Melati Octavia Journal

Diberdayakan oleh Blogger.
Facebook Twitter Pinterest LinkedIn
  • Home
  • About Me
  • Disclosure
  • Story of Me
    • My Experience
    • Startup & Digital Life
    • Ngobrolin Passion
      • Talk Of Design
      • Writing Tips
      • Ngobrol Marketing
      • (NEW) Eco Lifestyle
    • Traveling Story
    • Diskon & Referral
  • This Is My Mind
    • Sudut Pandang
    • Boost Yourself
      • Young Mindset
      • Self Improvement
      • Career Talks
    • Review
    • My Project
      • Kongkow Nulis
      • Skill20
      • #ThinkMe
      • Codea Labs
    • Rubrik Seru
      • Date With Book
      • Movie Session
      • Bahas Bisnis
      • Road To Beauty
      • Eat With Me
      • Community Talks
      • Financial Talks
  • Contact Me
    • As Blogger
    • As Freelancer


 
 
 
 

Sudah lama banget ga cerita – cerita seru di blog ini dengan pemikiran pribadi. Di tengah berbagai hal baru yang diriku alami. Akhirnya mencoba lagi menulis hal bertema demikian di tengah keadaan diri yang sempat kehilangan minat melakukan apapun. Jadi rindu banget waktu 2016 lalu Ketika banyak tulisan – tulisan seputar pemikiranku rilis di blog ini.
 
Oke mari kita mulai, sebelum menjawab pertanyaan diatas. Diriku mau kasih gambaran sedikit tentang keadaan digital saat ini. Jadi sebenarnya trigger dari judul diatas adalah fenomena banyaknya edtech baru yang akhirnya menjamur. Serius banyak banget. Sampe kita kayaknya bondong – bondong ikutan kelas online sana sini. Semua itu dimulai ketika pemerintah meluncurkan program prakerja, kemudian berlanjut dengan kampus merdeka, dan juga kelas online yang sudah dipahami oleh masyarakat kita karena kebijakan PPKM.
 
Awal – awalnya mungkin masih bisa kita kenali, seperti ruangguru yang kemudian meluncurkan Skillacademy. Kemudian maubelajarapa, yang mana aku juga sekarang baru menjadi bagian tim mereka. Ada juga Binar Academy, Glints, dan kian bertambah dari waktu ke waktu. Program yang ditawarkan juga banyak dan beragam. Ada sistem belajar online, mentoring, coaching, berbentuk rekaman video, dan juga bootcamp yang saat ini sangat popular. Setiap ed tech (education technology) peningkatan skill benar – benar membuat promosi bootcamp besar – besaran mulai dari harga Rp 500.000 sampe harga yang sangat fantastis yaitu belasan hingga puluhan juta.
 
Kok bisa sampai puluhan juta? Banyak yang mengambil program bootcamp ini, dengan harapan adanya bimbingan dari para mentor yang dianggap sudah mumpuni di bidangnya. Selain itu jaminan job connector atau penempatan kerja di perusahaan besar. Bahkan dijanjikan mendapatkan gaji cukup fantastis.
 
Fenomena ini jadi ngingetin diriku sama viralnya semua produk yang memiliki relevansi dengan identitas muslim, seperti hijab, kosmetik halal wardah dll, di saat itu banyak bisnis fashion berlomba – lomba membuat brand fashionnya sendiri. Selanjutnya menjamur brand perawatan kecantikan dan skincare yang pilihannya makin beragam, sampe pusing sendiri sih diriku. Semua itu masih kita rasakan hingga sekarang nuansanya.
 
Tapi balik lagi, bisa saja fenomena ramai belajar ini mungkin hanya relevan bagi anak – anak millennials, Gen Z saja. Dibandingkan generasi – generasi lainnya. Jadi apa bener kita jadi candu belajar? Teman – teman bisa jawab sendiri, kenapa sih rajin ikut kelas – kelas online ? Apa yang pengen dicapai sih?
 
Baca Juga : Nulis Bermanfaat, Nulis Bermartabat
 
Sejak influencer di bidang pendidikan makin terdepan, mengubah cara pandang “belajar” di Indonesia menjadi sesuatu yang keren. Jujur seneng banget sih, menjadi pintar atau dianggap pintar menjadi sesuatu yang dikejar banyak orang. FOMO? Iya bagian dari itu. Tapi kalo FOMO nya hal yang baik menurutku itu perlu dibudidayakan sih ya. Inget gak? Momentum Maudy Ayunda yang berbincang bersama Mba Najwa Shihab yang bilang “kita suka banget belajar dan ujian”, dengan tawa yang jenaka di sebuah video youtube yang ditonton jutaan orang itu. Orang – orang berpengaruh seperti itu benar – benar membuat statement yang sangat mengubah sebagian besar masyarakat kita. Publik pasti bertanya – tanya “ Kenapa ya mereka suka? Kenapa ya aku ga sesuka mereka?” *ini netijennya adalah aku. Hahahah.
 
Publik pun dihantam fakta kompetisi menjadi sukses saat ini benar – benar mengocek emosional. Maudy Ayunda contohnya, sosok yang menjadi panutan karena pendidikannya berkuliah di dua universitas terbaik dunia. Bisa dibilang sulit ditembus masyarakat kita. Ia jadi sebuah standar yang sering dijadikan bahan komentar netijen “Kasian ya tetangganya maudy ayunda” dengan arti bahwa setiap orang tua menjadikan maudy ayunda menjadi contoh anak yang sukses dan dapat dibanggakan, dan dibandingkan untuk jadi bahan motivasi anaknya agar sukses seperti dia. Hayo siapa yang dibanding – bandingin? *puter lagu farel.

 
Belum lagi kehadiran Jerome Polin yang membuat citra anak – anak pinter berbalik 100% yang dulunya dianggap nerd, tidak seru, sangat serius, tidak pandai berbicara, bahkan tidak keren. Jadi sesuatu yang, wah ternyata jadi orang pinter itu ga melulu punya karakter seperti itu. Jerome membuat citra belajar adalah sesuatu yang keren yang harus diadaptasi dan dicontoh.
 
Sayangnya percepatan minat akan belajar ini, tidak seiring menurutku dengan akses pembelajaran dan pendidikan sekolah formal. Diriku merasa banyak kurikulum baik itu sekolah ataupun jenjang perguruan tinggi masih jauh sekali tertinggal untuk bisa adaptif dengan kebutuhan pasar kerja saat ini. Ga jauh – jauh soal saya lulusan Ilmu Komunikasi. Mungkin secara fundamental saya banyak dapatkan banyak ilmu di dunia kampus. Tapi secara implementatif yang siap menghadapi kompetisi ini, sulit kalo tidak bergerak di saat masih kuliah. 
 
Kegiatan magang dan organisasi benar-benar membantu mengembangkan diri. Syukurnya, sejak pandemi. Transformasi itu pelan – pelan mulai digerakkan, seperti kampus merdeka juga praktisi mengajar. Kadang ngerasa nih diriku yang lulus >5 tahun lalu, wah bener – bener beruntung ya teman – teman gen z saat ini dengan kesempatan yang ada. Tidak seperti diriku dulu dapat info internship atau part time dari koran lokal atau relasi organisasi hihi.

Diriku sih berharap, pergeseran mindset soal kegiatan belajar menjadi sesuatu “hal baik” ini adalah harapan buat generasi kita lebih memaknai belajar adalah kebutuhan dan juga fitrah sebagai manusia yang “menjadi manusia” karena belajar. Walaupun diawali niat yang tren dahulu, kedepannya semoga esensi belajar dan menjadi manusia beradab, *tugas selanjutnya kita nih* benar – benar tertumbuh di diri setiap insan anak negeri. (wadaw bahasanya dalem banget)
 
Baca Juga : Catch Your Dream Jobs
 
Tapi sekedar saran bagi teman – teman yang ketemu tulisan ini, atau emang sengaja baca. Ada beberapa pemikiran yang mungkin bisa jadi bahan renungan untuk menyikapi apa yang yang terjadi. Nasehatnya untuk diriku juga.

1.    Tetapkan Goals  (Tujuan)

Ketika kita punya goals spesifik akan mudah kita memantau bagaimana kita berkembang dalam belajar dan bertumbuh. Walau mungkin di tengah jalan ketemu momen, “duh aku kok ga berhasil – hasil ya di jalan ini apa bener ini jalan hidupku” Aku pun juga pernah di momen ini. Bahkan baru terjadi beberapa bulan lalu. Semua itu bisa jadi karena kita sedang dalam keadaan ego yang tidak stabil. Bisa juga ngerasa punya capaian yang mungkin terlalu lebar untuk kita melangkah. Tetapkan tujuan sederhana dengan poin – poin kecil yang bisa kita capai satu per-satu.

Semisalnya ingin ambil kelas belajar digital marketing, tapi mungkin kita di ranah pekerjaan berbeda. Tapi karena ngerasa, kok aku gini – gini aja ya apa ambil kesempatan ini. Lagi – lagi pikirkan dulu. Apa bener mau switch karir? Pengorbanan apa yang dilakukan? Biaya dan resiko apa yang didapatkan. Baca peluangnya dan coba pahami diri sendiri lebih dalam lagi.

2.    Stop Membandingkan


Jadi inget lagu yang viral belakangan ini, lagu Ojo dibanding bandingke. Bener – bener relevan lagunya sama keadaan kita yang sekarang hobi banding – banding dan juga jadi kaum mendang-mending. Jujur, bener – bener capek ketika kita hidup dalam ranah banding – banding.

Baik dari skala sukses belajar, mungkin pencapaian kepemilikian, atau juga karir dan keluarga. Inget aja kalo kita punya dunia yang berbeda dengan jalan hidup dan garis perjuangan yang berbeda.


3.    Pelan – Pelan Aja

Bagi orang perfeksionis atau juga orang yang rasanya buru – buru mau cepat sukses dan kaya raya. Kita kayak memaksakan banyak hal. Hidup hustle culture *ini reminder buat aku hiks atau memaksakan segala sesuatu berjalan sempurna.

BIasanya aku afirmasi diri kalo udah mulai tu, kena virus buru – burunya trus menyalahkan diri kalo ga bisa menyelesaikan masalah, menghadapi masalah, atau ga mengerjakan pekerjaan sempurna. Coba katakan ini “pelan pelan yuk diri ini, ga semuanya instan dapat terwujud, ada proses yang mungkin harus dilewati. Sabar yuk menghadapinya”

Baca Juga : Kebiasaan Baik, Capai Impianmu

4.    Jangan Dengki

Salah satu penyakit hati itu adalah dengki. Apa aja tanda – tandanya kalau sudah terjangkit? Kita ga senang dengan kesuksesan orang lain. Kita ga rela orang lain sukses, kita berusaha mencari celah mereka untuk menutupi kekurangan kita bahkan dengan ingin menjatuhkannya.

Kalau ada hawa seperti ini, tandanya kita udah terjangkit sama penyakit ini. Pelan – pelan yuk perbaiki diri agar ga timbul perasaan seperti ini.

5.    Cari Teman Bertumbuh

Ga semua teman itu bikin kita bertumbuh. Malah mungkin kita ga sadar, kita di tempat yang sama gitu aja dalam jangka waktu yang lama tanpa ada perubahan yang berarti. Itu tandanya kita perlu mengembangkan pertemanan.

Lebih bahaya lagi kalau malah ketemu teman yang bikin kita jadi rendah diri, ga berkembang, atau malah sering bikin kita down. Carilah teman yang selalu mendukung dan juga menasehati kamu kalo udah kelewat jalur ga tidak semestinya. Lebih seru lagi, cari teman yang mau sama sama bertumbuh dan belajar bareng. Mantep banget tu belajarnya makin semangat.

