facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • About Me
  • Life Style
    • Self Improvment
    • Financial Talk
    • Women Talk
    • Parenting
    • Education
    • Eco Living
  • Travel Content
  • My Project
    • Digital Writing Studio
    • Lampung Digital Academy
    • ThinkMe Project
  • Disclosure
  • Contact

Melati Octavia Journal


Hal yang tersulit di Ramadhan kebanyakan kita adalah sikap mubazir. Ga jauh – jauh Ramadhan, dihari biasa kita sering melakukan ini termasuk saya. Ga sadar kita lalai, ga sadar terlihat ga apa – apa. Ternyata termasuk dosa yang kemudian merembet ke dosa lainnya. Mubazir identik dengan pemborosan uang dijalan yang sia – sia. Tapi kalau saya pribadi, mubazir itu maknanya banyak dijaman sekarang. Termasuk mengambur-ngamburkan waktu dengan hal kurang bermanfaat.

Bisa juga melebih – lebihkah sesuatu, Allah berfirman :
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. ” (QS. Al Furqan: 67).
(Tafsir Al Karimir Rohman, 456)

Sikap mubazir masa kini memang sulit kita pilah pilih. Karena banyak ragam macam bentuk yang dipoles dan secara ga sadar kita melakukan tindakan mubazir tadi. Misalnya, kita makan selalu bersisa apalagi sekarang ketika kita berbuka bersama kita suka menyisakan makan makanan.

Dan berikanlah pada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang ada dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) dengan boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudaranya setan, dan sesungguhnya setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya" (Q.S.Al Isra : 26 - 27).

Saya pribadi berusaha untuk tidak menyisakan makanan, mengambil seperlunya ketika misalnya ada makanan yang tersaji walaupun memang kadang kala sesekali masih melakukan. Hal yang menjadi pengingat adalah ketika dulu pernah kesulitan untuk makan. Kalau sekarang juga gadget juga mendukung kita buat bikin sikap mubazir. Misalnya yang menghabiskan sepenuhnya dengan gadget hingga melupakan banyak kewajiban lain. Sebenarnya banyak peluang kita untuk tidak produktif dan melakukan mubazir. Lagi – lagi yang menjadi alarm kita untuk tetap produktif adalah visi kita, dan rencana – rencana baik kita agar terhindar dari waktu – waktu yang kemudian kita sia – siakan untuk hal yang kurang bermanfaat.

Semoga kita bisa memanfaatkan Ramadhan kali ini dengan baik, sehingga terhindar dari sikap – sikap mubazir.
InsyaAllah.



Belakangan ini, godaan untuk surut menulis 30 hari mulai datang. Saya terlupa. Benar-benar saya merasa bersalah. Saya lupa mensettings penjadwalan draft yang sudah saya buat dan rapikan untuk jurnal ini. Mengingat aktivitas diluar makin banyak menjelang akhir bulan. Lagi lagi saya berusaha akan berjuang untuk challenge saya sendiri untuk bisa menasehati diri saya pribadi tiap hari di Bulan Ramadhan. Bisa juga merangkum catatan nasehat orang – orang yang saya terima.

Ini catatan kemarin yang belum sempat saya bahas. Bab mengenai rejeki, dulu di blog ini saya pernah membahas mengenai rejeki. Rejeki yang selalu kita khawatirkan. Kehidupan yang selalu bikin kita waswas. Kekhawatiran ekonomi lebih tinggi ketimbang kekhawatiran iman yang hilang. Rasa syukur yang habis karena takut ga bisa hidup layak sesuai ekspetasi. Saya mengingat masa itu, masa dimana berpindah dari Jakarta 1998 ketika krisis ekonomi. Usia kala itu masih 4 -  5 tahun, tapi entah kenapa memori itu membekas. Memori saya yang kemudian kesulitan menyesuaikan diri hidup dari 0 lagi di Pekanbaru. Saya masih teringat wajah ayahanda dan ibunda yang cemas, saya masih ingat kenangan yang hanya ditemani tape dan radio sebagai hiburan ketika tetangga lain memiliki tv elektronik. Bagi saya itu ingatan yang precious untuk jadi cambuk bagi saya, bahwa keluarga saya pernah sesulit itu memulai hal baru di Pekanbaru.

Jadi kadang flashback, kalau mau ngeluh sama hal yang terjadi sekarang. Ga pantes rasanya kalau dulu pernah dan bisa melewati masa sesulit itu. Jadi paham rejeki itu juga bagian ujian yang berat dari Allah dan akan selalu dibuat kita ngelewatinnya, diingetin kadang caranya kurang menyenangkan. Dikasih kekurangan dan kehilangan supaya kita sadar kalau harta yang kita miliki cuma titipan, bukan miliki kita. Bahkan jiwa raga kita bukan punya kita. Jadi pantaskah kita masih menuntut.

Rejeki adalah perjuangan penuh nilai. Seperti apa kita menjemput, seperti apa yang kita menggunakan, seperti apa kita memanfaatkan, semuanya dinilai dan diuji. Jadi kalau potennya jelek (nilai) kadang kala dibalas Allah langsung ke dunia dengan hal kurang menyenangkan, tapi dibersihkan dari dosa karena salah menggunakan rejeki titipan itu. Bisa juga dicicil dosanya buat jadi tabungan di neraka. Hmm berasa serem kalau ingat ini.

