Melati Octavia Journal

Diberdayakan oleh Blogger.
Facebook Twitter Pinterest LinkedIn
  • Home
  • About Me
  • Disclosure
  • Story of Me
    • My Experience
    • Startup & Digital Life
    • Ngobrolin Passion
      • Talk Of Design
      • Writing Tips
      • Ngobrol Marketing
      • (NEW) Eco Lifestyle
    • Traveling Story
    • Diskon & Referral
  • This Is My Mind
    • Sudut Pandang
    • Boost Yourself
      • Young Mindset
      • Self Improvement
      • Career Talks
    • Review
    • My Project
      • Kongkow Nulis
      • Skill20
      • #ThinkMe
      • Codea Labs
    • Rubrik Seru
      • Date With Book
      • Movie Session
      • Bahas Bisnis
      • Road To Beauty
      • Eat With Me
      • Community Talks
      • Financial Talks
  • Contact Me
    • As Blogger
    • As Freelancer

Berasa serius banget membahas tema kali ini. Sudah lama rasanya ingin menuliskan keresahan mengenai hal ini. Makin gregetan ketika saya berdiskusi dengan salah satu tim sukses perpustakaan kota Pekanbaru, Pak Attaya yang jago nulis blog dan kekinian hihi. Kebetulan komunitas yang saya dirikan bersama teman – teman yang bernama Kongkow Nulis telah membangun kolaborasi dengan Badan Perpustakaan Kota untuk saling bersinergi dan membantu untuk mengkampanyekan minat baca dan juga kegiatan reading campaign khususnya di Pekanbaru.

Ketika pada saat diskusi tentang kegiatan besar kita yakni peringatan anniversary kita yang kedua. Kita masuk ke obrolan tentang program hibah buku yang rencananya kita laksanakan juga pada kegiatan itu. Di obrolan ini membuka banyak wawasan saya tentang ketidakbenaran yang terjadi di ranah perpustakaan dan perbukuan Indonesia. Ehem! 

Sudah tak asing rasanya masalah minat baca dan juga perbukuan Indonesia di bahas, entah itu di banyak seminar, buku – buku. Artikel. Tiga tahun saya mengeluti dengan intens komunitas membaca dan menulis membuat banyak hal yang terteguh menyadari kemirisan yang terjadi. Saya mungkin salah satu orang yang di beri keberuntungan menyukai kegiatan baca sedari kecil, tapi dulu saya menutup mata dan telinga kepada orang yang disekeliling saya sebelumnya untuk mengajak pada kebaikan ini. Di awali saya mengikuti gerakan Kelas Inspirasi yang menyaksikan langsung nasib perpustakaan di Sekolah yang menjadi tempat mengajar. Tak jauh – jauh perpustakaan saya saat sekolah dasar bahkan hingga SMA tidak begitu mengugah untuk dikunjungi, bahkan sering tutup dan tak berpenghuni. Saya merasakannya. 

Dari hasil obrolan, kami mendapati ketidaktahuan kami bahwa sebenarnya ada dana yang diberikan pemerintahan untuk setiap sekolah dalam membangun perpustakaan di Sekolah. Undang-Undang No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 23 ayat 6. Dalam pasal 23 ayat 6 disebutkan bahwa: “Sekolah / madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah / madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.

Lalu ada apa dengan perpustakaan kita ?

Taman Baca Masyarakat atau di kenal di TBM sepi pengunjung, bahkan saya sulit menemukannya di kota saya. Membaca masih menjadi hal “tabu” di kalangan masyarakat. Terutama anak – anak muda. Ini juga yang menjadi salah satu latar belakang Kongkow Nulis untuk mengajak anak – anak muda yang penuh gairah semangat dan juga aktif untuk cinta akan kegiatan ini dan kemudian mengubah citra sosok kutubuku yang cupu, kuno, dan gak gaul itu menjadi sosok berprestasi, gaul, aktif, supel dan kreatif.

Budaya kurang begitu baik sekarang menyerang bak virus, seperti wabah plagiarism, pendidikan yang bersifat hapalan, dan hal menyontek menjadi hal lumrah sepertinya menjadi hal yang mendarah daging di kalangan kita. Tentunya ini berkaitan dengan budaya membaca yang kurang sehingga timbul wabah tak baik ini menyebar.