Jadi beneran orang – orang lagi candu belajar? Apakah kamu termasuk orang – orang yang ikut semangat dengan fenomena ini untuk senantiasa belajar. Sharing di komentar yuk!

 
 

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

 

Haloo, sudah lama sekali ya diriku ga menulis di blog kesayangan ini. Terakhir kali itu ya karena ada event yang mengharuskan menulis. Saya ikut menyesal nih. Maafkan yaa! Jujur sejak beraktivitas sebagai tim content. Saya terkadang terlarut riset sana sini untuk improving akun konten kantor ketimbang diri sendiri. Duh mel si cari alasan, ya kadang ada beberapa hal di hidup kita yang harus di korbankan tentunya.

Tapi tenang, diriku tetap aktif melakukan postingan receh dan juga menyampaikan pemikiran di akun instagram diriku. Walau kadang kurang penting. Sesekali serius, tapi diriku ga tahu apa para warganet di sana ikut memahaminya. Wah jadi curhat ya! Hmm, banyak kejadian dari tahun lalu hingga tanpa sadar. Di tahun 2020 sudah berjalan 8 (delapan) bulan, dimana tinggal 4 (empat) bulan lagi menuju 2021. Cepatt sekali berlalu! Banyak merasa diantaranya belum melakukan apa - apa di tahun ini. Pandemi yang merebak ke seluruh dunia di akhir Januari, hingga saat ini membuat kita semua harus terjebak dengan kebiasaan baru yang tentunya bikin stress semua orang di dunia. Termasuk judul kali ini, #DirumahAja atau #StayAtHome. Semua orang harus mengatur ulang konsep bisnis, bersekolah, konsumsi, dan segala kegiatan sosial lain di muka bumi. Yaps! Di muka bumi. 
 
Apalagi manusia adalah makhluk sosial. Digital, jujur  saja menurut diriku benar- benar membantu kita di saat seperti ini. Tetap bekerja dalam mode #WorkFromHome dan jadi #RemoteWorker. Saya sedikit banyak sangat bersyukur, bekerja dalam perusahaan teknologi dan digitalisasi sehingga tak perlu kesulitan shifting dalam pola kerja demikian. Tapi bagaimana yang di tempat lain ya. Itu PR besar buat kita semua.

Hal yang benar - benar berpengaruh dalam hidup kita adalah shifting gaya hidup yang lebih higienis, sehat, dan juga tentunya mengurangi aktivitas sosial. Sebagai anak introvert sih, tentu hal yang menyenangkan barangkali. Tapi mungkin beberapa hal akan mempengaruhi, kayak event offline yang biasanya dihadiri para blogger, atau juga mencari inspirasi keluar rumah. Pasti ada sesuatu yang berbeda, dengan kita in touch langsung dengan beberapa hal.
 
Walaupun sebagai seorang introvert saya tetap suka jalan - jalan! Bahkan beberapa target negara hasil nabung - nabung mau dijalakan. Saya cukup bersyukur, sempat traveling dalam kegiatan gathering kantor di Malaysia dan Singapore awal tahun, sebelum pandemi akhirnya tersiarkan di seluruh dunia di bulan Januari 2020. Tapi nih, saya tetap harus merelakan cita -cita saya liburan ke Korea Selatan bulan September - Oktober dengan melakukan refund hasil berburu promo tiket murah tahun 2019 lalu. Saya yakin semuanya ada hikmahnya. Walau tetep sedih huhuhu

Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Tentu seru ketika kita memulai cerita tentang teman hidup. Banyak spekulasi banyak cerita dibaliknya. Banyak buku - buku yang jadi referensinya. Hmm bisa jadi. Eits, belum ngobrol ke sana dulu.

Banyak yang tak begitu tahu kalo saya sendiri struggle menemukan lingkaran yang tepat sejak kecil. Mengingat masa kecil saya dihiasi momen berpindah dari satu tempat ke tempat lain, selalu memulai beradaptasi. Sehingga tak jarang cukup susah membangun trust baru yang dalam dari lingkaran ditemui. Saya ingat sekali ketika saya reuni lagi dengan teman SD ketika duduk di bangku SMA. Dia berkata "Serius ini melati? Rasanya beda banget, aku inget jaman SD dia ga pernah mau ngomong kalo pembahasannya ga begitu penting selain tentang pelajaran" Saya berpikir seambisius itu kah diri ini dimasa kecil. Tertawa mengingatnya dan saya menyadari itu. Mereka ga tahu bagaimana diri ini struggle dengan otak yang pas pasan ini untuk dapat Top 3 di sekolah. Kenapa harus juara? Kalo ga juara aku ga bisa sekolah kayak teman - teman *kemudian sedih. Itu juga berlaku ketika SMP dan SMA. Kesulitan ekonomi dan juga perkara usia dan juga asal jadi momok aneh yang datang untuk bersekolah di pekanbaru. Hmm.

Bicara teman bertumbuh. Kita mungkin merasakan momen sekolah dulu. Perubahan sikap apa yang terjadi. Pengkhianatan apa yang dihadapi. Haha, pasti pernah kan bertengkar dengan teman. Saya termasuk cukup baper jaman sekolah dasar dulu ketika tahu beberapa teman mencoba menjadi sahabat terdekat agar dimudahkan saat ujian atau mengerjakan PR. Sedih ya ada teman sepragmatis itu haha. Hingga saatnya waktu berlalu saya tahu niat itu, saya benar - benar kecewa, sehingga makin sulit saya membuka diri untuk oranglain pada kenyataannya.

Saya percaya, kamu sendiri pasti pernah memiliki pengalaman juga menemukan teman terbaik. Teman yang menerima kamu apa adanya, teman yang selalu support dan juga memaki kamu ketika kamu salah. Saya akhirnya mencoba menemukan diri sehingga lambat laun menemukan mereka. Tapi lagi - lagi pindahnya saya dari satu tempat ke tempat lain, membuat saya selalu silih berganti mendapatkan teman baru. Saya belajar untuk menerima diri sendiri dan mengenal diri sendiri terlebih dahulu untuk mencoba membangun sebuah hubungan dengan siapapun.

Lalu bagaimana dengan istilah Teman Bertumbuh ? Sebelum membahas mengenai teman hidup ya. Teman dalam KBBI adalah 1 kawan; sahabat: hanya -- dekat yang akan kuundang; 2 orang yang bersama-sama bekerja (berbuat, berjalan); lawan (bercakap-cakap): -- seperjalanan; ia -- ku bekerja; 3 yang menjadi pelengkap (pasangan) atau yang dipakai (dimakan dan sebagainya) bersama-sama: ada jenis lumut yang biasa dimakan untuk -- nasi; pisang rebus enak untuk -- minum kopi; (lucu ya kok jadi lumut gitu pengertiannya wkwk)

Tak ada yang mengabaikan kebenaran kalo teman itu adalah bagian yang berarti dalam diri kita. Pembentukan karakter kita bahkan decision making (pengambilan keputusan) kehidupan kita. Disamping orangtua dan saudara kita dipengaruhi mereka. Bahkan tak jarang, keterbukaan lebih sering kita lakukan ke teman ke timbang orangtua. Benar kan ya ? walau seharusnya itu tidak baik juga. Takut takut tak terkontrol, atau nanti mengambil keputusan yang salah.

Saya percaya, bahwa teman benar - benar berpengaruh. Kesulitan yang saya hadapi ketika kecil dulu untuk berteman, membuat saya belajar bahwa pertemanan itu dinamis. Kita memang harus bisa mengontrol diri menempatkan mereka sesuai di porsi kehidupan kita. Di mulai dari kita mengenali diri sendiri. Hidup berteman adalah bentuk sosial yang juga merupakan fitrah manusia itu sendiri. Lalu bagaimana memaknai teman bertumbuh dan juga teman hidup. Teman bertumbuh menurut saya luas maknanya. Selain teman atau sahabat terdekat yang selalu ada mengapresiasi, menasehati dan juga membuat kita tumbuh dan memperbaiki diri. Teman bertumbuh adalah orang yang benar - benar mau bersama menikmati proses pertumbuhan. Dan filosofi ini saya ilhami kelak ketika saya bertemu teman seumur hidup, yaitu pasangan.

Saya sendiri menginginkan visi tumbuh senantiasa ada ketika saya berkeluarga kelak. Walaupun beberapa buku saya pelajari mengatakan bahwa ketika kita kelak nanti menerima seseorang menjadi teman hidup. Kita tak akan bisa menghardik jati diri nya, atau masing masing berharap untuk berubah sikap / karakter semau kita kepada pasangan (teman hidup)

Namun menurut saya, apa salahnya jika masing - masing bersepakat untuk berkomitmen mengubah diri sendiri menjadi lebih baik di setiap hari. Bukankah sebuah keharusan ke dalam diri sendiri ? Dan itu yang termasuk dalam perintahNya kan ya. Saya selalu memiliki visi demikian, bukan masalah mengubah karakter, melainkan saling berkompromi untuk bertumbuh dan mengenal. 

Balik menemukan teman bertumbuh sebelum lebih jauh ngobrol teman hidup. (Lah wong belum ketemu teman hidup, jadi mau ngobrolin apa hahaha). Menurut saya ada 4 (empat) cara menemukan teman bertumbuh, teman yang membuat mu terpacu berakselerasi untuk berkembang dan maju.

1. Mengenal Diri Sendiri

Kenapa ini penting. Ketika kita kenal sama diri sendiri kita akan jadi pribadi matang. Tidak mudah terombang - ambing. Kita menjadi tahu kemana harus bermuara, teman mana yang nanti akan menjadi partner yang tepat untuk mengakselerasi diri mengapai mimpi dan cita. Mengenal diri sendiri mempertemukan kita dengan lingkaran yang sesuai dengan potensi yang kita punya, bahkan memperbaiki kekurangan yang kita miliki. Bayangkan ketika kita gak kenal diri kita, bagaimana kita bisa mengatur diri kita berada di lingkungan mana dan berkembang. 

2. Kategorisasi Potensi Diri

Setiap kita pasti punya banyak bakat dibidang manapun. Mengkategorisasi potensi itu artinya siap membagi diri untuk bertumbuh di beberapa lingkungan. Misalnya, teman yang hobi menggambar padahal disisi lain kamu ga ada background pendidikan menggambar. Menggambar hanya sebuah hobi, tapi ketika kamu tahu dimana potensi mana yang harus dikembangkan, di fokuskan atau juga ga begitu harus dikembangkan kamu ga menyia-nyiakan waktu untuk mengakseslerasi potensi dengan beberapa orang. Kategorisasi Potensi itu penting, bahkan sekedar potensi menghibur orang lain. Hmm termasuk inceran *eh.

3. Kategorisasi Pertemanan

Pasti ada yang komentar " Ihh kan kita ga boleh pilih - pilih temen, ga boleh gitu". Disini bukan minta buat kita mengkategorisasi pertemanan dalam artian pilih - pilih gitu. Tapi minta supaya kita bisa menempatkan diri di lingkaran yang sesuai dengan potensi dan kesamaan frekuensi tadi. Mungkin ada teman yang bisa diajak serius bahas passion kita, mereka antusias untuk upgrade skill kita. Ada juga teman yang bagus diajak jalan untuk refreshing atau juga membahas hobi baru dan menarik. Ga bisa kita menempatkan diri di satu tempat pertemanan saja. Bukan masalah pragmatis, melainkan bisa mengatur diri dan tidak mudah di kontrol dengan keadaan. Karena ada beberapa lingkaran bisa saja meremehkan kemampuanmu, atau mimpimu bukan malah mengapresiasinya. Kebanyakan dari mereka adalah teman main, sekedar bercanda, bersenda gurau kamu. Apa pernah kamu dalam membahas target dan mimpi kamu dan keresahanmu dibaliknya pasti gak pernah kan ya? Teman yang tepat akan menghantarkan kamu juga berada di tempat ter baik.