Ibnul Qayyim berkata,
“Fokuskanlah pikiranmu untuk memikirkan apapun yang diperintahkan Allah kepadamu. Jangan menyibukkannya dengan rezeki yang sudah dijamin untukmu. Karena rezeki dan ajal adalah dua hal yang sudah dijamin, selama masih ada sisa ajal, rezeki pasti datang. Jika Allah -dengan hikmahNya- berkehendak menutup salah satu jalan rezekimu, Dia pasti –dengan rahmatNya- membukan jalan lain yang lebih bermanfaat bagimu.

Meskipun rejeki sudah dijamin oleh Allah. Sebagai seorang hamba kita tetap memperjuangkan rejeki yang halal lagi berkah agar bermanfaat. Fokuslah memperkaya diri dengan nilai baik yang tertanam pada diri, baik skill, pengetahuan, dan karakter serta akhlak yang baik. Karena rejeki ga melulu soal harta tapi juga kesehatan, lingkungan yang baik, kelancaran sesuatu pencapaian dan kemudahan lainnya.

Allah berfirman pada Surat Al-Baqarah Ayat 254 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim“
 
Setelah kita menghasilkan dan bernilai dengan rejeki yang baik. Jangan lupa kalau harta kita ada hak orang lain yang musti ditunaikan.

Semoga cerita mengenai rejeki bisa menjadi renungan saya dan kita semua.


Tulisan ini saya curi – curi inspirasi dari diskusi cukup panjang dan juga ingatan nasihat Alm Ayah dulu kepada saya sebagai anak perempuan. Banyak kita lihat fenomena mempercantik diri, tutorial makeup, dan mempoles lebih menarik dan terawat. Salah tidak ? Tidak salah kok. Tapi apalah saya disini yang berani – berani bilang salah benar. 

Tapi hal yang perlu catatan menurut saya, ketika kegiatan tersebut sudah melebihi batas, sudah mengindahkan hadits dan perintah Allah terutama mengubah ciptaannya. Kadang kebanyak kita khilaf menghabiskan waktu dan juga berkutat untuk mempercantik dan memoles diri secara fisik lebih baik di depan orang lain. Terutama pancingan trend saat ini, kosmetik impor, tutorial menarik, style ini dan itu. Masih banyak pernak Pernik yang sebagian besar disukai perempuan. Bahkan laki – laki tak kalah ketinggalan necisnya. Berasa ceramah ya hehe.

Padahal itu kutipan ceramah orang lain yang kemudian menyeramahi saya via diskusi. Sama konteksnya dengan ayahanda bilang dulu, “Percantiklah kualitasmu dengan skill, banyak lah belajar menjadi sosok yang serba bisa agar bisa bantu orang lain” Sedangkan simpulan diskusi saat itu “Coba ubah konteks mempercantik diri dengan fisik, kebanyakan kita lupa untuk memoles hati dan sikap yang lebih baik. Banyak belajar, banyak ibadah, banyak berbuat bermanfaat, yaa kebanyakan kita lupa,”

Jleb rasanya mendengar kala itu, saya pun izin untuk mengambil nasihat beliau agar tertuliskan disini. Terutama pengingat saya dan bisa jadi teman – teman semua. Untuk bisa menjadi yang seimbang, dan dijauhkan dari niat – niat untuk bertabaruj tidak pada tempatnya, selain untuk merawat diri sebagai rasa syukur atas ciptaan Allah.

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta kalian, tapi ia melihat hati dan amal kalian” (HR.Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah)

Semoga menjadi pengingat bagi diri saya.



Tulisan ini terinspirasi ditengah hiruk pikuk teriakan para penyedia angkot dan hiruk pikuk penjual yang menjual barang di Jalan. Waktu itu saya sedang berada di bengkel yang bisa dibilang terletak di jalan besar yang ramai dan mudah menemukan banyak aktivitas. Di sela – sela menunggu saya melihat mereka, melihat cucuran keringat mereka. Juga aksi mereka yang lari – lari, atau berteriak menawarkan penumpang. Sesekali terlihat raut mereka yang begitu gigih, menikmati ditengah panas Pekanbaru yang luarbiasa. Tanpa topi dan penutup apa – apa. Tak terbayang bagi saya bagaimana mereka terbiasa dengan hal itu.

Sambil menunggu memperbaiki kendaraan kala itu cukup ramai. Saya kemudian merefleksikan diri atas apa yang mereka lakukan dan kita jalani. Rasanya tak sebanding, rasanya kurang bersyukur, rasanya tidak tahu diri. Saya menghakimi diri saya berkali – kali ketika duduk. Ketika saya sesekali masih mengeluh, bahkan bukan sesekali tapi seringkali. Memang, setiap kita memiliki garis juangnya masing – masing. Ketika kita memahami bagaimana perbedaan itu bekerja dalam bekerja keras. Syukur seharusnya lebih banyak dan menjadi penyemangat untuk dibalas dengan hal yang lebih baik. Sesuatu yang pernah saya tulis di sini. 

“Barangsiapa yang di waktu sore merasa capek (lelah) lantaran pekerjaan kedua tangannya (mencari nafkah) maka di saat itu diampuni dosa baginya.” (HR. Thabrani)

Jadi apapun lelah kita, apabila ikhlas dan penuh semangat. InsyaAllah akan senantiasa berbuah surga dan dihapuskan dosa kita. Ada sebuah hadits juga yang menganjurkan kita bahkan menyuruh kita untuk senantiasa bersemangat dan menjadi yang bermanfaat ;

“Bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah pada Allah, serta janganlah engkau malas” (HR. Muslim)

Ini pengingat, ketika kita seringkali menjadi orang – orang lowpower, bisa jadi kita kurang jauh mainnya. Coba kita main ditempat – tempat yang dimana orang – orang sangat bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu. Kadang kalau kita renungkan, ada sebagian kita yang bisa jadi sejak kecil sudah cukup baik. Pendidikan yang baik, makan yang cukup, tempat tinggal cukup layak. Ternyata di tempat lain masih ada teman – teman kita dengan sekuat tenaga pun bersungguh – sungguh ia tetap berada di lingkungan yang sama dan juga kerja keras yang sama. Inilah orang – orang yang seharusnya kita rangkul jika mungkin kehidupannya tidak lebih baik dari kita. InsyaAllah mereka juga akan menjadi penyemangat untuk kita.

