, hal yang perlu kita lakukan adalah menerima.
 
Menerima bahwa ini yang harus dijalani dan ga disesali. Jika itu sesuatu yang buruk kita bisa belajar lebih legowo dengan hal yang terjadi di hidup kita. 
 
 
Semangat buat kamu yang baca ya! 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Sebelumnya saya ada menulis mengenai memaafkan dalam feed Instagram. Sebuah cuplikan yang saya akan sharingkan disini. Sebenarnya tema memaafkan menjadi sebuah renungan saya belakangan ini. Banyak pertemuan dengan orang orang yang lebih tua usianya dan tentunya pasti lebih bijaksana menurut saya, sedikit banyak telah memberikan banyak insight baru dan juga usaha mengubah diri menjadi lebih baik. Gak jarang beberapa diantaranya membuat mata terhura, mengalirkan air mata. Waahh ini ada apa ini.

Sebelumnya juga berbincang dengan sahabat sendiri juga anehnya si sahabat yang curhat, sayanya yang meleleh. Seperti itu ketidaktahuan saya pada diri sendiri bahwa ada yang belum terselesaikan. Padahal mungkin saya happy – happy aja, seneng aja. Ga ada sesuatu hal yang begitu dikhawatirkan. Ternyata hati sendiri yang sensitive menyadarinya ketika tersentuh percakapan emosional.

Sampe dinasehatin “ Mel yang menilai diri kamu itu orang lain loh, don’t say kamu baik – baik aja kalo disentil ngobrol jadi gini” Saya langsung ketawa trus air mata ngalir sendiri haha.

Yaps setelah diselidiki adalah ada banyak hal yang belum termaafkan terhadap diri sendiri. Banyak mungkin masalah kita kan ya dengan orang lain. Ga semua juga kita bisa match dengan berbagai jenis karakter. Suka berantem, cekcok, kemudian merasa ilfeel pasti pernah tentunya. Ada juga dari kita yang merelakan, ada juga yang bisa jadi mendendam hingga sulit melupakan. Kalau masalah memaafkan kepada oranglain, banyak petuah menurut saya dan banyak juga alasan supaya ga larut – larut dengan ini. Walau sebagian besar juga ada terlarut dengan masalah “kesalahan” itu milik orang lain, hingga mendendam. Intinya jadilah orang yang berbesar hati.

Nah ada juga tipikal orang yang ketika ada sebuah peristiwa yang kurang baik, sebagian besar dilimpahkan perasaan bersalahnya pada diri sendiri. Kemudian ini yang menjadi bumerang dan penyakit mental berkepanjangan yang sering saya baca dan saksikan sendiri. Termasuk saya juga merasa sedikit banyaknya juga mengalami walau baru menyadarinya.

Perasaan bersalah ini ga boleh dibiarkan menumpuk, karena kadang kalo udah datang perasaan kayak gini. Otak kita kadang otomatis mengabsen semua pandangan buruk kita terhadap diri kita sendiri, merangkainya menjadi asumsi, dan kemudian pembenaran serta penghakiman bahwa diri kita yang bersalah. Kalau situasinya mungkin kayak sidang terdakwa deh, yang duduk di kursi dakwa diri kita dan hakim serta saksi juga diri kita. Geli gak sih ? Kalau dibayangin aja stress kan ya. Nah, ini penyakit yang musti dihilangkan.

Tulisan ini sebenarnya rangkaian dari healing juga terhadap yang belum selesai perkara memaafkan diri, juga catatan saya berdiskusi dan nasehat yang diberikan kepada saya. Pesannya mungkin mudah sekali kita tangkap, bahkan mungkin pernah tertulis disini. Tapi ketika kita mengalaminya bisa saja buyar kan ya..

Jujur saya pernah merasa sangat terpuruk ketika Ayah saya pergi, di saat ayah saya terbaring koma. Saya menyalahkan diri saya berkali kali. Menghujam makian pada diri sendiri, mengapa mengapa dan kenapa kenapa. Semua pertanyaan itu ada dikepala. Saya merasa dikepung syaitan kala itu. Tapi bersyukur selalu ada yang mengingatkan untuk selalu bertasbih dan doa, hingga setiap malam tak lepas bertahajud bukan menghakimi kejadian melainkan berdoa agar diberikan jalan terbaik walau itu pahit. Saya membayangkan situasi kala itu begitu drop, dan saat ini pun menuliskan ini masih sering berkaca – kaca.

Kita tentunya pernah merasa gagal, merasa hancur, merasa tak berguna. Ketika peristiwa yang tak berpihak pada diri kita. Ketika pertentangan kian banyak. Siapa lagi yang seharusnya bisa menghadapinya kalau bukan kita.

Saya ingat pesan singkat seseorang yang sudah saya anggap orangtua saya juga, “Jangan menjadikan semua peristiwa buruk yang terjadi di hidup kamu mel adalah kesalahan kamu, itu Allah yang sudah menggariskannya .. Allah sudah mensuratinya, kalau kamu putus asa dan takut untuk menghadapi jalan yang itu kembali untuk mengambil keputusan, berarti kamu ingkar pada janjiNya Allah”

Jleb! Seketika air mata banjir gitu aja. Sesimpel ini, ga terselesaikan. Jujur saja, saya menyadari bahwa saya dalam keadaan mental “trauma” dan tanpa sadar melakukan banyak kesalahan ketika merespon sesuatu yang baik. Saya sulit mendapatkan deep connection kepada orang orang baru, saya walaupun terlihat terbuka. Pada kenyataannya sangat dark dan tertutup. Itu yang dikatakan temen sharing kala itu. Saya panik ketika orang ingin masuk lebih dalam mengenal, saya merendahkan diri serendah – rendahnya pada pikiran saya ketika ada yang mendekat dan berteman lebih dalam, mengumamkan kata – kata ga baik itu ke pikiran.

Jadi solusinya sesederhana ;

1. memaafkan diri,
2. menjadikan apa yang ada di masa lalu menjadi pelajaran,
3. menjadikan apa yang terjadi sudah keputusan dan ketentuanNya, walau terkadang tidak sesuai dengan harapan
4. senantiasa berpikir positif
5. mengikhlaskan dan bersyukur
6. balik dekat ke Allah lebih dalam.