4. Dampingin Yang Ingin Bertumbuh Bersama

Ini masuk ke ranah teman hidup nih , Ehem. Tapi gak harus kok, mungkin ada teman - teman yang memiliki visi dan mimpi yang sama buat bareng - bareng diwujudkan sebagai supporter terbaik. Kamu ingat film Negeri 5 Menara. Jujur saja, film itu dan bukunya benar - benar menggambarkan teman yang bertumbuh bersama. Mereka mengapai mimpi mereka masing - masing, saling mendampingi, saling memaki jika ada yang lemah dengan mimpinya, saling menangis jika ada yang terluka. Adakah teman se-so sweet itu ? Ada. Banyak kok. Begitu juga buku yang ditulis Andrea Hirata, Laskar Pelangi dan Tetraloginya. Bahkan Harry Potter pun punya Ron Weasley dan Hermione Granger. Kamu sudah menemukan teman tumbuh kamu ? Jika belum coba cari, yang benar - benar bisa dipercaya, bisa jadi mentor juga bisa jadi sahabat yang saling menasehati dan mengingatkan.

Sedangkan untuk teman hidup balik ke versi keinginan masing - masing. Visi dan misi kehidupan rumah tangga kamu masing - masing. Saya yakin kamu pasti punya rancangan dan impian akan hal itu. Saya pribadi punya impian sendiri untuk menemukan yang ingin berjuang bersama dan bertumbuh bersama, melebihi teman dekat yang saya miliki untuk mengapai impian masing - masing.

Apakah akan menemukannya ? Allah yang jawab, InsyaAllah

Semoga menginspirasi.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Takut sekali jika tulisan ini terkesan sok tahu, menjadi menggurui atau menyatakan diri menjadi orang paling bahagia di muka bumi. Sesederhana niat menghimpun cerita bahagia dan sedih kali ini jadi sebuah tulisan yang bisa diri sendiri baca kalau dalam keadaan tidak logis di dalam hidup.

Apa sih tidak logis ? Terkadang kita jadi manusia benar - benar merasa di sebuah batas ketika menghadapi masalah, sedang bersedih, depresi atau juga merasa berada titik terendah dalam hidup. Saya berharap tulisan ini kelak jadi sebuah surat membuat sedikit simpul senyum ditengah hiruk pikuk permasalahan. Dan saya harap juga begitu dengan kamu.

Saya senang berdiskusi, kadang ingin menjadi orang menjadi sandaran untuk terdekat untuk diajak cerita panjang perjalanan kehidupannya. Saya percaya kalau kita semua pasti punya BEHIND THE SCENE. Baik itu kejadian buruk atau sebuah bahagia, kehidupan kita semuanya seperti rasa asam, manis, pahit, atau asin ketika kita mencicipi sebuah makanan. Dan manusia ketika dalam kondisi tertentu merasa rasa itu lebih dominan, sehingga menghancurkan segala bentuk logis dan hal positif dalam pikiran kita.

Kenapa tulisan ini meminta untuk fokus untuk bahagia, karena pada kenyataannya dunia ini semu semua standar dalam ini hanya memberikan sebuah motivasi lebih untuk berusaha lebih banyak dan lagi - lagi, bahagia yang ditawarkan juga semu.

Dalam Quran, Allah berfirman :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,  kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Qashash : 77)

Disebutkan di awal bahwa kita diminta kebahagiaan di akhirat terlebih dahulu, baru di mulai dengan bahagia dunia. Saya bukan seorang ahli tafsir namun jelas bahwa bahagia di dunia itu sementara dan semu.  Bagaimana maksudnya bahagia haqiqi ? Adalah bahagia akhirat, seperti apa ? Itu ada di dalam hati menurut saya. Ketika hati beriman, penuh prasangka baik pada Allah SWT, surga itu hadir sendiri di dunia kita. Apapun masalah yang dihadapi, problema yang kita rasakan sirna karena lagi - lagi percaya Allah yang maha tahu kebaikan apa yang ia beri dari semua cobaan yang diberikan.

Masih banyak yang belum beruntung dari kita, itu kenapa kita diminta sering mengelana sering mendengarkan masih ada yang sulit makan, masih ada saudara kita kebebasannya terancam, masih ada yang tidak sekolah masih ada yang memiliki masalah lebih besar dari kita. Kenapa kita harus berputus asa ? Kenapa kita masih saja mengeluh dari sekian masalah ini, masih banyak yang lebih malang dari kita. Pantaskah menyerah? Coba katakan ini dalam hati ketika kita didera sebuah masalah yang tak tertahankan. Ucapkan zikir, jadikan Allah penenang. Katakan bahwa semuanya akan terlewati dan semuanya baik - baik saja.

Pada kenyataannya kita adalah makhluk yang sedang diuji dan masih jauh dari rasa syukur. Bagaimana menerapkan modul konsep bahagia dalam hidup kita ? Jadikan langkah kita itu adalah langkah kebaikan, jadikan semua yang dilakukan adalah proses pembelajaran dan pengumpulan pahala di tempat yang kekal sana. Untuk apa risau kalau perkara yang sering kita sulitkan adalah hal duniawi ?  Kenapa yang sering kita tangisi adalah bagian yang sangat receh kalau kita pikir - pikir.

Fokus bahagia membantu kita untuk lebih tegap berdiri menyelesaikan banyak hal, termasuk masalah kita. Masih melihat secercah cahaya ditengah kegelapan. Fokus bahagia mengambil alasan, bahwa bahagia adalah ciptaan kita sendiri.

Lalu apa mungkin kita senantiasa bahagia dengan bersikap demikian ? Ya tidak mungkin, apa saya selalu bahagia yaa enggak juga. Menangis itu anugerah untuk menyalurkan semua emosi diri, bentuk penyesalan, bentuk pengampunan, menyatakan diri kalau kita manusia biasa yang mengalami berbagai rasa itu.Tapi kita seringkali  asing dengan tangis, seolah tangis tidak boleh. Padahal bukan begitu, jadi paradigmanya menangis untuk apa ? Jika ia untuk mengasihani diri pastilah tidak tepat, kita menangis melainkan menangis untuk perbaikan diri, menangis untuk meluapkan dan menumpahkan yang tak tertahan. Lagi - lagi kita manusia biasa, tak ada yang sempurna. Jika kita menuntut sempurna menjadi tujuan, yang ada pasti ada tercederai. Namun jika kita jadikan ketidaksempurnaan menjadi sebuah alasan untuk tidak maju adalah pembodohan diri.

Percakapan yang dalam dengan beberapa sahabat dekat membuat kesimpulan dan kesepakatan yang baik untuk saling mengingatkan ketika dalam masa demikian. Kita pasti semua pernah ada pada fase tersebut, fase merasa kita menjadi yang tak berguna, menjadi masalah kita yang sangat sulit, atau mengalami banyak kedilemaan dalam hidup. Kadang ketika kita sudah di fase tersebut, sulit untuk mengendalikan diri sulit untuk pada jalur yang baik. Saya menulis ini adalah bagian dari kesimpulan dan juga dukungan saya terhadap diri saya sendiri dan teman - teman pembaca ketika mengalami hal terendah dalam hidup.

Bahwa kita tidak sendiri, kita harus melewati hal sulit - sulit itu. Kita harus melewati gagal gagal itu. Semuanya untuk memberikan kita pembelajaran, membuat kita bertumbuh, membuat cerita manis ketika pada saatnya diceritakan. Bahwa hidup yang kita jalani itu adalah perjuangan.

Semoga tulisan ini menjadi cahaya kecil yang setidaknya membuat senyum ketika air mata tak tertahan tumpah ruah di pipimu.

Dari sahabatmu!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Sudah lama sekali ga bercerita panjang disini. Dengan drive yang menumpuk dan ide yang meluap – luap ga terlaksana. Dasar manusia ya! Saya ga menyangka tulisan mengenai apresiasi sudah pernah saya tulisan 2 tahun lalu mengenai "Apresiasi". Dan makin kesini setelah perjalanan ke Jakarta dan Bandung kemarin membuka mata saya. That’s the point! Hal yang selama ini bikin karya itu tertahan karena kita selalu mikir komentar orang lain sebelum mengeksekusi sesuatu. Yaa bener sih kita harus berpikir dulu sebelum bertindak. Tapi kalo mikirnya kelamaan terus berpikir dan mengira semua komentar orang lain terhadap karya dan hal yang pengen dibuat itu ga bagus dan bermanfaat yang terjadi hanyalah karya tadi hanya jadi kenangan. Yaps kenangan! Suatu saat ide dan karya tadi bakal dirilis oranglain, bisa jadi sama atau mirip. Intinya kita bakal gigit jari deh.

Baca yang lain disini :
Generasi Masa Kini, Generasi Apresiasi

Sebuah kerandoman di tulisan kali ini yang saya beri judul “Tepuk Tangan untuk Dirimu dan Orang Lain”. Saya tinggal, besar, dan dominasi hidup di Pekanbaru sejak Sekolah Dasar sampe Perguruan Tinggi. Tapi tetap aja ga bisa menisbatkan diri jadi orang Pekanbaru. Karena memang keluarga ke Pekanbaru merantau memulai hidup dari awal sejak terjadi krisis di 1998. Saya dulu tinggal di Jakarta dan lahir di Bogor. Sedangkan Ibu dari Sumatera Selatan. Kalau teman terdekat tentunya sudah tahu cerita ini. Tapi apa yang menjadi hal dipikiran ketika sesekali pergi “balek kampung” eh “balik ke kota asal” namanya membandingkan pasti gak lepas kan ya.

Saya sering merasakan bahwa ide dan cita – cita saya terasa sulit sekali bisa berkembang di kota Pekanbaru. Bahkan penuh perjuangan yang luarbiasa hingga rasanya keinginan untuk menyerah itu menjadi hal yang sering terjadi. Ketika ke kota Jakarta atau kota di daerah Jawa saya merasa bahwa apapun yang disampaikan begitu di “Apresiasi” dan di dengarkan banyak orang dengan mata yang berbinar serta rasa ingin tahu yang tinggi buat saling berbagi. Teman – teman tahu gak ketika teman kita berbicara tentang sebuah cita – cita dan juga banyak hal ketika kita menyambutnya dengan sepenuh hati ada sesuatu yang tumbuh. Optimisme yang membubung tinggi dan sebuah semangat double kali lipat untuk mewujudkannya. Walaupun ada juga teori yang mengatakan bahwa sesuatu yang disampaikan akan berbanding kebalik dengan apa yang dilaksanakan. Namun untuk sharing kali ini saya ga berbicara tentang itu, tapi berbicara feedback ya dari sebuah ide melainkan cerita tentang sebuah karya dan ide itu sudah meluncur ke permukaan dalam bentuk sesuatu hal.

Dan saya rasa problem ini juga di idap oleh hampir semua masyarakat Indonesia terhadap apapun sesuatu yang muncul. Hal negative menjadi magnet yang sangat kuat untuk mengkritisi dan memberikan caci maki. Bukan ga boleh, tapi kenapa jadi sebuah tanggapan awal sih. Gerah aja kadang hahaha. Mungkin ini yang bikin negara kita sulit maju.