Walau di bulan Ramadhan, apa salahnya kita membahas mengenai hal ini. Sudah lama sekali saya tidak menuliskan hal demikian. Setelah flashback tulisan berkaitan dengan jodoh, pasangan, selalu mendapatkan viewers yang cukup tinggi dibandingkan tulisan lainnya. Walaupun tulisannya sudah bertahun lama, masih terus meninggi dan meningkat. Segitu galaukah ya sampai tulisan seperti demikian dicari hehe.

Saya bukan orang yang berpengetahuan luas mengenai ini. Cuma teman – teman perempuan saya sering menjadikan saya tempat cerita, kadang kala saya juga bercerita. Mengenai kisruh dan tantangan memilih seseorang yang tepat untuk tumbuh bersama di masa depan.

Saya baru saja menonton kajian Ust.Khalid Basalamah mengenai hal ini. Begitu logis, dan membuat saya terteguh. Ternyata Allah itu, bukan belum memberikan jodoh pada kita saat ini *bagi yang belum. Melainkan kita yang seringkali salah menempatkan diri, salah menanggapi, sering terlewatkan dan terabaikan. Banyak mungkin sebagian dari kita menempatkan jodoh seperti benda, dan durian jatuh. Menunggu dan menunggu berharap datang dengan sendirinya.

Ternyata tidak, perlu ada ikhtiar didalamnya. Dan Allah selalu menawarkan jalan, kadang manusia karena dalam keadaan tidak dekat padaNya kehilangan sinyal tadi. Allah sering bilang gini “ Ini nih, orangnya ..” kita sering dipertemukan banyak teman baru, lingkaran baru tapi kemudian terabaikan oleh kita karena alasan yang tidak syari. Bukan karena agama, melainkan bisa jadi kekurangan duniawinya. “Ini nih coba istikharah dulu” kita selalu didatangi hal demikian tanpa kita sadari. Lalu sekarang kembali pada diri kita. Itulah sedikit kutipan kajian yang sempat saya tonton.

Saya menyadari ujian berat dari sebuah proses menemukan adalah berperang pada hati nurani dan syaitan. Kita tahu dalam Islam hubungan lawan jenis itu jika tidak pada tempatnya akan menjadi fitnah. Bahkan dalam hadits hanya beberapa hal saja interaksi yang dibolehkan, seperti menuntut ilmu, muamalah, dan hal berkaitan dengan kebaikan dan maslahat. Hal yang sering terjadi ketika memulai proses untuk mengenal lebih jauh. Syaitan mudah sekali menempel pada diri kita. Sehingga masuk dalam selip – selip hati kita. Hingga menutup mata bathin kita pada kebenaran akan mengenal calon kelak karena hasutan tadi. Makanya ketika memulai proses, kita seharusnya semakin dekat pada Allah. Makin sering beristikharah, semakin sering berkhalwat dengan Allah. Satu hal lagi berserah diri kepada Allah.

Ujian – ujian yang seringkali menjadi hal berat dan kemudian merusak nilai kebaikan untuk menjemput jodoh dalam menyempurnakan iman menurut saya ;

1. Niat

Ibadah inti adalah niat, seperti tulisan saya sebelumnya mengenai “Perbaiki Niat”. Niat menjadi pondasi utama kita untuk melakukan ibadah. Begitu pula menikah, kebanyakan saat ini media yang kita lihat seringkali memang mendakwahkan mengenai menikah muda namun saying tidak dibarengi pemahaman penyerapan lain. 
Untuk apa kita menikah ? Selurus apa niat kita menikah ? Apa karena ingin bahagia ? Ingin terlihat sama dengan orang lain ? Tidak ingin jomblo ? Tuntutan orangtua ? Harta dan lain – lain. Dari segala hal niat yang saya absen ini lah yang kemudian menjadi penghalang kita untuk menemukan corong yang tepat di mana jodoh berada. Termasuk saya, yang juga sedang meluruskan niat dengan sungguh – sungguh dimanakah Allah dalam rencana kebaikan ini.

2. Kehilangan Kendali

Saya bukanlah orang yang sangat religius. Bahkan untuk kajian rutin tergabung dalam lembaga dakwah sudah lama sekali saya absen. Paling tidak cara saya menjaga pola kendali ini dengan bergaul dengan teman yang baik, memperbaiki cara berpakaian, dan juga mengikuti kajian yang ada dan terbuka. Kehilangan kendali disini, ketika kita menjalani proses itu tidak pada tempatnya. Tidak ada penegur, tidak ada ninik mamak (kalau dalam adat melayu) orang yang berperan sebagai konsultan, penasehat dan pengingat niat dasar menikah tadi. Orang tersebut adalah mahram, saudara yang bisa menjadi kontrol keluarganya. Atas niat yang disepakati, memberitahu informasi yang sebenarnya. Sehingga terhindar dari khalwat dan syaitan mendapatkan posisi keempat. Sehingga tidak bisa menganggu ya kan.

