facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Shop

Melati Octavia Journal


Berasa serius banget membahas tema kali ini. Sudah lama rasanya ingin menuliskan keresahan mengenai hal ini. Makin gregetan ketika saya berdiskusi dengan salah satu tim sukses perpustakaan kota Pekanbaru, Pak Attaya yang jago nulis blog dan kekinian hihi. Kebetulan komunitas yang saya dirikan bersama teman – teman yang bernama Kongkow Nulis telah membangun kolaborasi dengan Badan Perpustakaan Kota untuk saling bersinergi dan membantu untuk mengkampanyekan minat baca dan juga kegiatan reading campaign khususnya di Pekanbaru.

Ketika pada saat diskusi tentang kegiatan besar kita yakni peringatan anniversary kita yang kedua. Kita masuk ke obrolan tentang program hibah buku yang rencananya kita laksanakan juga pada kegiatan itu. Di obrolan ini membuka banyak wawasan saya tentang ketidakbenaran yang terjadi di ranah perpustakaan dan perbukuan Indonesia. Ehem! 

Sudah tak asing rasanya masalah minat baca dan juga perbukuan Indonesia di bahas, entah itu di banyak seminar, buku – buku. Artikel. Tiga tahun saya mengeluti dengan intens komunitas membaca dan menulis membuat banyak hal yang terteguh menyadari kemirisan yang terjadi. Saya mungkin salah satu orang yang di beri keberuntungan menyukai kegiatan baca sedari kecil, tapi dulu saya menutup mata dan telinga kepada orang yang disekeliling saya sebelumnya untuk mengajak pada kebaikan ini. Di awali saya mengikuti gerakan Kelas Inspirasi yang menyaksikan langsung nasib perpustakaan di Sekolah yang menjadi tempat mengajar. Tak jauh – jauh perpustakaan saya saat sekolah dasar bahkan hingga SMA tidak begitu mengugah untuk dikunjungi, bahkan sering tutup dan tak berpenghuni. Saya merasakannya. 

Dari hasil obrolan, kami mendapati ketidaktahuan kami bahwa sebenarnya ada dana yang diberikan pemerintahan untuk setiap sekolah dalam membangun perpustakaan di Sekolah. Undang-Undang No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 23 ayat 6. Dalam pasal 23 ayat 6 disebutkan bahwa: “Sekolah / madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah / madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.

Lalu ada apa dengan perpustakaan kita ?

Taman Baca Masyarakat atau di kenal di TBM sepi pengunjung, bahkan saya sulit menemukannya di kota saya. Membaca masih menjadi hal “tabu” di kalangan masyarakat. Terutama anak – anak muda. Ini juga yang menjadi salah satu latar belakang Kongkow Nulis untuk mengajak anak – anak muda yang penuh gairah semangat dan juga aktif untuk cinta akan kegiatan ini dan kemudian mengubah citra sosok kutubuku yang cupu, kuno, dan gak gaul itu menjadi sosok berprestasi, gaul, aktif, supel dan kreatif.

Budaya kurang begitu baik sekarang menyerang bak virus, seperti wabah plagiarism, pendidikan yang bersifat hapalan, dan hal menyontek menjadi hal lumrah sepertinya menjadi hal yang mendarah daging di kalangan kita. Tentunya ini berkaitan dengan budaya membaca yang kurang sehingga timbul wabah tak baik ini menyebar.

Ada pula fakta yang menarik. Bila kita hitung penduduk Indonesia lebih kurang 220 juta orang, jika kita ambil minimal konsumen buku yakni 20 persen, maka ada 44 juta orang. Bila kita bandingkan jumlah buku yang dikatakan bestseller adalah sejumlah 10.000 ekslempar. 
Kemana raksasa pembaca lainnya ?

Selain itu, negeri kita juga tak terlepas dari tak semua masyarakat berpendidikan tinggi dan gemar membaca buku (sastra).  Ini dibuktikan dari penelitian Taufik Ismail pada tahun Juli – Oktober 1997 dengan mewawancarai tamatan SMA di 13 negara.