Saya selalu kagum dengar orang – orang yang tebal mata dan telinga dengan berbagai komentar orang lain terhadap karyanya bukan hanya pujian dan juga cacian. Benar-benar luarbiasa untuk bisa mengendalikan dan mengontrol diri dengan hal demikian. Sharing lebih lanjut, sebenarnya konsep apresiasi itu ada teori sains dan psikologisnya loh!

“Bahwa siapapun yang diberikan apresiasi dukungan sama seperti kita sudah memberikan sebuah kebutuhan kepada orang tersebut untuk berkembang, sama halnya seperti makanan yang merupakan kebutuhan kita sebagai manusia kalau kita ga makan kita lemes kan ya. Nah seperti itu “Apresiasi” ketika ketika memberikan hal demikian ke orang lain, kita seperti sudah melengkapi kebutuhannya, apa yang terjadi kalo kita sudah makan, tentu bertumbuh bukan ?”
Ketika saya browsing saya menemukan beberapa teori yang sedikit banyak berkaitan teman – teman bisa buka di sini 5 Psychological Theories of Motivation to Increase Productivity.

Beberapa diantaranya ada teori Maslow dan juga Two-Factor Theory of motivation oleh Frederick Herzberg pada tahun 1950. Herzberg sendiri bercerita bahwa dalam eksperimennya ada 2 hal yang mempengaruhi 200 pegawai akuntan yang dijadikan objek penelitiannya, bahwa motivasi dan kepuasan mereka dipengaruhi.
1. Motivator factors – Simply put, these are factors that lead to satisfaction and motivate employees to work harder. Examples might include enjoying your work, feeling recognised and career progression.

2. Hygiene factors – These factors can lead to dissatisfaction and a lack of motivation if they are absent. Examples include salary, company policies, benefits, relationships with managers and co-workers.

Bentuk motivasi di dalamnya adalah sebuah apresiasi. Makanya penting bagi seorang pimpinan ataupun leader di berbagai lini apapun berperan sebagai motivator dalam hal ini juga mengapresiasi hal yang dilakukan oleh timnya. Ini yang menjadi factor peningkatan kinerja dan juga kepuasan serta loyalitas timnya.

Menurut saya hal ini juga termasuk memberikan tepuk tangan pada diri sendiri. Alias mengapresiasi diri sendiri. Kadang beberapa orang sulit untuk mengekspresikan kegelisahan atas karya yang dimiliki ataupun sikap yang ada. Ga semua orang mengerti dan menerima. Hal yang tahu hanya diri kita dan bagaimana pertumbuhan kita juga hanya kita yang tahu. Misal nih kamu mungkin pemalas banget, males belajar. Ketika kamu punya sebuah cita – cita mengubah kebiasaan ga baik itu atau membuat nyaman ruangan kamar kamu tidak mungkin kamu menuntut orang lain mengapresiasinya. Kadang kala efeknya malah dibilang riya atau sombong dan lain sebagainya. Pasti ada hal – hal yang kita filter dari semua apa yang kita lakukan. 

Gimana cara memenuhi kolom apresiasi dari factor kebutuhan sebagai manusia untuk diapresiasi ? Yaps mengapresiasi diri sendiri. Bagaimana caranya ?Sederhana sekali. Kita bisa saja memberikan hadiah pada keinginan diri sendiri. Misalnya kamu kalo berhasil mengubah kebiasaan kamu. Kamu akan beli baju baru, atau sesuatu yang kamu idamkan sejak lama. Mengajak diri sendiri liburan atau menonton satu tayangan episode atau film yang kamu ingin tonton sejak lama dan kamu tahan – tahan karena ingin tak ingin terdistraksi pekerjaannya. Hal kecil dan sederhana ini menjadi sebuah wujud mengapresiasi diri yang sederhana namun ga sadar efektif untuk mengchallenge diri dan bertumbuh tanpa sibuk meminta apresiasi dari orang lain. Haha benar kan ?

Dua hal ini jika lakukan seimbang, bisa mengakselerasi diri kita jadi manusia yang lebih baik. Nah mengenai akselerasi teman – teman bisa.

Baca tulisan ini : Akselerasi Kehidupan

Nah gimana menurut kamu ?
Sudah ingin mencoba mengapresiasi diri sendiri ?

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Yass, sebuah hal yang bikin gatel hari ini buat bahas opini sendiri tentang “Influencer-an” yang mungkin ga bakal muat diceritain di Instagram story atau juga tulisan di feed Instagram. Jadi diawali oleh penuhnya malam kemarin grup – grup receh penuh ngebahas hal ini, sekalian sumber – sumber antah berantah per-media sosialan sampe julid – julidnya di kumpulin. 

Yaah, di tambah diri ini belakangan mem-post beberapa postingan ber promosi yang bikin beberapa orang mungkin julid dan mungkin juga langsung unfollow melihat temannya yang ga beken – beken amet kok bisa dapat endorse-an dari beberapa produk nasional *ini sok banget dah. Intinya banyak komentar, 

“Mel ciyee di endorse”

“Ciee udah jadi selebgram”

“Berapa biaya endorse-annya kaka ?”

Pertama pengen klarifikasi, kenapa pada akhirnya saya luluh untuk ngikut per-endorse-an, selain dan tak bukan juga masih ngerasa tergolong klub sobat misqueen. Saya merasa terbantu untuk mengambil peran sebagai klien, sebagai buzzer dan mungkin influencer. Yaps! Saya bekerja di Digital Marketing. Selama lebih kurang dua tahun mulai menggeluti sejak lulus kuliah. Saya menemukan “AHAA” ini dia. 

Saya menemukan intuisi saya bekerja disana. Saya merasa senang dan bahagia walau penuh dengan deadline dan tekanan akan ide yang deras, dan kompetitif kian luarbiasa. Tapi karena tuntutan itu saya belajar banyak, saya terpaksa belajar hal baru. Mulai cara iklan zaman sekarang yang beda, gimana cara bikin konten yang tidak ada kesan iklan sama sekali padahal iklan loh. Semuanya penuh riset dan reason (alasan). Saya juga bertemu klien yang menjadi influencer, membuat janji, membuat rules. Sehingga menjadi bagian dari kliennya orang lain juga sebuah kesenangan yang luarbiasa, dimana ketika saya ketemu tim agency yang menghire dan menjadikan saya klien-nya dan kemudian berteman, saya bisa bertanya banyak bagaimana dan seperti apa agency bekerja, seperti apa iklan harusnya menjadi result dan kemudian menghasilkan brand awareness atau juga purchased.

Gimana juga brief dan service yang saya berikan pada klien juga merupakan hasil dari saya berperan sebagai klien. Seru gak sih ?

Jadi teman – teman per-followers-an, saya juga ngeblog dan juga mengambil peran menjadi influencer walaupun ga femes – femes banget, Cuma femes satu kota doang kalo diliat dari insight Instagram business ahahahaha. Kalau teman – teman tahu influencer itu punya beban berat loh. Beban duniawi dan akhirat. Duh, masuk sesi permuhasabah-an nih wkwk.

Gak kok, jadi saya ada ngutip beberapa cuitan di twitter yang jleb banget. Isinya gini ;
“ Sebagai influencer, personal branding itu bukan melulu tentang invoice cair, tapi juga tentang potensi diri yang memberi peluang, jaringan kerja/koneksi, pengalaman, portofolio. Jauh artinya dari sekedar angka yang masuk ke rekening kita” @pinotski

“Buatku influencer itu konotasinya positif, seharusnya yaa.. semacam memberi pencerahan, meluruskan pemikiran, dan mengubah perilaku khalayak kea rah yang lebih baik” @ditut

“Ya udaah.. ngomongin influencer coba deh sekarang Tanya ke diri sendiri sudah punya manfaat apa? Udah bisa membawa pengaruh positif belum di sekitar kita. Mulai aja dari yang kecil dulu”

“The real influencer buat saya adalah sebesar – besar manfaat dia buat orang lain dan lingkungannya. Bukan sebanyak – banyaknya dia di endorse produk” @ditut

Baam! Cuitan – cuitan tadi saya retweet di twitter, dan pas banget ketika mas @amrazing atau koh lexy deh cerita tentang iklan – iklan influencer tentang baran – barang ghaib. Apa itu ? seperti iklan spam yang sering muncul di akun – akun kita, pelangsing instan, peninggi badan. Bahkan lucunya aku sendiri pernah kesel karena ada iklan pelangsing muncul ketika aku foto rame – rame sama keluarga di hari raya idul fitri ada di komentar. Gilaa mood jeblok deh! Cuman aku bawa rumpi di grup keluarga besar. Karena emang paham sekeluarga punya rejeki badan gede – gede. Tapi merusak momen ga sih gitu haha.

Banyak mungkin disana mikir followers banyak itu kayak sebuah anugerah. Bahkan subscribers banyak. Sekarang gampang aja sebenarnya kalo mau jadi terkenal uy.. Daku juga kalo pede tinggal ngandelin Facebook Ads atau Instagram Ads tambah butuh followers bikin postingan viral atau dibaca.

Banyak jalan. Tapi lagi – lagi niat, kalo pada akhirnya tujuan utama adalah uang sehingga menghalalkan segala cara dan diri sendiri sehingga semua endorse-an masuk tanpa dilihat seperti apa dampaknya. Ya kita nyumbang dosa, misalnya barang yang di endorse palsu, atau misalnya bikin rusak kesehatan. Itu merugikan orang kan yaa.

Jadi beban berat jadi dikenal. Apalagi kalo udah jadi seleb. Mungkin di akhirat yang paling lama di hisabnya ya orang – orang yang menjadi influencer. Tapi ngumpulin pahala juga cepet kalo mau jadi influencer, jadi tinggal pilih mau seperti apa.

So, postingan ini bukan sebuah tutorial cara menjadi influencer. Bisa jadi karena dari judul berasa pas baca gimana dapat endorse-an, gimana bisa paid promote. Hmm, sebenarnya banyak berteman saja. Sering ikut kegiatan. Bikin konten menarik dan menjadi diri sendiri. Kamu bakal ditemukan kok!
Dan semua itu dimulai dari saya nulis di blog ini. Walaupun sebenarnya blog ini saya pengen banget niche nya adalah saya hal – hal yang ada di pikiran saya tertuang. Saya juga ingin kedepan blog ini juga bermanfaat untuk UKM, usaha – usaha punya nilai baik, punya niat baik dalam usahanya juga bisa diceritakan disini dan bisa bermanfaat.

Feel free kok temen – temen terutama kalo temen – temen ada usaha yang pengen banget diulas.
Just contact me :D

Mungkin sekian receh – receh ini, saya berharap ada komentar para netizen yang katanya maha benar hahahaha mungkin bisa berdiskusi ria disini.

Semoga kerecehan ini bermanfaat!


Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Saya kehilangan catatan draft baru saja ketika ingin merilis tulisan ini. Saya cekikikan sendiri ketika menuliskan ini. Hikmahnya, saya bebas mencurahkan sesuatu sesuai judul diatas. By the way, sebenarnya ga merencanakan merilis ini karena momentum hebohnya pernikahan singkat salah satu selebgram. Jauh hari, saya sudah pernah mem-post draft mini judul ini di insta story dan aplikasi spoon.

Lanjut ceritanya,
Judul diatas memiliki makna yang dalam bagi seorang perempuan yang masih "sendiri" *uhuk. Nulis ini bukan berencana menasehati juga karena belum pantes banget. Tapi saya berharap saya menuliskan keresahan dan pemikiran saya disini,bisa jadi bahan diskusi buat kita - kita bareng - bareng.