3. Hasrat Menggebu & Rasa Memiliki

Ketika kehilangan kendali atau tidak adanya peran sosok yang benar – benar masuk dalam proses tersebut yaitu mahram tadi. Syaitan kemudian membisikan halusinasi yang begitu indah sehingga muncul lah hasrat menggebu tadi, yang sering kita sebut cinta. Apakah cinta itu salah ? Tidak. Baik bahkan, cuman cinta ketika tidak pada tempatnya seringkali menimbulkan hal yang tidak baik.
Satu lagi yang perlu kita ingat bahwa proses yang tidak serius, memakan waktu. Kelak akan mengeser niat awal sehingga kecenderungan menikah karena sudah terbiasa, sudah merasa saling memiliki satu sama lain. Celakanya ketika dalam prosesnya ditemukan Allah tidak menyukai dan tidak meridhoi pernikahan terjadi kita menjadi sosok yang mengutuk banyak hal entah itu diri kita sendiri, depresi (karena putus cinta dan trauma), kemudian mengutuk orang lain yang bisa jadi dijadikan Allah ujian atau pemberitahuan bahwa bukan kita yang memiliki.

4. Masa Lalu

Setiap orang memiliki masa lalu, kecenderungannya ketika menjalani proses adalah kita menghimpun ingatan segala kekurangan dari masa lalu. Baik itu berbungkus trauma, pengalaman menjalin dan berproses dengan orang lain dan sebagainya. Masa lalu adalah sesuatu yang sangat sensitif bagi semua orang. Saya pernah mendengar kajian kala itu, bahwa ketika sepakat untuk bertumbuh dan membersamai di masa depan. Kesepakatan yang baik dan seharusnya adalah sama – sama ingin melangkah kedepan dan tidak ingin berbalik ke belakang.
Ketika saya flashback ke diri saya, saya melakukan kesalahan tersebut di masa lalu ketika berproses. Niat saya belum lurus, belum utuh masih tersangkut sebagian pada hal duniawi. Sehingga perbandingan saya bukan karena ridho Allah. Tapi juga hasrat pribadi dan masa lalu yang tersingkap dan tak seharusnya disampaikan jika tidak diambil pelajaran dari hal tersebut. Lalu hal Ini salah.

5. Penghakiman Diri Sendiri

Penghakiman diri sendiri adalah prasangka buruk di awal. Ketika kita merendahkan diri kita dengan hal yang berbentuk sikap, fisik, dan juga kedudukan duniawi. Kita seringkali membandingkan dan mengatakan hal buruk pada diri sendiri. Apalah saya yang jelek ini ? Apalah saya yang tak kaya ini, apalah saya yang kurang agama seperti ini ? Kalimat ini seperti pengingkaran atas nikmat Allah. Lagi – lagi saya mengutip dari Ust Khalid. Bukankan itu tanda penyesalan atas nikmat yang Allah berikan pada kita. Bukankah itu sebuah penghakiman dan rendah diri, bukan rendah hati sehingga kebaikan yang seharusnya datang kemudian tenggelam karena persepsi yang tercipta pada diri kita. Jikalau pun ditanya kenapa belum menikah, mungkin kita menjawabnya dengan kata positif dan doa. Sehingga juga taka da nikmat yang berkurang disini.

6. Ingin Kesempurnaan

Salah satu penyakit diri kita sebagai manusia adalah membandingkan diri. Ditutupi kata – kata orang lain, penilaian – penilaian orang lain. Kita terus mencari banding banding, tidak berhenti disana. Bukan hanya membandingkan orang yang mendekati, tapi juga membandingkan diri kita pada oranglain. Pantaskah ? Sempurnakah aku?

Bisa jadi pantaskah dia denganku ? Bagaimana aku menyetarakan diri pada dia (Calonku) atau sebaliknya. Kebanyakan bentuk penilaian tadi adalah dalam kadar duniawi. Kemolekannya, kelembutannya, hal fisik cara berpakaian yang mungkin belum baik, Pendidikannya, pekerjaannya, dan kadang masa lalunya. Kita menghakimi masa lalu orang karena kotor ? Apa boleh ? Bahkan bisa jadi saat ini ? Bukankah di awal kita tidak baik menilai orang dari masa lalunya.

Tulisan ini sebagian besar adalah sebuah kumpulan nasehat orang bijaksana, ulama yang saya kumpulkan untuk menjadi nasehat saya pribadi. Bisa jadi saya salah menuliskan, dan saya selipkan juga ibroh yang saya ambil dari perjalanan ikhtiar saya yang juga belum mulus dan masih dalam memurnikan diri, mempertegas visi, dan merancang mimpi. Ada harapan kelak setidaknya ketika saat tiba, saya lebih matang bersikap. Lebih bijaksana menjalani sehingga Allah meridhoi.

Semoga bisa jadi nasehat kita semua,
Jika teman – teman ada pembahasan yang didiskusikan bersama disini, silahkan komentar dibawah ya.




Tema kali ini relate banget dengan kejadian belakangan ini. Siapa sih yang ga pernah berprasangka ? Semua orang pernah berprasangka. Kalau belajar Ilmu Komunikasi di kampus dulu, prasangka terjadi karena ada kepingan pengetahuan yang tiba – tiba datang dan ga tahu asal usulnya dari mana. Seringkali prasangka dijadikan pembenaran, sebuah fakta. Padahal sangat jelas prasangka itu adalah sebuah kabar burung yang perlu diteliti lagi.