Nah, yuk kita jadikan pelajaran bahwa memaafkan diri sendiri adalah langkah kita yang terbaik untuk memulai segala impian - impian kita di masa depan. Sesuatu yang dimulai dengan optimis, semangat, dan juga pelajaran berharga dari kejadian sebelumnya.


Share
Tweet
Pin
Share
4 comments


Kegiatan saya yang sangat mobile belakangan ini membuat waktu saya, di perjalanan terkadang banyak membuat momen kontemplasi tak sengaja datang. Ketimbang pekerjaan sebelumya saya lebih statis bercengkarama dengan jobdes dan laptop seharian. Mobilitas sekarang lebih kompleks, bukan hanya melibatkan dua benda itu tapi juga kendaraan dan tempat. Beberapa hari ini saya juga menemui banyak peristiwa sederhana dan juga curhatan beberapa sahabat dekat tentang kabar kehidupannya, keluh kesahnya, resahnya, rencana masa depannya. Menarik sekali kalau di simak.

Saya buru - buru menuliskan ini padahal ada tulisan lain yang saya draft belum jua selesai hahaha. Sebelum kontemplasi yang saya buat sendiri takut - takut terbang dibawa lalu. Kemarin di perjalanan menuju tempat lanjutan menyelesaikan beberapa pekerjaan, saya menelusuri ingatan - ingatan peristiwa yang saya hadapi sebelum - sebelumnya. Introspeksi kegagalan, kesalahan saya dan kekurangan yang saya miliki sehingga menjadi batu sandungan atau bisa jadi juga batu loncatan saya untuk lebih maju. Saya menangis di perjalanan, karena saya sebelumnya lebih banyak mengutuk diri.  
Mengapa saya tidak bisa menjelaskan dengan baik apa keinginan saya sebenarnya untuk merancang apa - apa saja yang akan saya lewati ke depan ?

Kita suka sekali membandingkan hidup kita dengan orang lain bukan ? Padahal kita sedang menanam duri pada hidup yang seharusnya bahagia yang kita miliki. Benar tidak? Coba kita ubah paradigma kita membandingkan diri kita dengan orang lain dalam sudut pandang kerja keras dan hasil yang kita tuai. Saya terharu dengan orang - orang bekerja siang malam dengan lembur namun berpenghasilan tidak lebih banyak dari kita. Bahkan hari liburnya ia manfaatkan untuk mendapatkan tambahan lainnya. Namun kebanyakan kita seringkali membandingkan dengan kenikmatan hidup orang lain, ketimbang mengukur kenikmatan yang Allah berikan pada kita. Kesehatan, waktu yang baik, koneksi dan pertemanan yang sehat.

Rasanya jadi manusia yang tidak tahu bersyukur.

Mengeluh ?
Mengeluh dalam hati ya seringkali. Apalagi kalau ada yang nanya ini itu menghakimi sama jalan yang kita mau. Mereka ga salah, kadang di kitanya juga salah menanggapinya. Kasih tahu secukupnya sih, Tapi kalau mau kepo lagi, it's so annoying. Ga semua orang yang mau cerita semua apa yang ia rencanakan. Saya dulu bisa dibilang ekstrovert banget, tapi makin kesini introvert saya lebih dominan. Why ? Mungkin keseringan bareng benda mati kali ya haha *laptop maksudnya.

Saya sering kali terluka sendiri kalau cerita tentang mau nya pribadi, entah cita - cita rencana dan lain halnya. Lukanya karena yang ada dikasih ketakutan, dikasih sama cemooh, atau bisa jadi dukungan yang berlebihan. Lebih baik secukupnya, itu kayak mantra ajaib buat cerita. Karena jaman sosmed sekarang. Orang - orang terlatih jadi narsistik banget, orang introvert bisa jadi sangat ektrovert di dunia maya karena dia ngerasa interaksi sama benda mati. Padahal teman, tetangga dan orang lain pada tahu apa yang dia sampaikan di media sosial.

Jadi tulisan ini sebenarnya pengingat diri dan mungkin kita semua ketika kita dalam keadaan low banget, coba deh kita hitung nikmat yang Allah kasih dengan sangat detail. Jangan selalu menyoroti masalah dan hal yang gak baik menimpa kita. Karena kebanyakan kita ga bahagia karena selalu fokus pada hal yang gak baik tadi.

Belum lagi pesimisme yang selalu muncul ketika kita lagi berencana, bermimpi ingin melakukan banyak hal. Saya ga ngerti saya merasa annoying kalo ada yang curhat ke saya isinya ngeluh - ngeluh semua. Padahal saya juga sering ngeluh sih, cuman jadi pengingat sendiri. Gini loh rasanya kalau kita ngeluh ke temen, gini loh kalau orang lain ngeluh ke kita. 

Jadi kalau kita mau ngelakuin hal yang kurang baik, coba koreksi dulu yakin bisa bertanggungjawab sama apa yang dilakuin. Kalau berbuat baik yakin bisa selalu kasih contoh selalu baik. Karena ga jarang beberapa orang dengan mudah menjudge orang lain dalam pihak kiri dan kanan. Memang sih manusia kan ya selalu mengkategorisasi.

Balik ke awal, kenapa judulnya menjadi insan bahagia rumusnya adalah syukur tanpa batas ?
Karena kalo menurut saya, ketika syukur seorang manusia tanpa batas itu kekayaan yang luarbiasa ketimbang himpunan harta lainnya. Syukur tadi kunci dari syarat dari bahagia. Kalaupun kita dikasih bermilyar harta, dikabulkan impian pun. Tapi kita ga bersyukur. Not feeling about that, itu sia - sia aja. Mau ditambah Allah ? Boro - boro, toh kita ga bersyukur sama yang sudah dikasih sama Allah.

Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)

Janji Allah apabila kita bersyukur, Allah akan tambah nikmatnya. Gimana caranya ?
Salah satunya berterimakasih dengan ibadah yang makin baik, Saya kutip dari beberapa referensi ada tiga hal yang harus kita lakukan sebagai manusia ketika menerima nikmat Allah agar ia dipandang sebagai hamba yang bersyukur kepada-Nya ;

Pertama: secara batiniah ia harus mengakui telah menerima nikmat dari Allah.
Kedua: secara lahiriah ia mengucapkan syukur atas nikmat itu.  
Ketiga: ia harus menjadikan nikmat itu sebagai pendorong untuk lebih giat beribadah kepada Allah Swt. Bila ketiga hal tersebut telah berpadu dalam diri seorang hamba, maka ia layak dikatakan sebagai hamba yang bersyukur kepada Allah.