SATU VISI 

Bicara visi, sesuatu yang panjang dijelaskan. Sesuatu yang menurut saya sudah sangat mengakar dalam pikiran. Sehingga langkah dan tindakan yang dilakukan seseorang pasti akan mengarah dan sesuai dengan visinya. Baik itu pertemanannya, bagaimana ia menyikapi suatu permasalahan, dan juga step by step mengapai impiannya.

Satu visi bicara tentang sebuah tujuan -

Bicara visi juga bicara sudut pandang. Sehingga pandangan dan cara pikir yang dilihat adalah demikian. Mengapa kali ini saya bercerita tentang sebuah pandangan/visi. Karena nanti ketika berencana untuk membangun cinta dalam ikatan pernikahan visi menjadi sangat krusial. Apalagi ketika dalam masa pencarian. Sudah banyak yang kemudian menyerah pada akhirnya ketika berencana ternyata ketika dalam mengenal tidak memiliki visi yang sama. Jadi kalau mau gampangnya "ga nyambung". Karena yang satu cerita tentang impiannya kesana, yang satu cerita kesitu.  Eh, tapi ga selalu visi sama juga pada akhirnya juga tepat.

Jadi kalau nanti pada saat kita mengenal, namun tidak memiliki visi yang sama jangan memaksakan kehendak. Walaupun awal bertemu sudah membuat hati ga karuan, diri sepertinya sudah menemukan. Lagi - lagi bisikan syaitan akan mudah hadir. Salah satunya misi syaitan juga bagaimana kita dilibatkan pada perkara perkenalan yang salah, dibutakan dengan hal yang tidak benar, mengenal dengan cara yang tidak diridhoi dan tentunya tidak sevisi.

Dan ketika sudah menjalani pencarian, namun belum menemukan. Bisa jadi visi kita belum  pas untuk diri sendiri. Kedekatan padaNya masih jauh. Diri belum siap atau bahkan dipersiapkan Sang Maha Cinta seseorang yang terbaik. Visi diri sendiri untuk menjadi sosok yang bertanggungjawab, pribadi yang sabar, pribadi yang percaya diri. Bagaimana orang lain ingin mengenal kita kalau kita sendiri belum sepenuhnya bisa mengenal diri sendiri ?

Satu lagi kadang kala dalam mengenal, mungkin kita beranggapan visinya sama namun anehnya tidak ada yang mau mengalah. Semuanya ingin dia jadi pemeran utamanya, merasa paling baik tajwidnya, ibadahnya, atau kedudukannya di dunia. Makanya, kita juga tentunya butuh cinta.

SATU CINTA

Bicara cinta bikin baper ya kan ? Disini saya bilang satu cinta, bukan semata - mata cinta yang dimaksud adalah kepada pasangan ya. Melainkan satu cinta pada pemilik cinta itu sendiri yakni Allah SWT.  

Mengapa hal itu yang paling utama ?
         Karena dengan cinta pada pemilik yang sebenarnya, sikap kita akan lurus. Kita menjadi pribadi yang tawadhu, karena mendasari apa saja yang terjadi adalah Allah pilihkan.  Lalu kelak apabila nanti menjalani yang tidak mencintaiNya yang dicintai adalah hal yang berbeda daripada yang lain maka semuanya akan sia - sia. Satu hal saja, salah satunya cinta terhadap dunia dengan amat sangat, cinta pada para tokoh - tokoh selebritis, dan lain sebagainya. Ini yang saya ilhami dari kajian - kajian parenting, bahkan kajian pra nikah. Walaupun pada kenyataannya saya belum memaknainya secara dalam. Kelak tulisan ini adalah pengingat, siapa sebenarnya yang seharusnya dituju, bahwa sejatinya mengikat dalam sebuah hubungan yang membuat Arsy berguncang itu memiliki tanggungjawab yang besar.





Bagaimana bersikap ketika dalam pencarian ?
            Coba kita #flashback cerita Sirah Salman Al Farisi yang begitu menyentuh. Merelakan sesuatu yang ia cintai demi kebaikan. Berat memang, tapi itu janji Allah. Jika kita mencintai Allah dan merelakan sesuatu karena Allah. InsyaAllah, Allah akan ganti yang lebih baik. (Ini nasehatin diri sendiri juga)
  
HIDUP SESURGA

Siapa sih yang tidak mau masuk Surga ?
              Pasti semuanya ingin memasuki surgaNya. Lagi - lagi cita - cita tertinggi visi berumahtangga kelak adalah satu keluarga berada di surga. Bener gak sih ? Jadi ini juga pengingat diri juga. Bahwa tujuan awal untuk berkomitmen bukan mau enaknya aja. Tapi ada visi khusus di dalamnya. Kelak di akhirat nanti bisa sesurga. Jadi kita bertengkar ada yang mengingatkan.
Eh, kita mau ke surga loh dek jangan ngambek gitu  *hanya ilustrasi
Jadi tulisan ini sebenarnya adalah ringkasan hal - hal yang pelajari baik itu di buku dan juga cerita teman yang saya sadur dengan pemikiran saya lalu saya tulisan kembali kelak akan mengingatkan saya jika saatnya menikah nanti. Nanti loh ya .. belum tahu kapan haha.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Author Note :
Untuk kedepan, tulisan - tulisan yang ada di blog ini saya berharap menjadi open discussion yang panjang. Media sharing ilmu kebaikan dan hal - hal positif yang bisa dibagikan.
Jadi jangan lupa comment ya :)
Salam Menginspirasi !
Share
Tweet
Pin
Share
7 comments

Menulis aktivitas komunikasi yang juga kita lakukan antara kita dan kertas serta pena, bisa juga bersama tuts laptop atau keypad handphone kita. Bicara soal nulis, bicara juga soal nilai. Sekarang kita bisa melakukan kegiatan menulis dimanapun dan kapanpun, bahkan dengan cepat menemukan banyak pembaca. Ga hanya berbentuk buku, tapi juga bisa tulisan yang kemudian viral lalu endingnya membuat changes dan mengubah banyak hal. Segitu dinamiskah dampak tulisan saat ini ?

Yaps benar sekali, kalau mungkin blog samping lainnya pernah cerita soal tulisan tidak bermanfaat sama sekali menurutnya. Kalau disini saya pengen sharing bagaimana kita bersikap dalam menulis di era sekarang. Bukan bahas mengenai berbagai bentuknya apakah itu fiksi, non fiksi atau bahkan karya tulis apapun. Tapi sejauh apa kita mengulik isi manfaat dan juga caranya menuliskan sehingga tidak menimbulkan persepsi yang bercabang. Itu peer berat sebagai seorang penulis loh.

Memang untuk menulis dengan penuh isi manfaat itu berproses. Apalagi tingkat pemahaman orang lain tentang manfaat atau tidak bermanfaatnya masing – masing orang berbeda. Ga bisa juga kita maksain anak kecil ataupun orang yang memang ga punya interest dengan kegiatan menulis di awal tiba – tiba menulis dengan penuh makna menulis sekelas bahasa layaknya Shakespeare atau JK Rowling atau penulis berkelas lainnya yang sudah mengubah dunia. Menulis itu awalnya egois menurut saya, layaknya saya dulu menyukai hal demikian. 

Saya menulis hanya untuk melepas rasa resah saya di hati dalam bentuk diary bercerita tentang kekesalan saya terhadap adik saya yang suka merebut mainan saya atau menganggu waktu saya sedang belajar untuk ditemankan bermain. Saya sendiri suka tertawa sendiri melihat tulisan – tulisan saya dulu ketika duduk di sekolah dasar. Benar – benar egois sekali, saya sering bercerita tentang diri saya sendiri dan orang – orang di sekeliling saya.
Lambat laun saya merasakan bahwa menulis membuat dampak lebih besar, ketika saya mulai berani mempublikasikannya ketika duduk di bangku sekolah menengah atas.

Adanya ajang – ajang kompetisi menulis, dan kemudian berhasil menang dan aplikatif untuk dilaksanaakan. Saya merasa bahwa tulisan harus naik tingkat, di level bukan hanya mementingkan emosi pribadi tapi juga bagaimana membuat perubahan di sekitar. Mungkin pada saat itu tulisan saya seputar hal berbau ilmiah yang sifatnya aplikatif. Bagaimana kalau tulisan itu berbentuk fiksi atau seperti sebuah ide yang kemudian berhasil membuat orang lain terhanyut di dalam nya. Saya memegang kata – kata Andrea Hirata setiap kali dia di wawancarai di banyak talkshow seringkali saya mendapatinya mengatakan ini,
“Sebuah karya akan tulisan akan menemukan penikmatnya sendiri”
Bisa jadi karyanya tak berkontribusi, tapi bisa jadi dengan hasil dia menulis dia mengubah kehidupan keluarganya. Dia bisa membiayai hidupnya dan bersekolah karena hasil dia menulis.
“Everybody have a reason why he always to write and write”
Dan di era sekarang tulisan yang perlu dapat perhatian adalah kebohongan – kebohongan yang beresahkan, hoax – hoax yang menganggu, mengancam banyak hal di berbagai sisi. Tulisan yang mencederai sekelompok orang bahkan menghancurkan dan membunuh. Lihat begitu berat tanggung jawab seorang penulis, seperti juga wartawan. Saya ingat kata – kata yang pernah di sampaikan di movie Negeri 5 Menara saat Alif mengajukan diri sebagai wartawan pesantren. Kata – kata yang di sampaikan pemimpin redaksi bulletin itu yang di perankan Dwi Andhika,
“Kamu tahu Alif ? Dengan ini (Sambil menunjukkan pena dan kertas buletinnya) dan kata – kata kamu bisa mengubah dunia”
Hoax dan berita tidak benar itu yang seharusnya kita berantas, dimulai dari diri kita yang membentengi diri dari hal ini. Ingat dalam Al-Quran, Allah menerangkan sangat jelas perkara ini. Menurut saya, tafsiran dari ayat ini sudah jauh melebihi dari teori – teori jurnalisme dan komunikasi yang saya pelajari terutama konsep 9 Elemen Jurnalismenya Bill Kovach rasanya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Al-Hujurat 6)
 
“(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar.” (An-Nur 15)

Begitu banyak ayat yang menerangkan hal ini, bahkan saya pernah membaca banyaknya kabar ketidakbenaran juga merupakan tanda akhir zaman. Dimana dajjal sebagai pendusta sudah mendekat.
Jika di tafsirkan sedikit, apa itu orang fasiq. Fasiq adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Sedangkan di dunia permedia sosial-an kita saat ini banyak sekali media yang anonym yang tak jelas wujudnya. Siapa dia, bagaimana dia, seperti apa dia. Kita hanya melihat media online yang bahkan masih berupa blog gratisan serta tak jelas asal usulnya dengan mudahkan kita share kita bagikan dengan orang banyak. 

Media yang begitu banyak yang hanya bermodalkan seratus ribu untuk membeli domain dotcom, langsung saja kita percayai. Bahkan bermodalkan sejutaan untuk membeli hosting dan kemudian membangun situs onlinenya kita dengan semena – mena ikut turun membagikan banyak kebohongan yang bukan hanya meresahkan diri kita dan juga orang lain. Dalam Qur’an telah jelas bahwa kita dahulu diminta untuk meneliti kebenarannya dulu agar kita tidak mencelakaan orang lain karena kelalaian kita. Untuk lebih jelasnya teman – teman bisa buka buku tafsir mengenai dua ayat diatas. Saya yang masih awam ini apalah daya hanya mengutip dan sharing kembali apa yang pernah saya pelajari.Jika kita tahu tulisannya tidak benar, segera tinggalkan. Jangan sampai terjebak dengan itu dan kemudian kita menernakan dosa kita hanya karena berbagi berita bohong.