Prasangka itu ada dua ; Prasangka buruk dan prasangka baik. Kebanyakan dominan seringkali kita melakukan prasangka buruk ketimbang yang baik. Kita sering menjudge orang lain dengan hal – hal buruk terhadap yang belum pasti kebenarannya.

Dalam islam sudah dijelaskan di dalam Al-Quran surah Al Hujurat 12 mengenai perintah untuk tidak berprasangka buruk bahkan sampai mencari – cari kesalahan oranglain.

“Hai orang orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari – cari kesalahan oranglain,”

Rasulullah juga bersabda dalam sebuah hadits ;
“Berhati – hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk adalah sedusta dustanya ucapan. Jangan saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci, Jadilah kalian hamba – hamba Allah yang bersaudara” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari Hadits No 6064 dan Muslim Hadits No 2563.

Ada yang bisa kita teladani dari kisah ini ; dan kita bisa pelajari perkataan dari Sufyan bin Husain, penjelasannya sebagai berikut :
“Aku pernah menyebutkan kejelekan seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah. Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi?” Aku menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya lagi, “Kalau memerangi bangsa Sind, Hind (India) atau Turki?” Aku juga menjawab, “Tidak”. Beliau berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kejelekanmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari kejelekanmu?” Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu.” (Kitab Bidayah wa Nihayah karya Ibnu Katsir (XIII/121)

Prasangka Buruk sendiri bisa dibedakan menjadi 3 bagian, yakni :

Prasangka Buruk terhadap diri sendiri (nafs ammarah)
Prasangka buruk terhadap diri sendiri biasanya ditandai dengan tidak adanya kepercayaan diri terhadap kemampuan untuk melakukan suatu hal dan cenderung selalu takut gagal. Hal ini tidak baik untuk dilakukan sehinggi diri anda tidak bisa berkembang. Diperlukan cara agar hati tenang dalam islam agar terhindar dari berprasangka buruk terhadap diri sendiri. Sama hal nya yang saya pernah tulis mengenai memaafkan diri sendiri. Disini saya belajar, ketika saya belum bisa memaafkan berarti saya sudah melakukan dosa prasangka buruk pada diri sendiri.


Prasangka Buruk terhadap orang lain
Prasangka buruk terhadap orang lain ditandai dengan sikap selalu mencari – cari kesalahan orang lain. Apapun tindakan orang yang tidak kita sukai pasti akan selalu dihubungkan dengan hal – hal yang buruk padahal belum tau kebenaranya seperti apa. Biasanya setelah berprasangka buruk seperti itu hati pelaku akan merasa. Alangkah baiknya jika anda mengetahui cara menghilangkan dendam dalam islam.

Prasangka Buruk kepada Allah Swt
Prasangka buruk kepada Allah biasanya timbul karena doa yang dipanjatkan tidak kunjung terkabul. Ada juga karena banyaknya musibah yang datang silih berganti. Hal seperti itulah yang memancing seseorang berprasangka buruk kepada Allah Swt. Untuk itu anda perlu mengetahui sifat orang yang bertakwa.

Berikut sabda Rasulullah Saw :
“Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.” (HR. Bukhari-Muslim).

Saya sudah sering mengalami banyak konflik dan menjadi akarnya adalah prasangka. Saya menyadari prasangka ini seperti kue lezat syaitan menghasut manusia terutama orang – orang beriman untuk saling memusuhi saling menyakiti. Sama hal nya saat ini dimana kita mengalami shock terhadap identitias muslim yang melakukan terorisme dengan menggunakan detail – detail sebagai seorang muslim. Tindakan mereka menimbulkan prasangka. Tindakan mereka menimbulkan interpretasi. Sebagai muslim yang baik yaitu mampu mengenali prasangka tersebut dan meresponnya dengan baik. Bukan kemudian ikut mengkeruhkan suasana dengan memberikan pandangan negatif mendiskriminasi dan kemudian mengeneralisasi.

Karena tahapan prasangka dimulai dari ketakutan, ketidak tenangan, yang mana muncul ketika kita tidak sedang dekat pada Allah. Ini muncul yang kemudian menjadi bahan syaitan untuk menghasut kita melakukan prasangka yang iya bisikan. Asumsi yang kita miliki untuk prasangka terhimpun dan seolah menjadi fakta valid untuk kita. Padahal itu semu, itu makanya ketika kita berprasangka kita diminta tabbayun dengan benar. Dengan orang juga yang baik pemikiran dan bijaksana yang ikut terjun mendampingi kita agar bisa mengingatkan ketika prasangka tersebut melebar dan menjadi fakta yang kemudian kita benarkan hingga akhirnya menimbulkan konflik dan terbentuk banyak kubu.

Semoga di Ramadhan kali ini, kita menjadi sosok yang bebasa atas prasangka apapun. Senantiasa berprasangka baik pada diri sendiri, oranglain dan tentunya Allah ketika diberi ujian.

*********

Tulisan ini murni menasehati diri saya, dan semoga bermanfaat untuk teman - teman



Ada yang menarik ketika ingin sharing disini. Agak sedikit mellow, tapi tujuan cerita kali ini agar kita bisa bersyukur tentang dan menemukan Ramadhan. Dimana kadang kala kalau kita flashback ke belakang terjadi banyak perubahan Ramadhan di hidup kita. Disini mungkin bukan membahas mengenai ruhiyah, melainkan orang – orang yang bersama kita di Ramadhan sejak awal. Ingat gak kamu ketika pertama kali belajar berpuasa, ingat tidak ketika sahur bersama di meja yang sama rumah yang sederhan. Kadang ada sebagian besar kita, Ramadhan yang tak lagi sama kehilangan orang yang duduk dalam lingkaran yang sama sebelumnya sekarang hanya bangku kosong. Bisa juga karena kehidupan kian meninggi, kesempatan bersama kemudian berkurang. Pekerjaan mulai mengurangi perkumpulan kita dengan orang – orang yang kita sayangi. Gadget, pekerjaan yang padat, dan teknologi menjadi rumah hanya sebagai tempat singgah tidur semata.