Jadi kalau kita masih lalai berarti kita masih belum bersyukur dengan apa yang Allah berikan pada kita. Kalau kita masih sedih, berarti kita masih belum bersyukur atas nikmat yang Allah kasih ketika.

Tersenyum, Bersyukur, Bahagia

Semoga bermanfaat!


Share
Tweet
Pin
Share
No comments


JUST FLASHBACK

Judulnya anti mainstream dan ga tahu grammar nya bener apa enggak. Intinya di akhir tahun ini saya hanya ingin flashback. Bukan malah cerita resolusi. Why? Menurutku, hal itu penting banget dilakukan seharusnya. Kalau bisa tiap hari kita lakukan untuk merenung dan memperbaiki diri. 

Jujur, di tahun 2017 ga banyak momen yang bisa dibagikan selain kebahagiaan bisa wisuda di Bulan Februari setelah perjuangan revisi pasca sidang yang begitu menguras perasaan. Bahkan teman – teman shock mengetahui tantangan yang saya hadapi sejak awal mengazzamkan diri buat skripsi bahkan berharap bisa lancar ketika sidang dengan penguji yang diharapkan. Namun, Allah kasih yang lebih baik.

Kenapa ? Saya ga nyangka kesulitan yang saya hadapi berakhir dengan senyum sumringah para penguji ketika di sesi selesai revisi dan pamit mendaftar wisuda. 

“Melati kamu berbakat, lanjutkan S2 yaa .. kamu punya modal di penelitian kamu” kata – kata ini keluar dari seorang penguji yang ternisbat “Cukup mengerikan dan keras” memberikan penilaian.

Di tahun ini, saya lebih banyak mencari makna. Mengambil keputusan – keputusan besar. Mengambil jalan hidup, dan kejutan hidup yang lebih banyak. Bahkan dengan keputusan yang saya ambil kebanyakan membuat kejutan bagi orang lain. Termasuk pekerjaan apa yang saya pilih, kemudian rencana rencana yang dimiliki. Di tahun ini juga saya belajar banyak karakter orang yang lebih kompleks. Saya bahkan begitu takjub karakter manusia yang begitu kompleks sepanjang usia mereka meninggi dan pengalaman yang begitu banyak. Hingga kemudian, saya menjadi pribadi yang lebih “menahan diri”. Karena aslinya, saya idealis dan cukup keras untuk berprinsip.

Bukan mengalah, tapi ga semua hal di tanggapi dengan idealism yang tertuang lewat lisan. Adakalanya kita harus koreksi dulu. Apa idealism yang dimiliki sejalan dengan oranglain dan bisa langsung terlugas. Karena ga jarang terjadi pertengkaran karena tak cukup pintar beradaptasi dengan situasi.

Contoh kata – kata pemaknaan, saya tipikal orang yang sangat lugas dan jelas. Kalau bilang iya tentu iya, jarang sekali saya menyimpan makna lain dibilang iya. Ternyata diluar sana, ada yang menanggapi kata iya justru merasa dibalik kata iya ada sebuah sindirian, bahkan kata tidak. Jadi pembelajarannya, saya lebih mendetailkan kata iya dengan tindakan dan sikap yang lebih jelas menunjukkan kata “iya” tersebut.

Dan benar kata – kata orang ketika kamu sudah membalikkan tali topi wisuda itu. Kenyataan yang kamu jalani akan beda sama keluh – keluh waktu jaman kuliah. Kalau dulu bisa aja dengan lugas ngeluh tugas banyak, dosen kasih kuis ini dan itu. Ketika kamu sudah lewat masa itu. Ujian lebih nyata lagi, ga ada tuh namanya ngeluh – ngeluh. Karena udah malu dong mau ngeluh – ngeluh.. plus ga punya banyak teman yang mudah kamu komunikasikan semua perasaan kamu, karena udah jalan sendiri – sendiri sama cita – cita dan impiannya. Bener gak ?

Tanggung jawab yang sepenuhnya udah ditangan. Orangtua mungkin beberapa masih banyak nuntut ini itu. Tapi pada kenyataannya keputusan itu di kamu semua. Mau tinggal sendiri kelak, menikah misalnya, memilih pekerjaan, bahkan berwirausaha. Semua paket tanggungjawab ada di kita.

Bicara flashback, bagi saya prestasi yang saya dapatkan adalah ketika saya memutuskan untuk benar – benar memilih akan berada dimana untuk kedepan. Di awal – awal bulan pertama, saya cukup sedikit terlarut emosi karena harus beradaptasi dengan banyak hal termasuk mengenal orang dan lingkungan. Ga jarang nangis sendiri di pojokan kamar tapi ga tahu nangis kenapa. Pokoknya pengen melepas semua penat gitu. Saya selalu nanya ke diri sendiri, kenapa mereka begitu. Saya harus bagaimana, ini dan itu. Semuanya bercampur jadi satu. Tapi setelah itu dan sekarang, saya malah ditanyain kapan balik lagi ke Kota Pekanbaru. 

Kapan tinggal lagi.. dan lain sebagainya. Di bilang rindu pasti ada, tapi ternyata rasa penasaran mengurangi sedikit demi sedikit rindu itu. Saya penasaran bagaimana saya akan berkembang kelak, saya penasaran untuk menempatkan diri secara dewasa di sebuah tempat. Saya penasaran bagaimana saya mendewasa dengan fokus impian yang berlahan – lahan tampak dipermukaan. Jadi kuncinya apa ; Just Positive! 

Apapun itu harus dimulai dengan pemikiran positif terlebih dahulu. Walaupun sering kali masalah datang dengan segala penat, hadapi dulu dengan positif. Saya juga kaget pernah meng- tweet kata – kata ini dan sampai sekarang jadi salah satu perisai pamungkas ketika menghadapi masalah ;

“Masalah itu datang penuh kejutan datang ga pake permisi dulu, tahu – tahu bikin ribet aja. Tapi pas dihadapi kita ga sadar kalau masalah tadi udah berlalu gitu aja”

Jadi kadang kala, masalah itu yang bikin ribet diri kita sendiri yang menyikapinya udah negatif duluan. Riweuh duluan gak sih .