Nah bagaimana seharusnya bersikap ketika menulis ? Lagi – lagi jika kamu masih belajar dalam hal itu. Teruslah menambah pengetahuan, banyaklah melahap buku dan jangan lupa untuk memilah dan menelaahnya juga. Karena juga tak semua buku yang harus kamu benarkan satu persatu. Berjanjilah dalam hati ketika kamu niat menjadi seorang penulis adalah memberi sesuatu hal bukan hanya hiburan semata, tapi sedikit banyak juga memberikan makna – makna yang dapat diwariskan yaitu berupa ilmu.

Selain itu dalam menyampaikan opini berusahalah menjadi penulis yang santun, walaupun kita tahu dan gregetan dengan sebuah kondisi akan suatu hal gak semua orang bakal nerima cara kita menulis jika disertai kata – kata sarkasme (suatu majas yang digunakan untuk menyindir, menyinggung seseorang atau sesuatu). Walaupun saya juga kadang kala ada mencoba demikian, saya berusaha agar tulisan tersebut sebenarnya juga mengingatkan diri saya pribadi juga tanpa saya menyudutkan seseorang, sekelompok orang, dan lain sebagainya. Penulis yang santun, tentu juga baik untuk pembaca dan penulis. Kalau misalnya penulis rame komentar karena nada tulisan yang cenderung sarkasme, tentunya hidup kita yang harusnya tenang menerima banyak pahala akan apa yang disampaikan malah sebaliknya menerima cacian. Wah, kan berabe yaa :D

By the way, kita semua disini belajar. Belajar menjadi penulis yang selalu memberi manfaat dan juga menjaga martabat tentunya . Tentu perlu proses dan perlu juga orang – orang yang selalu mengingatkan untuk kebaikan.
Saya jadi diingatkan kembali dengan status saya setahun lalu tepat hari ini, mungkin masih bisa kita renungi bersama 


yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Keep Inspiring!


Share
Tweet
Pin
Share
4 comments

Belakangan ini kata pejuang passion terbayang di pikiran saya. Bukan mengenai apa yang kita miliki atau kita punya (dalam hal passion) tapi bagaiman kita memperjuangkannya agar tetap menjadi miliki kita.

Kenapa passion harus di perjuangkan ?
Beberapa artikel yang saya tahu mengatakan passion itu bisa dicari. Sambil mengerjakan pekerjaan, berada dalam berbagai aktivitas kita akan menemukannya. Tapi bagaimana jika sejak awal dia berkecimpung di beberapa hal, ia sudah menemukan hal asing di dirinya. Misalnya, dia ada di jurusan biologi tapi tanpa sadar dia menemukan diri dia dapat berkarya dan bermanfaat dalam bidang gambar dan melukis. Sedangkan hal yang ia jalani sedikit bertolak belakang dengan apa yang ia kerjakan. 

Ada banyak cerita yang menurut saya cerita tentang ini. Entah bagaimana saya selalu beranggapan jika passion itu dekat sekali dengan impian kita. Walau ada beberapa orang yang bisa jadi menjadikannya sebagai aktifitas melepas penat tanpa memimpikannya lebih lanjut. Tapi ada juga orang – orang yang harus berada dalam kondisi yang dilema. Kita ia memahami dirinya berbeda pandangan orang lain memandang dirinya.

Masa dilema ini semakin kuat ketika kita berada di masa transisi. Saya ingat betul ketika saya dilema masuk SMA atau SMK atau bahkan sekolah madrasah Aliyah. Ingat ? Masa transisi. Begitu pula ketika memilih jurusan di kampus. Tak jarang banyak orang yang salah jurusan karena tak siap menghadapi masa transisi itu.

Passion itu apa ?
Di beberapa artikel bilang begini “ah passion itu istilah yang muncul yang lagi ngetrend aja sekarang sebenarnya passion itu dimana aja bisa ketemu”
And see, itu tergantung orang mempercayainya apa enggak. By the way, saya pribadi punya pandangan sedikit berbeda apa yang di maksud passion. Menurut saya passion itu seperti penemuan. Yups! Setiap kita menjalani beberapa hal yang random setiap hari, kita pasti menemukan sesuatu yang berkesan dan kemudian kita gak berhenti untuk melakukannya lagi dan lagi. Kemudian kamu melanjutkannya lagi di hari berikutnya menambah kemampuan skill dan lainnya agar rasa ingin tahu dan rasa puas itu bertambah. Bagi penulis, menulis aktivitas menyenangkan bahkan dilakukan berkali – kali menghabiskan waktu untuk menulis. Tapi bagi orang yang memang bukan penulis, bagi mereka menulis adalah hal membosankan dan tak menyenangkan.
Dan kita gak akan bisa memaksakan passion seseorang sekalipun orang tua dan orang terdekat kita. Karena menurut saya lagi – lagi passion itu penemuan. Ibarat harta karun yang kamu cari – cari kemudian kamu ketemu.
Lalu seperti judul diatas, bagaimana dan mengapa passion perlu diperjuangkan ?
Karena banyak hal diluar sana yang berasa “sok tahu” sama diri kita sendiri. Mereka tanpa sadar mempengaruhi kita sehingga kita jauh dari hal yang sebenarnya seperti apa diri kita. 
Apa maksudnya ?

Kita sering mendengar orang lain dan juga memberikan peluang orang lain untuk ikut andil “memilih hidup kita”. Bukannya orang lain tugasnya itu hanya menganjurkan dan memberi masukan, selain itu membuka pandangan. Lagi – lagi segala keputusan ditangan kita, kita lupa akan hal itu. Sehingga kita jadi pengikut dan pengekor. Contoh ketika kamu memilih untuk tetap stay rasa patah hati, entah itu sama pasangan yang belum tahu jodohnya (nah loh!), sama kegagalan lama kamu atau juga hal – hal yang bikin kamu berkutat pada hal yang tidak baik. Itu sama artinya kita memberi kesempatan orang – orang yang menyakiti kamu mengambil hidup kamu yang harusnya bahagia, dan yang harusnya berkarya lebih banyak. Kamu juga memberikan waktu dan kesempatan kepada gagal untuk menjangkiti jiwa kamu untuk berhenti mencoba lagi. Kamu memberikan peluang pada gagal untuk menjadi jawaban akhir dari hidup kamu, benarkan ?

Ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk memperjuangkan passion menurut saya yang bisa kamu renungi dan juga lakukan ?
 
1.    Ikhlas

      Ikhlas disini ketika kamu punya passion tapi pada suatu waktu kamu ga bisa mengerjakaannya dengan penuh karena sesuatu hal. Banyak orang di luar sana karena terjebak dengan kondisi yang dia miliki sehingga sesuatu yang dia miliki itu belum bisa di-usahakan maksimal. Ikhlas dalam artian tidak memaksa keadaan untuk mengikuti kemauan kita, tapi dalam menjalani kita jalani dengan penuh rasa ikhlas tanpa meninggalkan sesuatu yang kita sukai. Saya selalu percaya, Allah akan kasih jawaban jalan mana yang harus kita pilih kedepannya.

2.    Berkomitmen menembus batas tantangan
       Ini penting juga, kita seringkali kejebak zona nyaman dalam kondisi realitis. Misalnya, dalam lubuk hati terdalam kamu ga pengen bekerja di perusahaan besar, kamu ingin sekali tetap menjadi pelukis yang idealis menciptakan banyak karya. Ini skill yang kamu pendam banget. Tapi karena kondisi misalnya kamu harus ngebiayaain adek kamu kuliah, terus kamu anak yang menjadi tulang punggung keluarga. Ini tantangan berat buat kamu. Gimana bisa memilih  Nah orang – orang yang keren menurut saya itu adalah yang bisa memecahkan problem pilihan – pilihan ini, bisa menembus batas tantangan, tapi juga tak egois dengan dirinya. Tetap realitis dengan keadaan. Jika kamu berkomitmen pada hal demikian, kamu adalah pejuang!

3.    Fokus sama diri sendiri
     Ini penting, kita suka kebawa arus. Apakah itu pertemanan, cara pikir, pandangan – pandangan yang membuat tentunya kita terbawa arah. Syukur banget kalo baik, kalo semua pandangan yang dimiliki membuat kita jadi manusia yang jatuh, ga percaya diri, hancur. Yang ada kita sudah menutup jalan hal baik di masa depan. Please deh, ga semua omongan orang yang memang harus kita telan mentah, jika ada saran ataupun masuk walaupun terkesan menghakimi ambil aja hikmahnya untuk kita perbaiki. Fokus pada perbaikan diri kita saja, karena cuman kita sendiri yang tahu siapa diri kita. Be grow and focus for yourself!

4.    Berkompromi dengan banyak hal ( mengkomunikasikan)
    Ini peer juga bagi saya, saya juga walaupun berkutat di ilmu komunikasi sebagai bidang ilmu perkuliahan. Ilmu komunikasi itu ilmu kompleks. Tiap orang punya kesan tersendiri kita menangkap sebuah sinyal komunikasi, tak jarang kita suka miscom! Terutama kalau kita bergesekan dengan dunia baru dan hal baru. Satu lagi yang perlu kita pahami, kalau manusia itu senantiasa berubah dan dinamis. Kita sering banget ngejudge orang atas sesuatu hal hingga kedepannya berpikir orang itu akan “selalu begitu”. Tiap orang selalu mengalami proses kepribadian dalam hidupnya terkecuali dia sudah tak bernyawa. Jadi, mau tak mau ketika kita sedang memperjuangkan passion komunikasikan hal itu kepada orang lain yang berkaitan dengan passion dan impian kita, berkomunikasi tentang bagaimana saling mendukung, saling mendorong hal – hal baik, dan mengingatkan akan hal – hal tak baik.

5.    Slow motion ~ 
            Apaan nih sok english banget?! Saya belajar slow motion itu istilah di salah satu mata kuliah saya di ilmu komunikasi pada mata ajar fotografi. Jadi ambil gambar foto yang keliatan proses berpindah alias bergerak misalnya buku yang tertiup angin. Ada bekas jejak lembaran yang terbang tertiup gitu. Nah kalo menurut saya hidup kayak gitu juga sebaiknya. Kita seringkali pengennya instan, apalagi kalau ngomongin sukses. Menurut saya, seharusnya kita harus slow motion pada proses yang berkaitan dengan dalam diri kita. Seperti belajar berkepribadian baik, skill baru yang sifatnya membutuhkan curahan emosional yang tinggi. Kecenderungan yang saya perhatian, apabila ada sesuatu hal yang terlalu cepat dalam memproses menuju sukses. Akan berat dalam menghadapi tantangan – tantangan yang jauh lebih sulit, karena ia terlalu cepat berlari hingga lupa ternyata ada kerikil yang disiapkan yang sudah tampak sebenarnya di awal pertandingan namun ia lupa hingga terkena kerikil tajam itulah di puncak finish (istilahnya seperti itu). But kita dalam menjalani juga harus memperhatikan langkah, kapan kita harus bisa berjalan sedikit lebih cepat kapan kita memang harus menikmati proses dan memperhatikan langkah kita lebih rinci.
Jangan kecewa mungkin proses kamu belajar dan berhasil lebih lamban ketimbang teman – teman kamu yang lain. Tapi bisa jadi kamu memiliki cara pandangan lebih luas dan lebih dibutuhkan ketika kamu menjalani proses lebih lama dari yang lain.