Kita perlu bersyukur, itulah kadang kita diminta melihat ke belakang agar tahu sejauh apa kita melangkah. Kita perlu mengenang agar tahu dan betapa Allah banyak telah memberikan nikmat pada kita. Mungkin ini Ramadhan yang keberapa untuk hidup kita. Syukur yang banyak ketika kita dipertemukan Ramadhan kali ini. Hal yang paling menguras hati ketika kelak sudah sampai di ujung Ramadhan. Bahwa kenangan Ramadhan ini berakhir, kebahagiaan bercumbu dengan intens pada Allah SWT tidak seperti biasanya. Kebiasaan mengunjungi RumahNya tidak seperti biasanya. Seharusnya kita tercabik dengan demikain, tidak melontarkan lelucon yang belakangan menjadi sebuah lucu – lucu bahwa “lebaran 29 hari lagi”. Bagaikan bulan Ramadhan dan puasa hanya momen musiman, yang dinanti endingnya saja. Coba kita renungi kembali, sejauh apa kita menjadi sosok yang  lebih baik dari Ramadhan ke Ramadhan lainnya. 

Apakah sedekah lebih banyak ?
Apakah ibadah Sunnah kian rajin ?
Apakah kebaikan sederhana makin meningkat ?

Bisa jadi sama saja dengan Ramadhan lainnya, tanpa rasa kehilangan ketika dia pergi.

“Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi].

Diriwayatkan dari Maimun bin Mihran, beliau berkata,

“Hamba tidak dikatakan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya sebagaimana dia mengoreksi rekannya” [HR. Tirmidzi].

Tulisan ini sebagai pengingat pribadi, dan untuk kita semua

Semoga bermanfaat!



Tahun lalu saya pernah cerita tentang peristiwa yang benar - benar menantangkan keikhlasan. Salah satunya kehilangan harta, bahkan juga orang yang kita cintai. Jadi saya jadi kepikiran untuk menasehati kembali dan merenungi kembali makna ikhlas itu kepada diri saya sendiri. Ketika ada sharing session ketika pertemuan para blogger kemarin. Tersentil cerita tentang tantangan ikhlas yang dialami salah satu teman kami.

Beliau pernah kehilangan barang dan harta yang berharga dan banyak. Dimana barang tadi menjadi alat untuk melakukan pekerjaan. Kemudian tak disangka ga jauh dari momen itu barang yang hilang tadi diganti Allah dengan lebih baik dengan cara tak disangka. Begitulah singkat cerita teman itu.

Saya jadi ingat pernah kehilangan uang sejumlah jutaan yang akan disetorkan ke bank secara misterius dan lebih dari sekali. Awalnya merasa rada ga percaya, uang sejumlah sedemikian yang sudah terkumpul lenyap begitu saja. Entah menaruh barang kurang hati hati, atau lagi - lagi muncul di pikiran ini. Mungkin sudah lama tidak bersedekah. Rejeki saya sudah tidak bersih, perlu dibersihkan kadang kala caranya kurang menyenangkan, dengan cara kehilangan.

Ujian keikhlasan lainnya bukan hanya kehilangan barang. Hal yang paling menguji ketika kehilangan orang yang kita cintai. Itu benar - benar menguji keikhlasan, penerimaan atas kenyataan yang terjadi. Ketika saya kehilangan salah satu orang tua saya, yaitu Ayahanda saya secara mendadak. Ingin mengutuk diri rasanya, bahkan mencari kambing hitam dari hilangnya orang yang kita sayangi. Ketika kita tida mengendalikan ikhlas dan husnuzdon kepada Allah tadi.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam telah bersabda,”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian”.

Allah berfirman pada surah Al-Baqaroh 139 yang artinya ;

Katakanlah: “Apakah kamu memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, Padahal Dia adalah Tuhan Kami dan Tuhan kamu; bagi Kami amalan Kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya Kami mengikhlaskan hati

Ikhlas itu ilmu yang sangat dalam. Ilmu yang luarbiasa. Ilmu urut dada. Ikhlas disini bukan ilmu mengalah ya. Tapi berusaha menjadikan apa yang dikerjaakan semata-mata kebaikan, semata - mata ridho Allah.

Erat kaitannya dengan menjadikan apa yang dilakukan. Jadi ketika ikhtiar, dibarengi dengan kepercayaan bahwa kelak hasil yang didapatkan akan diterima bagaimanapun caranya.

Secara bahasa sendiri, ikhlas itu bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.

Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari hal - hal yang merusak nilai amal itu sendiri. Ini masih relate dengan jurnal sebelumnya yaitu memperbaiki niat.

Ikhlas ilmu yang perlu banyak latihan, tidak terlihat mata namun terlintas di setiap langkah - langkah kita. Kadang ada teman - teman yang mungkin memberi sesuatu ternyata dibelakangannya ada niat untuk agar di lihat. Sehingga lunturlah ikhlas tadi.