Ada pula fakta yang menarik. Bila kita hitung penduduk Indonesia lebih kurang 220 juta orang, jika kita ambil minimal konsumen buku yakni 20 persen, maka ada 44 juta orang. Bila kita bandingkan jumlah buku yang dikatakan bestseller adalah sejumlah 10.000 ekslempar. 
Kemana raksasa pembaca lainnya ?

Selain itu, negeri kita juga tak terlepas dari tak semua masyarakat berpendidikan tinggi dan gemar membaca buku (sastra).  Ini dibuktikan dari penelitian Taufik Ismail pada tahun Juli – Oktober 1997 dengan mewawancarai tamatan SMA di 13 negara.

Pertanyaan tentang buku wajib yang dibaca selama 3 tahun sekolah ?
Jawabannya di Thailand Selatan, mereka membaca 5 judul buku sastra, Malaysia dan Singapura 6, Brunei 7, Rusia 12, Kanada 30, Amerika 32 buku, Hindia Belanda 25 buku dan sedangkan pelajar Indonesia tidak ada. Mereka tidak membaca sejak 1950 – 2011. Taufik membandingkan, kewajiban membaca buku tamatan AMS (SMA) jaman Hindia Belanda dulu sebanyak 25 buku dalam 3 tahun. Duh saya mendengar fakta ini jadi tepuk tangan riang. Bahwa sebelum merdeka, orang – orang Indonesia adalah para kutubuku yang melahirkan generasi hebat. Lalu juga pada jaman itu ada pula bimbingan mengarang seminggu sekali. Hingga artinya dalam 36 pertemuan dalam setahun kita dahulunya menghasilkan dalam setahun harus menulis 108 karangan selama tiga tahun sekolah.

Hasilnya yang seperti kita bayangkan, Generasi Bung Karno, Generasi Bung Hatta, Agus Sali,, Moh. Natsir, Syarifuddin Prawirwanegara. Inilah yang diceritakan Taufik Ismail dalam penelitiannya yang tertuang di buku Gempa Literasi. Selain itu di Indonesia, dari 10 ribu judul buku yang tersebar pertahun kalau sekarang mungkin dalam sebulan ya menurut  update Boy Candra yang mengisi event kita @kongkownulis hari ini. Hanya 10 persen saja yang terserap oleh penduduk Indonesia, yang kita tahu lebih kurang 200 juta lebih.

Salah satu contoh karya Laskar Pelangi Andrea Hirata dan Ayat – Ayat Cinta Habiburrahman El Shirazy yang dicetak di atas 1 juta eksemplar belum dapat menembus 1,5 juta. Bila kita bandingkan jumlah penduduk kita. Terbayang kaya rayanya penulis menurut Agus A Irkham. Setidaknya belum sampai 1% penduduk Indonesia yang membeli buku. Dan menurutnya, apabila 2000 eksemplar saja sudah terjual penerbit sudah bernafas lega.

Ini terasa banget ketika di Komunitas Membaca dan Menulis kita bertemu dengan orang – orang yang berkecimpung di dalam menjadi actor dalam dunia literasi, bercerita fakta – fakta yang memang terjadi.
Lagi – lagi kembali ke kita. Inginkah kita membuat perubahan itu ? Terutama teman – teman yang memang sudah diberi keistimewaan untuk suka dengan dunia literasi membaca, menulis. Maka dari itu tularkanlah! kepada teman yang belum atau yang masih berada di awan – awan haha antara suka dan tiad. Gak ada salahnya sih, kita menjadi kutubuku. Karena banyak alergi karena label demikian terutama anak – anak muda nih yang masih maluu menunjukkan diri.

Saya pribadi saya ingin jadi sosok seperti mereka, mereka yang ditulis di buku sejarah yang telah mencurahkan banyak pemikiran, kebaikan, dan perjuangan mereka untuk negeri kita sehingga kita seperti sekarang. Seperti Mohammad Natsir, Bung Hatta, pejuang wanita lain yang mencurahkan dan dedikasinya untuk keluarganya dan juga bangsanya. 

Finally, 
Tulisan ini saya kerjakan seminggu di sela – sela waktu kesibukan tugas akhir yang sebentar lagi final dan juga acara 2 tahun komunitas kongkownulis tempat saya meluapkan rasa cinta dan kebanggaan di dalamnya. 

Semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita :D

Jadilah pejuang literasi!
Share
Tweet
Pin
Share
8 comments

Saat Sosialisasi PHBS dan Cuci Tangan di SDN bersama Pihak Puskesmas 
 
Ini kali bulan kedua saya menyelami hal – hal medis secara intens yang dulu sempat teridamkan ketika saya duduk dibangku menengah atas. Walaupun background yang saya geluti hal berkaitan marketing dan komunikasi, saya banyak belajar beberapa bulan ini mengenai segala problema kesehatan di negara kita Indonesia. Secuil barangkali pengamatan dan penglihatan saya tentang hal ini, ketimbang teman – teman yang memang memiliki background keilmuan kesehatan yang lebih tahu apa yang terjadi.

Tahun lalu saya diberi kesempatan mengikuti pengabdian kukerta (kuliah kerja nyata) yang merupakan bagian dari kewajiban yang harus saya tempuh untuk menyelesaikan studi S1 dari kampus saya. Well, dalam draft kompetensi pengabdian ada salah satu poin pengabdian kami kepada masyarakat mengenai kesehatan. What!? Padahal tidak ada jurusan kesehatan dikampus setahu saya. Saya dan teman mengakali untuk berkunjung berbincang dengan kepala puskesmas setempat, dimana tempat kami melaksanakan KKN. Saya sangat respek dengan ibu tersebut yang sangat ramah, komunikatif dan juga memiliki wawasan yang luas. Terlihat dari bagaimana beliau respek dengan kami mahasiswa dan cara nya menjelaskan berbagai problema yang ia hadapi sebagai seorang kepala puskesmas disana.

Masih teringat di ingatan saya, ketika ia bercerita tentang pelatihan yang ia ikuti untuk bagaimana meng-edukasi masyarakat untuk berbudaya “BERSIH” alias membuang hajat pada tempatnya. Saya sempat terkaget ternyata masyarakat kita di Indonesia masih banyak yang tidak suka, tidak terbiasa membuang hajat di WC atau kloset. Mereka lebih suka ke sungai atau sembarangan membuang hajat ditempat yang mereka suka. Saya heran setengah mati mendengar fakta tersebut, ditengah tempat KKN saya sudah tergolong kota madya ternyata masih ada warganya yang belum sadar, di era millinieum ini yang ada televisi, internet, hape canggih, masih ada loh masyarakat kita yang masih melakukan hal yang bisa dikatakan “purba” itu.

Belum lagi, tempat saya melaksanakaan KKN sangat minim air bersih. Sudah tak terhitung kenangan saya yang numpang “mandi” karena rebutan air bersih dengan warga lain. Karena kami harus mengeluarkan uang ratusan ribu untuk bisa menggunakan air bersih hanya dalam waktu tiga hari. (true story)
 
Bahkan sampai warganya bilang, mereka tergolong orang banyak uang alias kaya karena untuk air saja mereka membelinya (sindiran banget). Nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan ? Inilah yang membuat saya rindu pulang ke rumah karena bisa mandi sepuasnya, bahkan satu bak penuh saking segarnya.
 
Balik lagi ke problema kesehatan yang terjadi di sudut pelosok negeri kita, saya melihat kurangnya negara kita respek terhadap tenaga kesehatan yang berada di puskesmas dan lain – lain. Saya mendengar sendiri keluhan mereka yang masih menggunakan uang pribadi untuk hal – hal yang berkaitan dengan masyarakat. Apakah itu pengabdian sosial, kegiatan – kegiatan sosialisasi hal kesehatan. Memang dibutuhkan orang – orang yang memiliki hati berlian untuk mengabdi setulus hati untuk negeri kita ini. Saya sangat salut dengan mereka yang terjun langsung mengabdi di masyarakat dengan keterbatasan yang mereka miliki.