Semoga menginspirasi!

yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca!
Share
Tweet
Pin
Share
4 comments


 
“Daripada mengutuk gelap, lebih baik menyalakan lilin”

Well, ternyata respon tulisan lalu tentang millennial sebelumnya cukup mendapatkan perhatian. Beberapa hadir pertanyaan yang saya sendiri masih dangkal memahaminya. Sorry hehe! Janji deh bisa jawab dengan nambahin bacaan lagi. Kali ini saya pengen cerita tentang caring generation. Beberapa saat lalu saya sempat browsing dan ketemu banyak tulisan inspiratif tentang mindset anak – anak muda sekarang yang okeh banget sama lingkungan sekitarnya.

Sering gak kamu tiba – tiba buka medsos terus liat beberapa friends kamu sharing tentang bapak – bapak yang sepi pengunjungnya, lalu teman kamu ngeposting rasa empatinya ke medsos. Setelah itu itu kamu dapet kabar jualan bapak itu jadi laris. Pernah gak ikutan campaign sosial tentang sebuah televisi yang melakukan beberapa kesalahan dengan menayangkan sesuatu yang tak seharusnya terus kamu ikutan menandatangani petisi di sebuah situs. Atau kamu lihat kegiatan volunteering yang menjamur baik itu di dunia nyata dan maya. Gerakan 1000 buku, Gerakan Mengajar, Gerakan Wirausaha dan masih banyak. Kesimpulan yang saya dapat dari contoh diatas, generasi sekarang itu peduli banget deh! Ini dampak positif dari keberadaan medsos selain dampak lain yang lain kali kita bahas.

Saya pribadi sering banget ketemu hal begini di medsos. Saya senang banget, kadang kala juga sedih jika ada beberapa hal yang ga bisa ikut terjun untuk membantu. Nah, keberadaan gerakan – gerakan yang ada saat ini tentunya berdampak perubahan dari nilai kepedulian kita yang kemudian berjamaah untuk mempercepat perubahan itu. Contoh seperti gerakan Indonesia Berkebun yang sudah berada di beberapa daerah, kemudian Akademi Berbagi yang setiap bulan menebarkan inspirasi kelas gratis kepada teman – teman di kotanya. Saya juga salah satu bagian dari relawan di kota saya. Ternyata memiliki warna tersendiri untuk menambah inspirasi dan juga pertemanan. Selain itu saya dan beberapa teman mendirikan komunitas kongkow nulis walau belum begitu lama, saya pribadi merasakan banyak manfaat ke diri saya pribadi untuk semakin semangat menulis dan membaca, karena ada teman – teman yang selalu mensupport.

Nah, walaupun banyak hal positif yang bertebaran tak jarang di berbagai sesi kita sering juga mendapati banyak kritikan di medsos entah itu karena gerakan, opini, kritikan. Tak jarang banyak yang tidak sepakat. Bisa jadi karena gerakan itu ada dampak yang kurang baik, atau bisa jadi dampak itu memiliki enemynya sendiri terhadap sebuah perusahaan. Hmm bisa jadi sih.
Komunitas dan gerakan sosial tak jarang juga mendapati hal demikian. Termasuk kita, coba deh kita renungkan pernah gak mengkritik sesuatu atau membela sesuatu sampai heboh terus bikin pertengkaran tak sengaja karena beda pendapat. Saya ingat kasus pemilu 2014 lalu. Saya sampai no comment banget di medsos, berusaha banget menjauhkan diri dari komentar, share atau membagikan informasi yang berkaitan dengan hal itu. Paling tidak, info - info yang sifatnya umum, gimana tata cara bijak memilih dan lain – lain. Alasannya, karena saya gak mau membebankan diri dari hal yang belum tentu kebenarannya dan kemudian saya bela habis – habisan. Cukup saya keep di cerita – cerita face to face yang mungkin lebih nyaman dan diketahui orang yang mengenal saya pribadi. Medsos itu mengerikan untuk memutus pertemanan hanya karena sesuatu yang mungkin ketika internet tak ada itu adalah hal absurd haha.

Nah, saya ingin sharing untuk kita yang mungkin saja masih belum bisa mengendalikan diri untuk mengkritik. Terutama nasihat untuk saya juga nih. Kadang kala kita tidak mengerti bagaimana sebuah perjuangan orang lain berbuat karya ini dan itu. Entah itu sebuah tulisan, pergerakan, prestasi, ataupun karya lainnya. Namun, seringkali ego kita lebih kita tonjolin ketimbang solusi untuk ikut membantu memperbaiki karya itu, setidaknya memberi masukan bukan hanya sebagai penikmatnya.

Misal nih yang sering juga saya lihat di komentar para komikus ketika mengupload gambarnya,
kak gambarnya kok ini begitu sih, kemarin bagus dan blab la bla. 

Coba kamu bandingkan dengan kata – kata ini. 

Wah gambar kakak hari ini berbeda ya kak, by the way .. aku lebih senang yang kemarin sih kak. Tapi tetap berkarya ya kak! Semoga kedepan lebih baik!

Bisa juga ketika kita bergabung di sebuah acara, mengikuti event, atau mungkin bergabung dalam gerakan. Seringkali kita tak sadar kita lebih mengutamakan mengkritik tanpa arah yang jelas untuk memberikan solusi kedepan. Misalnya, ketika mungkin acaranya ngaret padahal saat itu kita panitia. Walaupun kali itu kita bukan seseorang yang ada di bidang kepanitiaan mengurus waktu, kita menghabiskan energy untuk mengkritik kerja teman kita di divisi mengenai waktu. Hal yang baik menurut saya kita menjadi bagian yang mengevaluasi dan memberikan solusi untuk tidak terjadi kedepannya. Misalnya kita identifikasi masalahnya dulu, penyebabnya, setelah kita tahu yang terjadi barulah kita speak up dan memberikan rancangan solusi untuk masalah tersebut.

Saya percaya para kritikus adalah orang – orang yang memiliki rasa peduli yang sangat tinggi. Tapi tanpa sadar para kritikus lupa keberadaannya untuk menjadi bagian dari perubahan lebih baik atas sesuatu yang di kritiknya. Kadang ego merasa benar, ego merasa paling mengetahui membuat para perkarya diam – diam kecewa dengan dirinya sendiri karena tak mampu membuat sesuatu yang baik, tapi ada juga yang pengkarya yang menjadikannya itu letupan semangat untuk lebih baik.
Nah, entah itu kita sebagai seorang pembuat karya atau para penikmat karya atau kritikus. Hidup itu indah jika kita bareng – bareng bikin perubahan untuk saling melengkapi. Kalo istilah sekolah dulu, kritik membangun itu perlu. Kritik membangun loh ya, bukan kritik untuk menunjukkan ego diri untuk tampak lebih hebat dari yang lain. Karena hal itu tak baik untuk kesehatan hati :)


Semoga Menginspirasi !
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Memasuki era global yang sering disebut millennials menjadi sesuatu yang menarik kita cermati saat ini. Perubahan sosial yang sering terjadi hanya dengan ketikan beberapa kata di media sosial, mudah sekali mempengaruhi apapun di sekitar. Tiba – tiba saja menjadi trending topik bukan hanya di negara sendiri tapi kadang kala mendunia. Nah, apa yang dicermati dari para sarjana millennials saat ini ?

Generasi millennial ini juga menjadi yang terbesar di Indonesia pada tahun 2020 nantinya. Menurut Yoris Sebastian dari OMG Consulting, pada 2020, jumlah usia produktif melonjak hingga 50-60 persen. Kini jumlah usia produktif 15-35 tahun sudah mencapai 40 persen.

Apa itu generasi millennials ?
Sebutan generasi millenial atau millennium adalah generasi yang lahir di kisaran tahun 1981 - 1994. Ungkapan generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instan messaging dan media sosial seperti facebook dan twitter. Sarjana saat ini adalah para generasi millennials yang akan menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Generasi saat ini punya ciri khas tersendiri, selain sebagian besar melek teknologi, orang – orang lahir di generasi ini sangat reaktif dan terbuka terhadap informasi. Sebagian besar bahkan sudah menempati posisi strategis di perusahaan karena kecerdasan dalam menyerap informasi dan juga kreatif. Namun, masih banyak juga yang masih dalam pencarian diri dalam menentukan karier di masa yang akan datang.

Pernahkah mendengar kabar sulitnya menembus perusahaan untuk bekerja setelah lulus kuliah ? Kompetisi yang semakin sengit dikarenakan jumlah peluang lapangan kerja tidak berimbang dengan lulusan yang terlahir setiap tahunnya. Ledakan demografi atau bonus demografi memang menjadi kegembiraan mengingat orang – orang usia produktif lebih banyak ketimbang usia non produktif di Indonesia. Hal ini juga diperkuat oleh data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) lewat data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2014 – 2015, bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 254,9 juta jiwa. Sedangkan jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 128,30 juta jiwa.
Namun, apabila tidak di kelola baik yang terjadi hanya penumpukkan masyarakat saja karena tidak berimbang dengan kemajuan dan peningkatan ekonomi yang semakin baik. Tantangannya apa ? Anak muda sekarang harus lebih strong dan lebih berpikir cermat serta kreatif menjalani arus deras kompetisi saat ini. 

Tantangan para sarjana saat ini bukan hanya masalah berebut peluang di perusahaan terbaik, namun juga bertahan dengan eksistensinya menunjukkan kualitasnya, tuntutan pekerjaan yang seringkali tidak  masuk akal tentu akan menjadi tekanan di kemudian hari.
Jika dulu kita hanya mampu bertahan dengan satu skill saja untuk hidup dan maju, saat ini kita butuh beberapa kreatifitas dan skill untuk dapat menjalani arus deras kompetisi global saat ini. Ekonomi yang sulit dengan melonjaknya harga banyak bahan makanan, pangan, dan sendi – sendi kehidupan lain, mau tak mau membuat kita harus ekstra keras untuk bisa bertahan. Belum lagi gaya hidup anak muda saat ini dengan segala tantangannya. Jika tak kreatif dan acuh, akan sulit untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.

Industri millennials saat ini adalah sangat menuntut banyak hal untuk senantiasa kreatif, melahirkan ide – ide baru, peka akan sesuatu yang sifatnya unik, inovasi, dan penuh values yang baik. Sarjana yang paling banyak menjadi incaran adalah orang – orang berasal dari dunia kekinian saat ini untuk di tepatkan di industry yang sedang pesat, seperti industri komunikasi, hiburan, teknologi. Sarjana komunikasi yang dulunya masih terlihat asing kini telah menjadi incaran dengan banyak bidang skill dan kebutuhan akan sarjana komunikasi di hampir sebagian besar perusahaan saat ini. Tapi bisakah mampu sarjana saat ini menghadapi tantangan global ? Dimana persaingan saat ini bukan hanya dengan orang – orang di negeri sendiri tapi juga negara tetangga, terlebih dengan deklarasi pemberlakuan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang sudah berjalan. Penulis sendiri dengan mudahnya bertemu orang asing saat ini tak sesulit dulu, ini menandakan kita bukan hanya bersaing berebut untuk hidup bersama orang local tapi juga orang asing.

Apa kemampuan yang sangat dibutuhkan di era saat ini untuk dapat menjadi sarjana millennials yang tangguh? 