SPIRIT COMEBACK

Kata comeback udah kayak istilah artis yang mau launching single baru yaa haha. Di awal tahun sebenarnya ga ada yang perlu dirayain tapi malah disikapi dengan hati yang tawadhu dan positif. Sama hal ketika memulai tahun hijriah sebelumnya. Hal yang diflashback bagaimana kualitas ibadah kita sejauh ini, pencapaian – pencapaian kita dan banyak hal. Nanti dulu bicara resolusi kalau banyak pencapaian di tahun sebelumnya banyak belum terealisasi. Malu sendiri kan yaa hihi.. Hayoo liat impian – impian tahunannya yang kamu tempel. Saya pribadi di tahun 2018 ingin memupuk diri untuk menjadi pribadi yang bersemangat dan positif paling utama. 2018 saya harap banyak kesempatan baru yang terbuka untuk saya berkembang dan juga bertemu jodoh hahaha.

Sssstt.. saya ga pernah cerita ke banyak orang kalau dari dulu saya pengen banget nikah di usia 22 tahun. Muda banget kan yaa..  tapi berhubung saya seneng banget angka 22 sejak kecil saya pengen banget kalau usia nikah dan tanggal lahir saya sama. Hahaha, gimana orangtua ? Woles deh .. kan udah kelar kuliah sama kerja. Apalagi dongs hahaha. Saya malu deh cerita ini. Tapi semoga readers juga ikut mendoakan dipertemukan yang menjadikan saya tujuan yaa bukan “pilihan” uhuk. 

Ternyata, maunya Allah sama saya mengenai pertemukan dengan seseorang tersebut ga tercapai di usia tersebut. Selain sayanya juga lelet buat wisuda, saya juga merasa masih banyak tanggungjawab yang belum tertunai dan terencana untuk keluarga. 2018 sendiri saya masuk 24 nanti. Ahhh masih muda kok meel :D betul betul betul. Yaa sekedar doa apa salahnya yaaa kan readers.

Jadi spirit di 2018 lebih kepada saya berani mengambil banyak keputusan. Selain saya akan mulai berbisnis kembali InsyaALLAH, kemudian rutin ngeblog dan juga mencoba vlog juga kelak hihi. Mengingat dikasih kesempatan ama Abang Google dengan mengaccept Adsense untuk nongol disini. Waaah… senengnyaa.. Tapi lagi – lagi awal nulis di blog masih dengan niat awal untuk berbagi hal positif dan meramaikan konten positif tentunya. Tawaran ini dan itu bagi saya adalah bonus dari berbagi, bukan jadi sasaran utama yang pelak melupakan kewajiban untuk senantiasa positif.

Saya juga masih minta tolong para readers nanti, kalau nongol di konten ga sesuai dengan diri saya di beranda – beranda yang terafiliasi google, mungkin bisa di skip dan ditutup aja. Saya juga masih belajar mengelolanya nih.

Wah cukup sekian cerita semangat saya mengenai hal – hal menarik di 2017 yang saya maknai dengan rasa syukur masih diberi kesempatan waktu oleh Allah untuk melewatinya. Bagaimana spirit kamu untuk kedepan ? Apa – apa aja yang menurut kamu patut kamu koreksi dengan semakin banyaknya tahun dan hari yang terlewat?

Diskusi disini yuk :D

Salam Menginspirasi!
Share
Tweet
Pin
Share
8 comments

Wah, cukup lama ini ga rutin nulis di blog. Maafkan teman – teman, belakangan ini beberapa kesibukan melanda. Saya merasa bersalah dengan diri saya sendiri tidak dapat menuntaskan rutinitas ini. InsyaAllah akan di prioritaskan kembali. Kali ini beberapa hal yang menyita perhatian adalah edit mengedit. Bukan hanya edit naskah tapi juga skripsi. So, tentunya tiap hari saya ga pernah absen nulis.

Ada beberapa buku yang mengalihkan dunia saya sejenak belakangan ini. Ditengah arus padatnya aktivitas, saya tetap memberikan ruang setidaknya untuk bertumbuh, memperbaiki terutama nutrisi untuk otak. Nah apa itu, kemarin saya menyisakan beberapa budget jajan untuk beli buku fenomenal yang harganya yaa lumayan, tapi ga nyesel dan bikin nagih. Buku Self Driving yang ditulis salah satu mentor saya pada pelatihan Forum Indonesia Muda tahun lalu, oleh Prof Rhendali Kasali. Ada satu bab yang ngena banget nih, yakni tentang Creative Thinking selain Critical Thinking. Tapi fokus utama saya kali ini tentang kesederhanaan. Yuhuu, sederhana menjadi topic yang menarik dan sering dibahas. Bukan hanya rumah makan sederhana ya..

Saya sadar kita nih anak muda suka banget berpikir ribet, saya pun merasa saya orangnya ribet. Ketampar banget sama tulisan ini. Salah satu tulisan beliau terbit di harian kompas mengenai simplicity. Yaps simple! Anak muda sekarang gayanya suka di ribet-in. Bener gak ?
 
Suka pakai pakaian yang ribet, asesories sana dan sini, bawa barang banyaak. Ribet deh. Kalau pake gadget, semua dan segala alat bantunya baik itu charger, power bank,  fish eye, lensa ini itu, tongsis dll Semua dibawa tiap hari. Yaa ga masalah kalau semua nya dipake, tapi kalo enggak. Yaa ribet kan, mubazir. And then, saya mengalaminya. Suka ribet kalau urusan buku. Kemana – mana bawa buku ini itu, padahal belum tentu di pake pas lagi belajar, alhasil sakit punggung karena tasnya berat. Ditimbang sama beratnya bawa beras sekarung. T_T Kebayang masa depan kita jadi sakit tulang. Gaaa bangetts!

Tulisan ini selain sharing juga tamparan buat diri kita khususnya saya untuk belajar berpikir lebih sederhana, simple, singkat, ga ribet dan jelimet.
 