Ikhlas juga ga ngutuk - ngutuk kalau misalnya ada sesuatu yang baik diminta atau disarankan terutama berkaitan dengan kebaikan. Bisa aja perintah orang tua, orang yang kita hormati, bisa juga nasehat orang baik.

Ikhlas juga move on, move on kalau bisa jadi orang yang kita harapkan jadi pendamping ternyata tidak berjodoh. Ikhlas bahwa itu sudah garis yang Allah tentukan pada kita. (Ini bukan curcol ya) haha

Semoga bermanfaat!



Hmm ini pembahasan menarik yang sebelumnya tak sengaja mendapatkan inspirasi di beberapa kutipan instastory mengenai menjaga kata.
Menarik sih, apalagi jaman sekarang segala media sosial memudahkan kita buat cerita apa aja. Ngomong apa aja, memanggil dengan kata apa aja. Ga jarang banyak lingkungan kita lihat kata - kata ga pantes. Kita ga susah menemukan netizen yang berkata kasar, nama hewan, atau ucapan - ucapan sarkasme dimana mana.
Dan mirisnya lagi jadi seperti bahan olok dan sebuah pemakluman. Sedihnya lagi yaa kalo ada temen - teman kita yang baper (bawa perasaan), sensitif atau menegur jadi menjadi sosok yang negatif dan aneh sendiri.

"Sok suci banget sih loe!"
"Baper banget sih"
"Paaan deh cupu banget"
Ini nih yang jadi pengaruh, dimana kita lama - lama berteman dengan teman teman yang sudah menjadi kebiasaan menggunakan kata kata "tersebut" kita jadi terbawa suasana untuk menjadi sosok demikian.

Padahal kata kasar, kata olokan itu bukan trend atau dianggap  gaul ya temen - temen. Itu virus yang seharusnya jangan dibudidayakan.
Jujur, saya pribadi memang seringkali dianggap sensitif bagi sebagian orang. karena saya selalu memproteksi diri dengan kata - kata yang nanti menyakiti oranglain. Kadang saya pribadi berpikir. Emang hati yang kuat itu harus gitu ya nerima kata kata kasar gitu. Bukannya kita dulu belajar di sekolah untuk mengucapkan kata kata baik. Kenapa ketika saya menjadi orang yang kekeuh untuk menghindari kata sarkasrm dan lainnnya. Jadi sebuah keasingan yang terjadi di sekitar kita sekarang. Kenapa jadi hal tabu. Ini yang seringkali jadi pergolakan di diri saya hehe.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar” [Al-Ahzab : 70-71]

Salah satu ayat yang juga mengingatkan kita untuk menjaga hati saudara kita. Dimulai dari menjaga ucapan kita.

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” [Al-Ahzab : 58]

Semoga renungan ini bisa jadi nasehat kita masing masing bahwa menjaga kata terutama di media saat ini, juga langkah kita menjaga hati kita dan saudara kita.



Seharusnya perkara niat itu ceritanya di awal. Tapi belum terlambat di awal buat kita bisa review lagi niat kita dalam melakukan sesuatu. Di era sekarang, hal yang paling saya khawatirkan adalah rusaknya niat. Kenapa ? Ketika orang lain berpandangan berbeda tentang apa awalnya kita pikir untuk kita lakukan. Itu menjadi sebuah beban yang begitu dalam. Kita mungkin bisa saja sharing hal baik dan cerita tentang segala kebaikan kita ke media social. Berharap ada orang yang juga menduplikasi hal baik yang kita lakukan. Ga jarang tercampur niat untuk riya, untuk minta di puja dan puji ketika bertebaran like dan love di akun kita yang menjadi notifikasi. Jadi lunturlah segala pahala tadi ketika niat kemudian berbelok menjadi ujub diri.

Perkara niat, perkara yang sangat esensial dan dalam menurut saya. Bahkan hanya membahas mengenai niat saja, saya sering sekali dan mudah sekali meneteskan air mata. Apalagi kalau ada kajian atau ceramah ustad mengenai niat. Saya selalu merasa niat menjadi  hal esensial untuk kita hidup di dunia ini. Untuk apa jabatan kita, untuk apa harta kita, untuk apa status kita. Bukannya kita hidup di dunia ini hanya menggapai ridho Allah ? Kenapa bisa kita bersenang – senang dengan niat baik yang kemudian hancur karena selipan – selipan dosa dosa kecil yang kemudian mengotori hati kita.

Pernak Pernik dunia yang menggoda sekali untuk kita beralih. Mudah sekali untuk terbelok. Antara riya dan personal branding. Antara ujub diri dan berdakwah demi kebaikan. Kadang kala terbelok hanya karena komentar, kata – kata dan ujian – ujian berupa hal – hal baik yang datang pada kita.
Duh ini benar – benar menjadi renungan yang dalam bagaimana kita menjadi sosok yang istiqomah pada niat, lurus di awal. Karena ini jadi tantangan berat kita di masa kini.

Niat itu seperti surat, ketika kita salah menuliskan alamat. Kita akan salah sampai tujuan. Jadi perbaiki niat sama halnya kita memperbaiki jalan kita untuk mencapai harapan tersebut. Seperti yang saya tulis sebelumnya.

Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (HR Bukhori dan Muslim) – Hadits Arbain.

Saya berharap saya menuliskan jurnal Ramadhan ini, niat awal saya adalah saya ingin menasehati diri saya sendiri ingin menceramahi diri saya sendiri agar saya tidak berbelok dari niat – niat yang duniawi.  Selalu memohon agar Allah meluruskan apa yang kita lakukan, niat yang seharusnya dan dimudahkan segala perkara kebaikan – kebaikan yang kita tujukan hanya menggapai ridho Allah.
Wallahu Allam Bisshawab

Semoga Bermanfaat !