Pertanyaan tentang buku wajib yang dibaca selama 3 tahun sekolah ?
Jawabannya di Thailand Selatan, mereka membaca 5 judul buku sastra, Malaysia dan Singapura 6, Brunei 7, Rusia 12, Kanada 30, Amerika 32 buku, Hindia Belanda 25 buku dan sedangkan pelajar Indonesia tidak ada. Mereka tidak membaca sejak 1950 – 2011. Taufik membandingkan, kewajiban membaca buku tamatan AMS (SMA) jaman Hindia Belanda dulu sebanyak 25 buku dalam 3 tahun. Duh saya mendengar fakta ini jadi tepuk tangan riang. Bahwa sebelum merdeka, orang – orang Indonesia adalah para kutubuku yang melahirkan generasi hebat. Lalu juga pada jaman itu ada pula bimbingan mengarang seminggu sekali. Hingga artinya dalam 36 pertemuan dalam setahun kita dahulunya menghasilkan dalam setahun harus menulis 108 karangan selama tiga tahun sekolah.

Hasilnya yang seperti kita bayangkan, Generasi Bung Karno, Generasi Bung Hatta, Agus Sali,, Moh. Natsir, Syarifuddin Prawirwanegara. Inilah yang diceritakan Taufik Ismail dalam penelitiannya yang tertuang di buku Gempa Literasi. Selain itu di Indonesia, dari 10 ribu judul buku yang tersebar pertahun kalau sekarang mungkin dalam sebulan ya menurut  update Boy Candra yang mengisi event kita @kongkownulis hari ini. Hanya 10 persen saja yang terserap oleh penduduk Indonesia, yang kita tahu lebih kurang 200 juta lebih.

Salah satu contoh karya Laskar Pelangi Andrea Hirata dan Ayat – Ayat Cinta Habiburrahman El Shirazy yang dicetak di atas 1 juta eksemplar belum dapat menembus 1,5 juta. Bila kita bandingkan jumlah penduduk kita. Terbayang kaya rayanya penulis menurut Agus A Irkham. Setidaknya belum sampai 1% penduduk Indonesia yang membeli buku. Dan menurutnya, apabila 2000 eksemplar saja sudah terjual penerbit sudah bernafas lega.

Ini terasa banget ketika di Komunitas Membaca dan Menulis kita bertemu dengan orang – orang yang berkecimpung di dalam menjadi actor dalam dunia literasi, bercerita fakta – fakta yang memang terjadi.
Lagi – lagi kembali ke kita. Inginkah kita membuat perubahan itu ? Terutama teman – teman yang memang sudah diberi keistimewaan untuk suka dengan dunia literasi membaca, menulis. Maka dari itu tularkanlah! kepada teman yang belum atau yang masih berada di awan – awan haha antara suka dan tiad. Gak ada salahnya sih, kita menjadi kutubuku. Karena banyak alergi karena label demikian terutama anak – anak muda nih yang masih maluu menunjukkan diri.

Saya pribadi saya ingin jadi sosok seperti mereka, mereka yang ditulis di buku sejarah yang telah mencurahkan banyak pemikiran, kebaikan, dan perjuangan mereka untuk negeri kita sehingga kita seperti sekarang. Seperti Mohammad Natsir, Bung Hatta, pejuang wanita lain yang mencurahkan dan dedikasinya untuk keluarganya dan juga bangsanya. 

Finally, 
Tulisan ini saya kerjakan seminggu di sela – sela waktu kesibukan tugas akhir yang sebentar lagi final dan juga acara 2 tahun komunitas kongkownulis tempat saya meluapkan rasa cinta dan kebanggaan di dalamnya. 

Semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita :D

Jadilah pejuang literasi!

Beberapa minggu ini saya merasakan mulainya rasa jenuh menghadapi beberapa rutinitas yang ada. Saya pun mendapatkan banyak insight dari beberapa orang yang melihat gelagat saya, istilah mereka. “Kamu butuh piknik loh. Katanya sih begitu. Sebagian besar juga ada yang bilang, ditingkatin lagi aktivitas ibadahnya. That’s right semuanya benar. Saya pun banyak bertanya ke beberapa orang mengenai pandangan mereka mengenai istilah “ me time” atau waktu untuk sendiri. 

Saya berkutat pada browsing mengenai istilah me time ini. And then, taraaa .. saya menemukan seabrek informasi tentang me time yang identik dengan ibu – ibu yang jenuh sama aktivitas di rumah, mungkin jenuh dengan anak yang rewel, kerjaan yang menumpuk dan lain – lain. Padahal kita, yang masih muda – muda ini pasti pernah kan ada kalanya merasa jenuh ? Bener gak ?

Ciri – cirinya, bisa dilihat dari emosinya yang kurang stabil, pandangan yang dominan dengan negatif, pesimisme, sering diam, dan kita seperti sedang berpikir atau melamun. Bisa juga ditandai sama kondisi tubuh yang kurang baik, demam, flu, atau sakit – sakit iseng yang biasa datang sama kita hehe.