1. Kemampuan komunikasi yang terasah, di era keterbukaan saat ini dibutuhkan banyak pemikiran baru, ide baru, dan juga gagasan yang luwes yang dapat di sampaikan. Sehingga, ketika kita sosok yang gagap untuk berbicara di depan umum atau tak memiliki kemampuan komunikasi yang baik, kita akan dilewatkan untuk ditemukan oleh perusahaan terbaik walaupun memiliki akademik yang baik dan mumpuni. Kemampuan mengungkapkan sesuatu adalah keinginan perusahaan untuk dapat mengetahui apa gagasan dan yang dapat diberikan di perusahaannya. 

2. Kemampuan berorganisasi, ini hal penting dan wajib, bukan hanya sekedar ikut – ikutan menjadi organisasi, tapi terlibat dalam merancang, mendelegasikan, mempraktikkan, dan melaksanaakan organisasi tersebut hingga mencapai visi dan misi secara baik. Kemampuan organisasi tidak hanya dibutuhkan dalam pekerjaan nantinya, hal ini seperti syarat mutlak belajar menjadi sosok yang mumpuni di era global kini. Hampir sebagian besar penyandang beasiswa menjadikan kemampuan organisasi menjadi hal wajib yang harus dimiliki oleh penerima beasiswa. 

3. Melek teknologi, melek teknologi disini bukan hanya sekedar update di media sosial melainkkan memiliki skill lainnya untuk mengoperasikan komputer secara penuh, seseorang yang memiliki hal lebih di bidang ini akan menambah satu kesempatan baru untuk lebih banyak menghasilkan, bila kita ingin menjadi sarjana millennials yang terbaik kita harus senantiasa mengupgrade kemampuan ini dengan mengikuti banyak kelas atau kursus untuk skill tambahan dalam teknologi,

4. Sikap empati dan idealism terbuka, sikap empati menjadi sesuatu yang masih langka. Sikap individualism yang menjadi cermin masyarakat modern, telah membuat sebagian besar kita kehilangan nilai – nilai yang seharusnya dipertahankan. Sikap empati dan sopan santun di maksud adalah memahami bagaimana orang lain bersikap dan mereka ingin kita bersikap. Anak muda saat ini telah asing dengan sikap bersalaman, menyapa, ataupun berterimakasih. Adanya sikap ini tentu nilai plus tersendiri untuk generasi saat ini untuk tetap mempertahankan nilai – nilai sopan santun dan empati yang baik, selain memperjuangkan idealisme yang tentunya tak memaksakannya dengan bersikap terbuka akan informasi dan juga hal baru yang positif. 

5. Senantiasa belajar dan mengupgrade ilmu pengetahuan, di era digital saat ini kita dapat belajar diberbagai platform. Manfaatkanlah kemudahan ini untuk menambah skill dan kemampuan sehingga menjadi sarjana yang bernilai.

Adanya lima poin tadi, setidaknya adalah beberapa karakteristik sarjana millennials yang di butuhkan di industry saat ini untuk menghadapi tantangan global. Terus belajar dan bermanfaat adalah hal yang penting untuk membuat perubahan baik di negeri kita dengan lahirnya generasi millennials yang berkualitas! Be the best!

****

Tulisan ini telah diterbitkan dalam buletin KOMUNIKA Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sultan Syarif Kasim Riau, didedikasikan untuk teman - teman yang telah menyelesaikan pendidikan sarjana dan para calon sarjana :)
 
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments


Pernah dengar istilah volunteer ? 

Yups kita sering kenal dengan kata relawan. Kegiatan volunteering saat ini telah menjamur dan trendnya sendiri. Anak – anak muda sekarang senang sekali untuk mengikuti kegiatan volunteer, walau masih begitu asing di anak muda gaul tapi melakukan kegiataan volunteer apalagi yang sifatnya seleksi dan lolos itu jadi prestise yang sangat membanggakan di mata sebagian orang. Volunteer identik dengan seseorang yang tingkat kepedulian tinggi, caring, cerdas, memiliki empati dan survivor yang handal karena banyak kegiatan volunteer yang akan terjun di daerah – daerah ekstrem, entah itu lokasi, ataupun juga budaya yang asing. Tentu orang – orang yang terpilih dan kuat menghadapi adalah orang – orang yang mampu beradaptasi dengan mudah dan fleksibel.

Saya pribadi senang mengikuti kegiatan terjun di daerah daerah yang belum pernah saya datangi, ada hal menarik yang biasa saya temukan ketika melakukan ekspedisi mengeksplore hutan, hiking dan lain – lain. Saya sudah mengikuti kegiatan demikian sejak selalu ikut alm ayahanda dulu yang hobi memancing di tempat – tempat terpencil, tak jarang juga ke hutan bebas, ketemu hewan – hewan liar, kecebur sungai yang gak dikenali juga pernah. Tak jarang karena kisah kecil itu, jadi terbiasa dan makin dewasa ingin sekali mengulang memori itu lagi.

Ada apa dengan mindset seorang volunteer?

Nah, ketika membahas volunteer. Ada sebuah hal dasar yang membedakan kita antara orang yang bermindset volunteer dan mindset orang – orang kebanyakan. Itu yang bikin sosok volunteer itu “beda” dan “istimewa”. Dua tahun lalu ketika saya mengikuti Rapat Kerja Nasional kepengurusan TDA Kampus (Tangan Diatas) pada saat itu kak Arry Rahmawan yang merupakan Presiden TDA Kampus mengatakan hal yang membekas dan menjadi sebuah pegangan saya untuk membedakan orang – orang yang “istimewa” dan memiliki volunteer mindset.
“Ketika kamu melihat seseorang mencintai sesuatu atau sebuah komunitas dan organisasi ingatlah, orang – orang tersebut akan berpikir apa yang bisa dia berikan untuk komunitas dan organisasi tersebut, sedangkan yang lainnya ketika ia berada dalam lingkaran itu ia akan berpikir apa yang ia dapatkan di dalamnya, dan jadilah orang – orang yang berpikir apa yang bisa saya berikan untuk lingkaran ini”
Kita seringkali menagih janji, entah itu berkecimpung dalam sebuah pekerjaan entah itu dalam lingkup lingkungan kehidupan kita, komunitas, dan organisasi tanpa perlu memikirkan apa yang harusnya kita lakukan. Kita selalu menuntut oranglain bertindak laku sesuai dengan kita, benar tidak ? 
Egois bukan, diri kita? Tapi orang – orang bermindset volunteer dalam hidupnya. Ia punya kerelaan yang berbeda dari orang kebanyakan. Entah mengapa, menurut saya kegiatan volunteering membuat diri kita menjadi lebih peka kepada oranglain, bahkan diri sendiri untuk meredam emosinya dan juga egoistik yang ada di jiwanya, menekan hawa nafsu yang mengebu – gebu ingin diperhatikan, menjadi raja atau ratu di depan orang lain. Orang – orang yang bermindset volunteer mendedikasikan hidupnya menjadi relawan untuk kehehidupan. Why ? Karena dia selalu bertanya dalam hati, 

“Apa yang saya berikan untuk mereka?”

“Apa yang saya berikan untuk kehidupan ini ?”

“Apa yang saya berikan untuk Sang Maha Yang Menciptakan ?”

Saya menilai orang – orang yang memiliki pemikiran demikian akan senantiasa menjadi sinar buat orang lain, dan wajar bila Tuhan memudahkan hidup mereka karena hati berlian yang mereka miliki. Pernah tidak bertanya mengapa tetangga kita begitu acuh dan sombong ? Kenapa kita tak punya teman ? Kenapa kita tak memiliki keharmonisan misalnya di keluarga ?

Coba berpikir kepada diri kita sendiri, sejauh apa hidup dan diri kita berikan untuk mereka. Mungkin kita tak pernah menyapa dulu, selalu bermuka masam ketika bertemu, atau bahkan seringkali mengabaikan sapaan mereka sehingga mereka juga tak ingin lagi menyapa kita. Bisa jadi kita tak memiliki teman karena memang memilih sendiri, tak pernah membantu, atau bahkan menyulitkan oranglain bukan memudahkan. Bila hidup kita tak seindah dengan keluarga ? Mungkin bisa jadi kita tak pernah memberikan waktu untuk keluarga sehingga merasa asing dalam orang terdekat sendiri.

Menurut saya, volunteer mindset itu bukan berdampak kecil, sikap kerelawanan adalah sikap seorang hero! Pahlawan. Bukan hanya untuk orang lain tapi dirinya sendiri. Kegiatan volunteering adalah sarana untuk mengasah kepekaan itu. Ditambah lagi ketika kita sudah menemukan rasa di dalamnya, dirimu akan selalu haus untuk memberi, sehingga ingin memperkaya diri agar bisa memberi. Memperkaya dalam arti ilmu, kerja keras, rasa solidaritas, pertemanan. Hal – hal positif lainnya. 

Hal yang biasanya selalu mengikuti kegiatan volunteer mengajar, akan ingin mengajarkan hal – hal baru untuk bahan ajarnya. Bagi yang sering ikut kegiatan sosial atau kebencanaan akan ingin menjadi sosok tangguh dan kuat untuk bisa menjadi tameng pelindung ketika hal demikian terjadi.
Volunteering juga bisa mengasah diri kita menjadi sosok pemimpin, yang saya sampaikan bahwa volunteer adalah hero! Pahlawan!

Nah, bagi kamu yang belum pernah ikut. Coba luangkan waktu untuk mengikuti kegiatan kesukarelawan demikian. Mungkin kamu bisa menemukan sesuatu yang belum ketemu, seperti kepercayaan diri, passion, atau hal yang belum kamu temukan dalam diri kamu. Bagi yang sudah pernah, jangan berhenti tularkan kembali semangat untuk berbagi dan rasa volunteerisme itu kepada yang lain.

Karena satu langkah kita bisa membuat perubahan besar!
Be HERO ! 

***
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

ABOUT ME




Hi, I'm Melati Octavia

Welcome Readers! I'm in love with books, creativity, and think about people. This is my journal and story of my life!
Happy Reading!

Read More>

Follow Us

  • LinkedIn
  • Youtube
  • Facebook
  • Twitter
  • Pinterest
  • Instagram

Labels

Artikel Choice community development Self Improvement Self Reminder Tulisan Young Mindset

My Pageview

Melati's books

Menulis: Tradisi Intelektual Muslim
Indonesia Mengajar
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
Harry Potter and the Prisoner of Azkaban
Harry Potter and the Deathly Hallows
Harry Potter and the Goblet of Fire
Harry Potter and the Half-Blood Prince
Harry Potter and the Chamber of Secrets
Harry Potter and the Order of the Phoenix
The Tales of Beedle the Bard
25 Curhat Calon Penulis Beken
7 Keajaiban Rezeki
Dasar-Dasar Menulis Karya Ilmiah
Notes from Qatar 2
Kuliah Tauhid
99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa
Habibie & Ainun
Summer Breeze: Cinta Nggak Pernah Salah
Menyimak Kicau Merajut Makna
Berani Mengubah


Melati Octavia's favorite books »

Blog Archive

  • ▼  2022 (14)
    • ▼  November (1)
      • Aksi Nyata Untuk Transisi Energi di Masa Depan
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2021 (13)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2020 (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2019 (13)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2018 (27)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2017 (15)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2016 (37)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2015 (53)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (9)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2013 (3)
    • ►  Oktober (3)
  • ►  2012 (10)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2011 (3)
    • ►  Desember (3)

Mels Journal Podcast

Melati Octavia's Intellifluence Influencer Badge

Banner Bloggercrony

Facebook Twitter Instagram Pinterest Bloglovin

Created with by BeautyTemplates