Dua bulan ini saya melakukan internship (magang) di salah satu rumah sakit yang sederhananya berpikir karena jarak dekat dengan rumah saya, dan pertimbangan lain yang membuat saya lebih memilih yang dekat dari yang jauh (don’t baper yak bacanya hehe)
 
Ternyata jauh dari dugaan saya, saya menikmati dan mendapatkan banyak pengalaman yang luarbiasa melihat langsung bagaimana pengabdian itu. Ketika masyarakat mengeluh akan sakitnya, kekurangan yang ia miliki, kita berupaya keras untuk menjadi pendengar yang baik. Saya pun harus bisa multi skill dan sedikit banyak harus tahu hal berkaitan kesehatan, seperti pertolongan pertama, beberapa istilah medis, jenis penyakit, dan obat – obatan. Tak jarang masyarakat yang melihat saya menggunakan id card memberikan label bahwa kami adalah dokter atau tenaga medis, yang padahal jauh dari ekspetasi mereka kami bukanlah seperti yang mereka bayangkan (kru marketing)
 
Hal yang saya sukai ketika momen terjun bakti sosial, walaupun harus merelakan kelelahan super dan waktu libur yang berkurang karena tercatat lembur. Tapi ini momen luarbiasa melayani ratusan pasien untuk mendengar dan menyaksikan langsung apa yang terjadi di sebagian kecil masyarakat kita.

Dominasi penyakit apa yang sedang mewabah, tingkat fasilitas kesehatan yang disediakan petinggi desa / kota di daerahnya. Saya rasa memang pemerintah dan pejabat harus memiliki kualifikasi volunteerism untuk melihat langsung fakta lapangan apa yang terjadi. Hingga melihat sendiri apa yang negerinya rasakan. Baik itu di sektor pendidikan, kesehatan, lingkungan, yang merupakan hal vital dari kehidupan sebuah negeri.

Sebuah data menarik saya dapatkan dari Indonesia Institute mengenai problema kesehatan di negeri kita Yang pertama adalah masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Karena dari sekitar 9.599 puskesmas dan 2.184 rumah sakit yang ada di Indonesia, sebagian besarnya masih berpusat di kota-kota besar.
 
Persoalan kedua juga menyangkut masalah distribusi yang belum merata, khususnya tenaga kesehatan. Beberapa daerah masih banyak yang kekurangan tenaga kesehatan, terutama untuk dokter spesialis. 
Data terakhir Kementerian Kesehatan RI memang mencatat, sebanyak 52,8 persen dokter spesialis berada di Jakarta, sementara di NTT dan provinsi di bagian Timur Indonesia lainnya hanya sekitar 1-3 persen saja.
 
Ternyata masih banyak PR kita sebagai penerus negeri ini terutama teman – teman yang memang berkecimpung di bidang kesehatan untuk mengambil langkah dan kontribusinya untuk mengatasi problema bangsa kita.
Kalau bukan kita, siapa lagi ?

---------------------------------------

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

ABOUT ME




Hi, I'm Melati Octavia

Welcome Readers! I'm in love with books, creativity, and think about people. This is my journal and story of my life!
Happy Reading!

Read More>

Follow Us

  • LinkedIn
  • Youtube
  • Facebook
  • Twitter
  • Pinterest
  • Instagram

Labels

Artikel Choice community development Self Improvement Self Reminder Tulisan Young Mindset

My Pageview

Melati's books

Menulis: Tradisi Intelektual Muslim
Indonesia Mengajar
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
Harry Potter and the Prisoner of Azkaban
Harry Potter and the Deathly Hallows
Harry Potter and the Goblet of Fire
Harry Potter and the Half-Blood Prince
Harry Potter and the Chamber of Secrets
Harry Potter and the Order of the Phoenix
The Tales of Beedle the Bard
25 Curhat Calon Penulis Beken
7 Keajaiban Rezeki
Dasar-Dasar Menulis Karya Ilmiah
Notes from Qatar 2
Kuliah Tauhid
99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa
Habibie & Ainun
Summer Breeze: Cinta Nggak Pernah Salah
Menyimak Kicau Merajut Makna
Berani Mengubah


Melati Octavia's favorite books »

Blog Archive

  • ▼  2022 (14)
    • ▼  November (1)
      • Aksi Nyata Untuk Transisi Energi di Masa Depan
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2021 (13)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2020 (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2019 (13)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2018 (27)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2017 (15)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2016 (37)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2015 (53)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (9)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2013 (3)
    • ►  Oktober (3)
  • ►  2012 (10)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2011 (3)
    • ►  Desember (3)

Mels Journal Podcast

Melati Octavia's Intellifluence Influencer Badge

Banner Bloggercrony

Facebook Twitter Instagram Pinterest Bloglovin

Created with by BeautyTemplates