Teman – teman yang saya tanya mengenai hal ini, kebanyakan menghabiskan aktivitas me timenya dengan berbagai versi. Ada mengatakan dengan menonton seharian, baca buku, bersemedi di rumah alias diam di rumah untuk menghindari aktivitas di luar. Ada juga yang menghabiskan waktunya untuk bersenda gurau dengan teman, jalan – jalan, belanja (ini perempuan banget deh hehe), memasak atau juga beres – beres.

Sebagian besar jawabannya demikian dan hampir sama. Tapi mengapa kita memiliki kadar yang berbeda dan juga dominasi aktivitas menghapus kejenuhan dengan berbagai versi ?
Untuk saya pribadi, rasanya saya sering melakukannya aktivitas demikian dengan terjadwal. Pagi hari dimulai dengan aktifitas perempuan, menyisakan waktu untuk rileks dengan menonton, menulis, membaca, dan lain – lain.

Works ?

Setiap orang ternyata punya perbedaan menghilangkan kejenuhannya dalam beraktivitas. Saya pribadi agak jenuh belakangan ini karena hectic dalam banyak kerjaan. Baik itu pribadi, atau juga luar. Saya tipikal orang sulit berkata “tidak” kalau membantu orang lain dan gak “enakan”. Lalu berakhir pada kelelahan yang menumpuk dari pikiran dan hati hehe.

Akhirnya saya menemukan kunci dalam menghilangkan kejenuhan itu. Inti dari aktivitas untuk membuat jeda dalam rutinitas kita adalah “menikmati momen” tersebut. Akhirnya saya lepas dengan perasaan yang menumpuk baik itu dari pikiran atau perasaan. Ketika kita menikmati jalur – jalur yang kita lalui untuk menghilangkan kejenuhan seperti biasa, sebenarnya secara refleks tubuh kita sendiri sudah tahu apa yang seharusnya dilakukan ketika dalam kondisi demikian. Sayangnya kita sulit sadar, dan aktif memberi pandangan negatif pada diri kita. Kita bermusuhan pada diri kita sendiri dengan memberi pandangan negatif juga opsi gila pada keputusan kita. Masa jenuh ini juga akibat banyaknya masalah, atau stress, tidak bersemangat, adanya hal – hal yang menganggu pikiran yang membuat rasa tak nyaman.

Rasa jenuh dan butuhnya waktu sendiri “me time” juga alarm untuk diri sendiri agar memberi jeda pada kerumitan di sekeliling. Seringkali karena banyaknya kita sibuk kita lupa ada hal diri sendiri yang kita pikirkan, kita terlalu banyak menyita waktu untuk hal - hal di luar kita. Kita lupa sama tubuh yang udah mulai ga sehat, jadwal makan yang berantakan, rambut atau tubuh sudah ga enak dibawa kemana - mana karena kita lupa sama hal – hal yang sebenarnya membantu kita lebih enjoy menjalani hidup (Duh ini bahasanya, hihi) Otak juga perlu istirahat, perasaan juga loh #uhuk.


Beberapa Alasan Pentingnya Me Time :

1. Mengisi energi positif

Nah, ketika kita berada di dunia luar banyak aura yang menyebar baik itu positif atau negatif. Banyaknya masalah di sekeliling kita otomatis hidup kita pada saat itu penuh dengan berbagai aura negatif yang menerpa diri kita. Energi itu menular kan ? Walaupun masalah yang datang sebagian besar tidak berpengaruh pada diri kita, tapi seharian kita mendengar keluhan orang – orang sama hidup mereka, cerita – cerita negatif di media, atau isu – isu ga baik yang datang. Bisa jadi menjadi pengaruh rasa jenuh yang timbul karena kita di terpa hal demikian. Nah, me time ini kita pakai untuk momen mengisi energy positif. Maka dari itu gunakan waktu me time dengan hal – hal positif dan baik.

2. Melejitkan kreativitas

Ingat tidak, kita sering mendengar beberapa ilmuwan hebat atau para innovator yang melahirkan banyak karya karena aktivitas ini. Banyak banget, walaupun dengan istilah berbeda. Misalnya kisah penemuan Hukum Archimedes yang ditemukan saat mandi atau bahasa sekarang SPA Time, atau Albert Einstein yang menggunakan waktu me time nya untuk berpikir tentang teori baru. Bahkan dalam sirah Nabi Muhammad SAW, kisah beliau berdiam diri ke Gua Hira adalah salah satu bentuk “me  time” untuk berpikir dan mendapatkan kejernihan dalam menyelesaikan masalah yang berakhir pada lahirnya gagasan dan penemuan baru.