Saya inget kata – kata pak Hermawan Kertajaya, pakar marketing dunia yang kemarin baru – baru aja datang ke Pekanbaru ngisi dalam event Indonesia Marketeers Festival 2016

“Saya gak ngerti kenapa pak Philip Kotler suka banget ngajak saya nulis bareng buku marketing, padahal saya ga mahir bahasa inggris tapi dia seneng. Akhirnya saya nanya kenapa dia mau bareng terus sama saya, bapak itu bilang kalau pak hermawan itu orangnya easy, pikirannya simple, dan bisa menyederhanakan yang susah jadi mudah dimengerti, saya ga bisa.. makanya saya butuh orang kayak pak hermawan,”

Jleeb, itu. Orang – orang yang di cari di jaman sekarang ya gitu orang – orang yang berpikir simpel tapi kena. Mudah di mengerti, dan predictable ( menurut buku Self Driving Prof Rhenaldi Kasali), jadi pemimpin predictable itu mudah dipahami oleh para followersnya, ga labil gitu. Nah, untuk menyederhanakan sesuatu itu ga mudah. Kita harus kerja keras dan memiliki wawasan luas sehingga bisa menangani berbagai permasalahan dan juga memahami suatu hal dengan mudah dan praktis.

Albert Einstein  pernah bilang 
“Menyederhanakan sebuah pengetahuan itu membutuhkan kerja keras,”

Perlu kerja keras untuk membuat hal menjadi sederhana misalnya ketika mengungkapkan tentang konsep penelitian yang sedang diteliti kepada para penguji dan pembimbing supaya judul dan penelitiannya ga diganti. Ini case saya banget, apalagi di era globalisasi banyak istilah  - istilah baru yang muncul. Saya pun belajar di paling dasarnya supaya bisa memahami akar akarnya pengetahuan yang pas untuk penelitian yang saya sedang laksanakan.

Bayangin sekarang kalau ga ada internet, bayangkan ga ada telepon. Semua penemuan – penemuan yang hadir sekarang itu menyederhakan sesuatu. Dulu kita kirim surat berbulan – bulan dan berminggu – minggu cuman kasih kabar singkat banget. Nah sekarang, sampe ujung kulon atau ujung dunia ini kalau ada koneksi internet dan sinyal terus juga handphone atau PC yang bisa nyala, kita bisa kasih kabar apa aja dalam hitungan detik.

Penemuan yang menyederhanakan waktu kan ?
Penemuan pesawat, alat transportasi lain. Itu juga menyederhakan kerja kita kan. Semua perubahan – perubahan yang ada sebagian besar bertujuan menyederhanakan sesuatu. Menguraikan benang kusut menjadi lurus. Alias menyelesaikan masalah. Nah kalo pikiran kita udah ribet dan ruwet, berarti pikiran kita lagi bermasalah. Kepribadian bermasalah, dan cara menyelesaikannya ya kita berpikir untuk memperbaiki diri membiasakan berpikir lebih sederhana dan simpel.

Note : Buat kamu yang mau qoute keren tentang berpikir simpel dan kreatif, kunjungi link ini https://blog.slideshare.net/2014/07/14/the-art-of-simplicity


Make a change, think simplicity!
Semangat berkarya !

Share
Tweet
Pin
Share
1 comments


Sebenarnya banyak sekali yang ingin saya tulis belakangan ini. Sampai penuh dan bingung hal mana satu yang ingin di tuliskan. Berhubung saat sedang dalam penggarapan naskah dan mendapatkan tugas editing naskah. Saya sedikit kelimpungan. *Akibat tidak fokus T.T maafkan saya*
Ide ini saya dapatkan dari seorang psikolog keren ditengah perbincangan, makan siang bareng ketika saya berada dalam internship di salah satu rumah sakit di pekanbaru. Kebetulan mba keren ini merupakan alumni Universitas Padjajaran yang menjadi salah satu list target sasaran untuk saya kuliah lanjut kelak hehe.
Perawakannya yang imut - imut saya jadi ngerasa seumuran, padahal doi udah pantes banget jadi dosen, soalnya udah gelar master nih. Tapi belum sempat nanya masih single atau enggak lagi hehe.. Maaf permirsa. Panggil saja mba Mifta. Beliau waktu itu juga pembicara dalam seminar parenting nasional yang kebetulan kerjasama dengan tempat saya internship bersama kak Sinyo Egie dan kak Kusuma dari Yayasan Peduli Sahabat. Mereka para penggiat sosial yang menanggani masalah masa depan, baik itu hal - hal parenting, pendidikan, dan juga membantu secara moril orang - orang penggidap HIV/AIDS. Buku - bukunya terkenal loh.

Balik lagi ke cerita kak Mifta. Waktu itu ia nanya - nanya tentang kegiatan saya, terutama ketika ia melihat stiker Forum Indonesia Muda. Dia begitu apresiasi. Saya jadi heran. Ternyata pesona FIM itu dimana - mana ya. Hehe
Dia bilang gini, 
"Kamu tahu gak mel, kamu pasti nyaman kan disana ? (read : dalam Forum Indonesia Muda)" Saya pun mengangguk
"Hal yang beda di forum forum gitu dan forum forum positif lain, ketika kamu gabung itu kamu mendapatkan apresiasi. Dalam psikologi lingkungan positif kayak gini yang bikin orang - orang itu berkembang menjadi lebih baik," saya pun menyimak.
"Semakin sering kumpul dengan orang - orang positif dan mengapresiasi apa yang kita lakukan, semakin giat kita dan produktif kita menghasilkan karya. Bukan hanya karna pujian, tapi ada bentuk rasa terimakasih, apresiasi karya dalam bentuk komentar, perhatian, partisipatif, hal yang kayak gini yang harus dipertahankan,"

Saya sangat mengingat pesan mba psikolog cantik ini. Ini jadi catatan buat kita para penggiat komunitas, perkumpulan, dan teman - teman terdekat. Budaya apresiasi dukungan itu sangat berpengaruh untuk kehidupan kita dan teman - teman kita.

Kali ini ga jamannya, mengomentari pedas atau menjatuhkan mimpi - mimpi. Ingat gak ? Masih banyak barangkali teman - teman kita yang suka banget meremehkan apa yang kita lakukan.
"Ihh apaan sih, yakin tu?"
"Bikin - bikin gituaan, emang bisa jadi kenyataan?"