Sangat bersyukur dipertemukan Ramadhan kali ini. Ramadhan bersama orangtua tentunya. Sebelumnya sempat terpikir untuk tahun ini mungkin dalam perjuangan rantau di kampung sendiri. Banyak harapan yang saya taruh untuk diri pribadi di Ramadhan kali ini juga tahun ini. 

Harapan menjadi sosok yang lebih baik tentunya. Lebih bisa menjaga diri, menemukan hal baik. Menjaga kesehatan juga. Ingin menulis dan berkarya lebih banyak. Di saat melihat teman – teman lain bertumbuh. Ada sebuah semangat diri yang juga ikut membara. Pada kenyataan hal yang berat pada diri kita adalah ekspetasi kita pada diri sendiri yang terlalu over karena kita asik melihat oranglain. Kalo dipikir dipikir ya, sebenarnya kita sudah punya modalnya. Tinggal kita meracik konsistensinya seperti apa, kerja keras seperti apa walaupun kadang kala dunia luar ga seperti harapan kita.Kita sendiri yang membuat harapan pada diri sendiri yang kita tunjukkan kepada diri sendiri. Yaa kan ?

Bagaimana harapan dan juga target teman – teman di Ramadhan kali ini ? Target dan harapan saya sesederhana saya bisa menjaga diri dari pengaruh negative dan mubazir, perbanyak berkarya, zikir dan juga ibadah Sunnah. Ramadhan pertama kali ini jujur saya kekurangan waktu yang sangat banyak. Rasanya 24 jam masih kurang untuk dibagi dengan maksimal.

Salah satu target saya adalah menulis refleksi dan juga nasehat untuk diri saya sendiri di Blog ini dalam rubrik Jurnal Ramadhan selama 30 hari penuh. Bisa kah ? Dulu saya pernah bikin kegiatan ini di tumblr tapi ternyata strategi saya untuk disiplin tidak berhasil hehe. InsyaAllah untuk kali ini saya berkomitmen untuk menulis jurnal ini walaupun ga banyak dan bisa jadi sangat singkat. Bakal selalu update di pukul 21.30 selama bulan Ramadhan di blog ini teman – teman. 

Ohya bisa jadi saya terlupa untuk memberi kabar tentang update di media social. Kalo teman – teman sudah mengetahui pengen langsung dapat notifikasi bisa subscribe. Tapi sejauh ini belum begitu tahu works apa tidak nih.

Balik lagi ngobrol  tentang harapan, bicara tentang sebuah cita – cita dan pencapaian. Kita juga tahu kan kalo dalam menjalani dan mengapai semua itu pasti ga mudah kadang gagal. Bahkan ada orang yang berkali – kali mendapatkan hasil demikian. Pada dasarnya gagal disini mengajarkan kita untuk memperbaiki diri untuk mencapai harapan tadi. Itu yang sering kita sebut ikhtiar (berusaha). Dalam usaha ada lingkup poin yang harus kita pahami ; ada program, target, dan langkah – langkah. Dan banyak mungkin buku dan nasehat mengenai bagaimana meminimalisir kegagalan, salah satunya yaitu belajar.

Walaupun begitu, kita ga boleh lupa kalo kita butuh Allah untuk meng-acc semua harapan kita. Kita juga harus optimis karena Allah sendiri yang janji ke kita untuk menjaga doa dan harapan hamba – hambanya ; Allah berfirman “Berharaplah kepada-Ku, Niscaya Aku perkenankan harapanmu sekalian” (QS Al Mukmin  60) dan janji Allah “Allah SWT akan mengabulkan harapan bagi siapa yang berharap hanya kepadaNya” (QS Al- Baqaroh 186)

Dan harapan ga selamanya instan Allah kabulkan, ada beberapa cara Allah mewujudkan harapan hamba – hambanya kadang ada segera dan kadang butuh waktu yang lama. Lagi – lagi menguji diri kita sebagai hamba yang taat. Dan apabila harapan tadi ditunda, hal itu menjadi tabungan pahala yang akan diterima kita kelak diakhirat nanti. Jadi tidak akan ada yang tidak diberikan.

Kemudian, dijauhkan dari keburukan yang sebanding dengan harapan itu. Kadang ga semua harapan yang doa – doa kita itu benar. Allah bahkan mengganti harapan kita dengan yang lebih baik. Karena Allah tahu yang terbaik untuk hambanya (QS Al-Baqarah 216)  Ingat tentang ada ayat yang mengatakan boleh jadi kita ga suka sesuatu ternyata itu baik untuk kita.

Mungkin dari sharing diatas, bisa memupuk optimisme kita dalam melakukan apapun dan kebaikan apapun. Menjadi orang yang semangat dan optimis walau kadang kala kita sering menemukan onak berduri dalam perjalanan kita.

Semoga bermanfaat!
Nantikan edisi lanjutan besok.
Newer Posts
Older Posts

HELLO, THERE!


Hello, There!


Hello, There!

Let's read my story and experience


Find More



LET’S BE FRIENDS

Sponsor

OUR CATEGORIES

Entrepreneurship Event Financial Talks Forest Talk Good For You Happiness Healthy Talks Ngobrolin Passion Parenting Pendidikan Review Self Improvement Self Reminder Tips Travel Wirausaha Young Mindset community development experience

OUR PAGEVIEW

recent posts

Blog Archive

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by beautytemplates