3. Jeda untuk rileks dan menstabilkan emosi

Ketika dalam masa jenuh, emosi yang tidak stabil membuat kita berbuat ricuh atau hal yang tak baik. Me time adalah momentum untuk kita untuk membuat emosi yang grafiknya seperti roll coaster sebelumnya, jadi berbentuk jalur kereta api lurus dan bikin adem orang di sekeliling kita.
Tentunya berakhir pada selesainya masalah, karena emosi yang stabil dan lurus seperti layaknya kereta api yang sampai ke tujuan yang dituju hehe.

4. Menghimpun semangat

Ketika dalam masa jenuh, semangat kita itu seringkali kalah sama aura negatif yang udah bertumpuk, kemudian berceceran gak karuan karena sibuk dengan pikiran yang campur aduk dan emosi yang tidak stabil. Adanya me time itu, menjadi momen kita untuk mengumpulkan semangat yang berceceran itu. Bisa jadi saat me time kita bisa melihat prestasi yang kita raih sebelumnya karena bongkar – bongkar album lama, baca buku – buku positif, mengikuti seminar mengugah. Tentunya berdampak pada semangat kita yang membara.


Tips Me Time  “Menghilangkan Kejenuhan”

Nah ini tips menurut saya yang bisa kita gunakan untuk ber me time ria,  tentunya positif dan semoga works yaa!

1. List dulu aktivitas yang bisa kamu tunda atau skip, jadi saat kita sedang me time gak ada beban yang nyangkut. Sama halnya ketika mau liburan ke luar kota. Walaupun kamu mau liburan di rumah aja hehe.

2. Beritahu orang lain yang penting menurut kamu, agar tidak menganggu aktivitas me time kamu. Jadi pada saat itu orang tersebut gak riweh nyariin atau juga menambah beban pikiran.

3. Do positive, lakukan aktivitas positif. Jangan me time dengan hal – hal negatif. Misalnya sampai pake drugs, dugem, duh gak banget. Itu bikin masalah makin ribet. Hal negatif kamu makin banyak, masalah makin besar dan bisa timbul masalah baru.

4. Menikmati momen, 
Ini penting menurut saya, soalnya kalau kita gak merasakan momennya kita gak akan dapat perasaan me time tadi. Karena kebanyakan ngelamun, mengkhayal negatif, dan lain – lain pas lagi momen “menyendiri” jiwa kita masih gak sendirian.

5. Diusahakan sejauh mungkin sama gadget atau mengurangi. Di jaman era milenia ini gadget udah jadi hal yang gak bisa kita lupakan, dan ini sumber dari hal – hal negatif juga loh. Saya pribadi mengurangi membaca pesan yang banyak yang biasanya rebut di beberapa media sosial. Kalaupun menggunakan sekedarnya saja atau bahkan digunakan untuk me time saya sendiri. Misalnya browsing info kesukaan terbaru, baca website favorit, nonton, atau pinned gambar menarik di pinterest. 

6. Ingat hemat ya ketika me time.

Nah ini penting, by the way ketika saya mencari referensi seputar me time ada artikel menarik bahwasanya istilah me time itu adalah konspirasi industri. Wow! Karena banyak istilah ini digunakan oleh para ibu dan istri untuk memanjakan diri. Hal ini menjadi sesuatu yang di dorong oleh banyak penyedia jasa untuk memanjakan, seperti salon, luluran, liburan, masih banyak hal lain. Sampai ada istilah teori ekonomi “‘bukan kebutuhan yang mendorong lahirnya produk, tapi produklah yang mendorong lahirnya kebutuhan”


Baca artikel tersebut disini : Me time ? Mitos atau Fakta ?!


But, lagi – lagi balik ke kitanya menanggapi aktivitas ini seperti apa. Mau buang – buang uang atau malah menghasilkan hehe. Lagi – lagi yang saya tekankan itu seperti poin sebelumnya “menikmati momen” tersebut. 

Give me time, and i'll give your revolution (Alexander McQueen)
------

yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

Semoga menginspirasi!


Newer Posts
Older Posts

HELLO, THERE!


Hello, There!


Hello, There!

Let's read my story and experience


Find More



LET’S BE FRIENDS

Sponsor

OUR CATEGORIES

Entrepreneurship Event Financial Talks Forest Talk Good For You Happiness Healthy Talks Ngobrolin Passion Parenting Pendidikan Review Self Improvement Self Reminder Tips Travel Wirausaha Young Mindset community development experience

OUR PAGEVIEW

recent posts

Blog Archive

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by beautytemplates