Masih banyak ribuaan komentar lain yang sering kali membuat kita jatuh. Ada kalanya komentar itu juga membuat kita bangkit menunjukkan kemustahilan apa yang dikatakan orang lain. Harapan - harapan negatif orang lain akan diri kita.
Saya ingat ada qoute yang menginspirasi seperti ini, 

"Lebih baik menciptakan sesuatu yang dikritik oranglain daripada sibuk mengkritik oranglain dan tak melakukan sesuatu"
- Ricky Gervais -
Saat ini jamannya berkolaborasi, gotong royong untuk membuat sesuatu lebih mudah. Mengubah semua "keluhan - keluhan" kita menjadi sebuah solusi yang nyata. Mengapresiasi segala bentuk kebaikan atas sebuah problem yang harus dipecahkan salah satu hal yang membuat sesuatu lebih cepat bertumbuh.

Bantulah teman - teman kita dan orang di sekitar kita untuk semakin bertumbuh dan menjadi orang yang lebih baik lagi. 
Tapi tentu dimulai dari diri kita yang mengapresiasi apapun yang kita lakukan, pencapaian - pencapaian kecil yang sudah kita lakukan.

Selamat mengapresiasi ! Selamat bertumbuh!

----------------------------------
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

"Be a good listener, your ears will never get in you trouble" (Frank Tyger)
Tulisan yang sudah lama sekali ingin saya tulis. Ini nasehat untuk kita dan diri saya sendiri. Sudah lama rasanya merasakan bahwa intensitas menulis saya sedujut berkurang di blog ini lebih dari biasanya, walaupun saya menulis di beberapa blog dan media lain. Tapi ada kekecewaan sendiri sih pada diri saya terkhusus untuk blog ini. Mohon doanya device saya dalam keadaan baik sehingga bisa terus menerusnya kegiatan berbagi sedikit melalui tulisan -tulisan sederhana ini.

Menurut saya, mendengar adalah kemampuan istimewa. Kemampuan kita menurunkan ego untuk mengetahui oranglain, untuk mengetahui hal baru. Anehnya, kita seringkali tidak sadar kalau kita lebih suka berbicara ketimbang mendengar benar gak ?
Walaupun dalam data yang saya dapatkan dari 70% aktivitas komunikasi kita dalam kehidupan yang 45% nya mendengar lebih tinggi ketimbang berbicara. Tapi banyak dari kita yang memang mendengar tapi bukan menjadi pendengar yang baik.

Apalagi era gadget seperti ini. Saya sendiri pengalaman di tegur oleh kawan lama (senior) karena tak lepas memandangi handphone karena saya takut ada urusan info dadakan datang ketika ketemuan. Itu jleb banget! Di saat kita ketemu kawan jauh - jauh, susah ketemu dan berkomunikasi, giliran dikasih momen malah diabaikan. Duh ga banget deh saya kala itu. Saya berjanji dalam hati untuk lebih memperhatikan. 
Itu salah satu contoh, bahwa kita perlu dan wajib menjadi seorang pendengar yang baik.
Kenapa ?
Semua berpengalaman dari saya yang dulunya sangat sulit menjadi seorang pendengar, sulit mendengarkan dengan seksama. Sulit mencerna sehingga seringkali lawan bicara menjadi kecewa pada akhirnya. Saya juga berbicara tak berjeda, kecepatan diatas rata-rata. Namun bukan berarti sekarang sudah berubah drastis, tapi dalam proses untuk memperbaiki hal yang ga baik ini. Termasuk memberi waktu kepada orang yang kita cintai untuk bercerita, yakni orangtua kita.
Saya sulit sekali memberi waktu kala itu. Seperti remaja pada umumnya yang masing ‘ego’ tak peduli, dan hal lainnya. Beriring waktu dan sadar saya mencoba untuk berusaha menjadi pendengar yang baik. Menyiapkan telinga untuk orang lain yang perlu kita apresiasi, dukung, dan juga perhatikan. Lalu apa yang kita dapatkan ?
Cahaya ! Saya menemukan cahaya !

Saya menemukan banyak cahaya dari siapapun yang berbicara. Sejak saat itu saya percaya bahwa setiap manusia memiliki cahayanya. Cahaya yang menuntun oranglain ke arah yang lebih baik, cahaya yang bisa jadi membuat kita bahagia karena leluconnya, cahaya yang barangkali membuat kita belajar dari segala kegagalan atau kesedihan yang ia alami.
Setiap orang itu memiliki cahaya, sekalipun ia orang tua yang baru kita temui sore tadi yang tidak kita kenal. Sekalipun ia preman yang ditakuti oleh banyak orang, sekalipun ia orang yang sering diabaikan. Semua memiliki pelajaran dan itu bernilai.
Seringkali kita mengkotak - kotakan orang sehingga mengabaikan banyak hal dan melewatkan hal baik dari seseorang. Tak ada yang tak berarti tentunya.

Kita akan menyadari hal itu, ketika kita senantiasa memposisikan diri kita sebagai seorang pendengar yang baik. Itu makanya telinga kita diciptakan sepasang, karena Tuhan mengingatkan kita untuk mendengar lebih banyak, belajar lebih banyak. Indra yang disediakan Tuhan untuk mendapatkan ilmu, menemukan hikmah.

Ada empat cara menumbuhkan keterampilan kita mendengarkan secara efektif: Door Openers, dorongan minimal, frekuensi pertanyaan, dan diam penuh perhatian. Lengkapnya teman - teman bisa cari tahu di beberapa buku psikologi.

Dari referensi yang saya baca, diam itu bisa menjadi kekuatan powerful untuk orang yang sedang dalam keadaan emosi yang intens. Pernah ketemu momen kita diam sejenak, tidak ada kata - kata, namun kita mengerti akan situasi dan suasana. Diam melatih kita untuk lebih peka akan situasi, jika belum bisa melatih itu kita bisa melatihnya untuk berbicara berlahan. (referensi yang saya dapatkan dari makalah mahasiswa psikologi)

Menjadi pendengar yang baik tentu feedback kebaikan akan hadir kepada diri kita juga. Bukan hanya kita mendapatkan cahaya dan ilmu baru dari orang yang kita dengarkan, tapi juga dilain kesempatan kita menjadi sosok yang di dengar untuk bercahaya bagi orang lain. 
InsyaAllah ...

“Most people do not listen with the intent to understand, they listen with the intent to reply”- Stephen Covey


-----------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca 

Keep Inspiring!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kali ini saya merasa sedih tidak dapat memenuhi target memposting beberapa tulisan dalam hitungan bulan. Mengingat ada kerusakan device yang menyebabkan beberapa tulisan menganggur untuk diselesaikan.

Lalu tulisan ini menurut saya penting untuk disegerakan, karena takut idenya lenyap ditelan waktu. Kebiasaan saya “pelupa”.

Beberapa minggu saya internship saya menyadari pentingnya sebuah sikap. Sikap adalah masa depan.Why ? Saya masih ingat pelajaran kampus beberapa semester lalu pada matakuliah psikologi komunikasi dan teori komunikasi. Banyak sekali teori ini yang menjelaskan tentang esesnsi sikap, pengertian, dan maksudnya. Sikap adalah sebuah kecenderungan, sedangkan perilaku adalah actionnya.

Sikap menurut saya juga bicara niat, kecenderungan berpihak, berprinsip. Ingat tidak pembelajaran budi pekerti jaman sekolah dasar ? Nilai - nilai sikap menjadi hal utama, bagaimana bersikap pada orangtua, pada guru, dan oranglain. Sederhana sih?

Tapi saya merasa sikap itu penentu kesuksesan kita. Sikap itu bukan hanya menggambarkan diri kita di masa depan, tapi sebuah kunci jalur untuk menentukan arah yang tepat menuju kesuksesan di masa akan datang.
Banyak orang sudah hebat, baik itu tahta, kepemilikian harta, dan beberapa hal yang melambangkan kesuksesannya tapi ia menjadi gagal di kemudian hari karena sikap.
That’s ! Misalnya sikap tidak jujur atau sikap egois.

Yuhuu, lebih kurang yang saya maksud karakter. Kalau bahas karakter lebih luas lagi melainkan sudah mendarah daging didalam diri kita, yakni watak.
Tapi sikap itu sesuatu yang spontanitas hadir ketika saat-saat tertentu. Sikap itu memiliki beberapa komponen yaitu kesadaraan, perasaan, dan perilaku.
Sedangkan karakter sifat batin yang mempengaruhi segala pikiran, perasaan, dan hidup kita yang kemudian timbul menjadi sebuah identitas.
Ingat tidak Thomas Alva Edison yang mengatakan hanya 1% sumbangsih kesuksesan, sedangkan kerja keras dan usaha 99%. Bukankah kerja keras itu sebuah sikap diri ?

Sikap dan karakter ini komponen penting meraih sebuah pencapaian. Perlu diingat, tiap manusia tentu memiliki ketidak sempurnaan akan hal ini karena keberagaman pola pikir, perasaan, kebiasaan. Ini yang seringkali menjadi gesekan diantara kita.
Walaupun begitu, kita sedari dulu diminta untuk senantiasa bersikap dan membudayakan karakter baik. Agama kita mengajarkan kita untuk tiap hari kita belajar untuk terus memperbaiki diri kan ?

Begitu juga kesempatan - kesempatan yang berlalu begitu saja dihadapan kita karena kita salah bersikap. Kita mengabaikan, atau sikap kita membuat peluang - peluang itu menjauh. 
Maka dari itu, mulai dari sekarang kita mulai mengevaluasi bagaimana sikap kita terhadap apapun yang hadir di hidup kita. 
Jangan sampai sikap susah senyum, sikap ketus bikin kita ga jadi ketemu jodoh.#eh
Hmm, selain itu bisa saja rejeki, teman baru, proyek baru hilang husssh.. ga keliatan karena hal kecciiil banget dari sikap kita yang ga baik itu. Seharusnya dua tahun akan datang kita mungkin mendapatkan hal luarbiasa, jadi gagal deh.

Yuk perbaiki sikap, perbaiki masa depan kita :D


----------

Semoga menginspirasi :)

Yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Share
Tweet
Pin
Share
No comments



Waah, judulnya nyindir aku banget !?! *teriak beberapa sosok dibelakang sana.
Ini judul bener gak sih?!?

Ini fenomena yang jadi pengamatan unik bagi saya. Bukan maksud sok idealis, atau sok – sok nasehat gitu. Tapi cuman ingin saling berbagi dan merenung apa yang kita kebanyakan lakukan saat ini. Saya jadi ingat dosen saya semester awal yang mengajar bahasa arab. Beliau adalah dosen terbang yang punya profesi translator bahasa arab di salah satu koran harian yang ada di kota saya. Dia cerita ketika ia studi di negeri arab bagaimana anak muda nya menghabiskan uang koceknya untuk membeli koran ketimbang makanan. Beliau juga cerita, tingginya tingkat konsumsi bacaaan pemuda pemuda di negeri arab. 

Sebelum adanya media online, koran – koran, dan majalah habis terjual sebelum siang menjelang, bahkan ada edisi pagi, siang dan malam. “Kondisinya gak seperti di Indonesia, tanpa penjual koran itu teriak – teriak menjajakan korannya, di tempat saya dulu (Maroko) semuanya sudah habis ludes, penjual koran itu hanya duduk menjaga dagangannya tanpa menghabiskan banyak energy,” cerita pak dosen saya itu.
Fenomena yang begitu jaaaauhhh sekali di negeri kita. Gak usah jauh – jauh kita liat teman – teman kita, bahkan mungkin diri kita sendiri. Kita sering lebih mengutamakan isi perut ketimbang isi otak kan ?

“duh boro – boro guee beli buku ini …uang jajan gue aja gak cukup buat nambel isi perut seminggu,”

“Duh bro, lebih nyata beli bakwan deh aku akan kenyang kalau makan bakwan, kalau aku beli koran kan ga bisa dimakan,”

Oke fine! ilustrasi percakapan di atas adalah beberapa contoh yang mungkin ada atau gak ada. Tapi ini real sih, bahkan tamparan keras buat diri sendiri.
Kita sering lebih protes dan mikir ikut apa enggak 1000x, kalau ada tiket seminar yang pembahasannya “kita” banget tapi bagi kita mahal, ketimbang protes harga steak enak yang baru buka di kafe sebelah.

Gak pernah protes kalau ada restoran terkenal yang naikin harga makanan, ketimbang sesuatu hal yang berkaitan dengan isi kepala kita kayak buku, uang sekolah, yang mungkin ga banyak naiknya, hanya beberapa ratus perak sajaa (note : ini khusus buat temen – temen yang mampu, dan masih bisa jajan ke kafe dan nongki – nongki)

Lalu inilah yang terjadi, sebagian besar dampak atau kecilnya di kota saya. Saya gak tahu fenomena ini apa juga terjadi di kota keren lainnya. Gak jarang saya dan beberapa teman yang suka bikin acara, baik besar ataupun sekala kecil. Baik berbayar atau gratis melihat langsung fenomena ini. Tidak jauh beda sepinya forum – forum tersebut walaupun beda momen, beda harga, beda pengisi dan suasana. 
Ada pandangan ketika bikin event ‘gratis’ sering dikira kualitas acaranya ‘gratisan’. 
Tak jarang beberapa orang meremehkan. Lalu, ketika event dibikin ‘berbayar’ pun sering mikir dua kali buat ikutan. Jadi maunya apa ? “curahan hati panitia yang terabaikan”. Tapi anehnya, ini ga dialamin buat acara kita nongki ama kopi – kopi bareng di kafe – kafe, yang gak pake acara janjian atau nyebar poster dan publikasi kemana – mana, bahkan dadakan kita jabanin buat gak ketinggalan.

Budaya menghargai yang kurang banget sama ilmu pengetahuan inilah, yang bikin kita jadi bangsa yang maaf ‘telmi’. Lalu fenomena ini mengakar dan menjalar ke segala aspek kehidupan, sampai banyak orang – orang hebat di negeri kita di mata dunia akhirnya beralih untuk mengabdikan diri di negara lain, karena kurangnya penghargaan ini.

Ini budaya pembodohan yang tidak kita sadari terutama buat kita sendiri. Liat gak sih, ada sebuah institusi pendidikan kita yang membakar dan membuang hasil riset siswanya untuk di-jual kiloan. Miris banget liatnya, tidak berharga banget kayaknya yang mereka lakukan yang niatnya belajar nuntut ‘ilmu’ katanya. Walaupun secara jelas dan real, bahwa gelar – gelar yang menjadi tujuan pendidikan kita saat ini.

Virus epidemi ini menjalar di anak – anak perkotaan yang notabene banyak tempat tongkrongan. Masjid makin sepi, tempat menuntut ilmu makin ditinggalkan, mau balik ke jaman meganthropus kah kita ? 
Buta huruf, buta aksara, apa buta masa depan ?

Indonesia mengalami bonus demografi, tapi bagaimana bila bonus demografi yang kita harapkan itu bisa membantu Indonesia lebih baik tapi malah membebankan negeri kita dengan sikap kita yang menuntut dihargai, tapi kita sendiri tak pernah menghargai diri kita. Terutama isi otak kita.

Pendidikan di negara kita mengajarkan kita meng-cecoki kita ilmu, menyuapinya seperti bayi yang tidak paham apa – apa lalu dibentuk berpikiran sama, seperti kita nyelipin memory card ke handphone, atau robot yang di setting bertindak sama. Sampai pola hidup kita sama saja, lahir, besar, sekolah SD – SMA, kuliah, kerja, nikah, punya anak, pensiun, dan menunggu waktu tiba.

Egois gak sih hidup kita begitu ? Rasanya gak ada oranglain yang ada di tahapan hidup kita.

Saya sebagai seorang yang sering jadi pembantu acara – acara (biasanya memang begitu), hanya ingin berpesan agar kita gak menyesal di kemudian hari. Memprioritaskan yang barangkali sepele di mata kita, padahal sangat berarti bagi orang lain atau bahkan penting untuk diri kita tapi kita ga pernah peduli akan hal itu.

Lalu dalam ilustrasi ada orang dibelakang yang nyeletuk, “ini apaan sih tulisannya kok ngurusin hidup orang sih, terserah akuh dong mau pakai uang ini buat jajan atau beli apa, itu suka – suka dong,” 
Lalu saya pun hanya mengingatkan hadits ini, 
Tidak bergeser kaki seorang hamba sehingga ia akan ditanya tentang empat perkara (yaitu):(1) Tentang umurnya untuk apa ia habiskan?; (2) Tentang ilmunya untuk apa ia amalkan?; (3)Tentang hartanya darimana ia dapatkan dan kemana ia belanjakan?; dan  (4) Tentang badannya untuk apa ia gunakan?
(HR At-Tirmidzî)
Tulisan diatas murni hanya ingin membuka cakrawala kita, atas apa yang seringkali menjadi prioritas dalam hidup kita. Apa hal – hal yang mendominasi hidup kita dan yang menyita waktu kita. Bukan diri menjadi sosok yang baik, tapi kita sadar memiliki tugas untuk saling mengingatkan dalam kebaikan bukan ?

Semoga saya tak terlambat untuk kita saling mengingatkan 

---------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

ABOUT ME




Hi, I'm Melati Octavia

Welcome Readers! I'm in love with books, creativity, and think about people. This is my journal and story of my life!
Happy Reading!

Read More>

Follow Us

  • LinkedIn
  • Youtube
  • Facebook
  • Twitter
  • Pinterest
  • Instagram

Labels

Artikel Choice community development Self Improvement Self Reminder Tulisan Young Mindset

My Pageview

Melati's books

Menulis: Tradisi Intelektual Muslim
Indonesia Mengajar
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
Harry Potter and the Prisoner of Azkaban
Harry Potter and the Deathly Hallows
Harry Potter and the Goblet of Fire
Harry Potter and the Half-Blood Prince
Harry Potter and the Chamber of Secrets
Harry Potter and the Order of the Phoenix
The Tales of Beedle the Bard
25 Curhat Calon Penulis Beken
7 Keajaiban Rezeki
Dasar-Dasar Menulis Karya Ilmiah
Notes from Qatar 2
Kuliah Tauhid
99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa
Habibie & Ainun
Summer Breeze: Cinta Nggak Pernah Salah
Menyimak Kicau Merajut Makna
Berani Mengubah


Melati Octavia's favorite books »

Blog Archive

  • ▼  2022 (14)
    • ▼  November (1)
      • Aksi Nyata Untuk Transisi Energi di Masa Depan
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2021 (13)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2020 (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2019 (13)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2018 (27)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2017 (15)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2016 (37)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2015 (53)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (9)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2013 (3)
    • ►  Oktober (3)
  • ►  2012 (10)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2011 (3)
    • ►  Desember (3)

Mels Journal Podcast

Melati Octavia's Intellifluence Influencer Badge

Banner Bloggercrony

Facebook Twitter Instagram Pinterest Bloglovin

Created with by BeautyTemplates