facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Shop

Melati Octavia Journal


 

 
 
 
Para OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya, hingga saat ini masih terjebak dalam lingkaran diskriminasi. Meskipun telah dinyatakan sembuh dan telah meyelesaikan rangkaian pengobatan atau RFT (Release From Treatment) namun status atau predikat sebagai penyandang kusta akan tetap ada pada dirinya seumur hidup. Hal tersebut yang menjadi dasar permasalahan psikologis pada OYPMK, hingga akhirnya tidak merasakan makna merdeka sesungguhnya.
 
Lalu bagaimana OYPMK memaknai kemerdekaan dan kebebasan dalam berkarya, kesejahteraan mental, dapat bersosialisasi di masyarakat tanpa adanya hambatan dan stigma baik dari diri sendiri maupun lingkungan yang melekat pada dirinya? Apa peran serta masyarakat dan orang-orang terdekat dalam upaya mendukung pemberdayaan OYPMK dan penyandang disabilitas?

Masih dalam rangka Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan untuk menjawab masalah tersebut pada Rabu (24/8) lalu Ruang Publik KBR yang bekerjasama dengan SUKA Project dari NLR Indonesia mengadakan talkshow dengan mengangkat tema ‘Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK, Seperti Apa?’. Dalam talkshow selama satu jam itu menghadirkan dua narasumber, Dr. Mimi Mariani Lusli (Direktur Mimi Institute) dan Marsinah Dhede (OYPMK yang juga aktivis wanita dan difabel)

Talkshow ‘Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK, Seperti Apa?’ dapat ditonton melalui live YouTube Berita KBR. Talkshow ini juga dapat didengarkan di 105 radio jaringan KBR seluruh Indonesia, 104.2 MSTri FM Jakarta, dan live streaming via website kbr.id. Talkshow yang dipandu oleh Rizal Wijaya ini berlangsung interaktif, di mana kita dapat bertanya langsung melalui kolom chat di YouTube Berita KBR atau melalui telepon bebas pulsa di 0800 245 7893 dan di WhatsApp 0812 118 8181. Talkshow ini juga dapat disaksikan oleh para OYPMK dan penyandang disabilitas.

 

Faktor Pemicu Permasalahan Psikologis

Sebelum menjabarkan faktor-faktor apa yang menjadi pemicu permasalah psikologis bagi para OYPMK dan penyandang disabilitas, Dr. Mimi Mariani Lusli menjelaskan mengenai lembaga yang dikelolanya ini. “Mimi Institute merupakan sebuah lembaga yang hadir pada 2009. Sesuai dengan visi Mainstreaming Disability for Better Life, kami ingin membiasakan masyarakat untuk dapat berinteraksi dengan teman-teman disabilitas bagaimanapun caranya,” ungkap Dr. Mimi.
 
Untuk dapat mewujudkan interaksi yang baik antara penyandang disabilitas dengan masyarakat, Mimi Institute menyediakan berbagai kegiatan mulai dari konsultasi, edukasi untuk anak dan remaja berkebutuhan khusus, dan juga mengedukasi para masyarakat melalui seminar, publikasi buku yang berisikan pengetahuan apa itu disabilitas dan bagaimana berinteraksi dengan para disabilitas

Dr. Mimi Mariani Lusli, OYPMK yang kini menjabat sebagai Direktur Mimi Institute, menceritakan kisahnya saat menderita kusta hingga mengalami kebutaan di usia 17 tahun. Hal pertama yang paling rentan adalah hadirnya guncangan psikologis saat mengetahui terkena kusta dan menjalani proses ke depannya.

Sebelum mendengar stigma dari orang lain, tidak sedikit OYPMK memberi stigma terhadap diri sendiri saat pertama kali didiagnosa kusta. Takut nanti merepotkan keluarga, dianggap aib, takut dengan anggapan miring orang lain dan tidak tahu harus berbuat apa.

Pengetahuan yang masih kurang terhadap penyakit kusta menjadi alasan utamanya, yang berakhir dengan stigma dan diskriminasi. Kekeliruan bahwa kusta tidak bisa disembuhkan, menganggapnya penyakit kutukan dan sangat mudah menular, membuat OYPMK dijauhi dan dikucilkan. Padahal kenyataannya, kusta tidak semudah itu menular. Apalagi yang hanya berpapasan sesaat. Dan yang paling penting, kusta sangat bisa disembuhkan asal rutin menjalani pengobatan.

Marsinah Dhede, sebagai Aktivis Difabel dan Perempuan, sekaligus pernah menderita kusta, kisahnya tak kalah membuat terenyuh. Lebih muda lagi, di usia 8 tahun, beliau didiagnosa kusta. Informasi terkait kusta hanya didengarkan melalui radio dan butuh upaya untuk mencapai puskemas yang berjarak 2,5 km demi pengobatan. Di usia yang masih kanak-kanak, diskriminasi acap diterima dari teman sebaya, dan parahnya, guru di sekolah juga sempat mengusirnya dari kelas.

Beruntung Dr. Mimi dan Dhede mendapat dukungan dan rangkulan penuh dari keluarga. Keluarga menjadi dasar kepercayaan diri untuk kuat bersosialisasi setelah menjadi OYPMK. Butuh proses untuk menerima diri sendiri sehingga dapat bangkit dan menjalani kehidupan normal kembali. Perlu adanya keberanian bicara agar orang disekitar tahu bagaimana kondisi sebenarnya OYPMK tersebut. "Jadi jangan diam saja, bicarakan!" ungkap Dr. Mimi.

 

Ada hal baru yang saya pelajari kali ini, bersama Eco Blogger Squad mengenai peran dari Masyarakat Adat dalam menjaga kelestarian hutan dan alam kita. Kali ini bersama tim rumah.aman (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) sharing bagaimana peran kita seharusnya akan keberadaan masyarakat adat yang turut ikut dalam menjaga lingkungan. 



Kali ini saya kembali dengan Ruang Publik KBR dan Blogger Community memberikan sharing mengenai kabar teman - teman disabilitas dan OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta)

Dimana di Talkshow kali ini diundang langsung para teman OYMPK yang sudah berdaya dan berkarya menceritakan pengalamannya selama bekerja.

Live Talkshow ini berlangsung hari Rabu, 27 Juli 2022. Live Talkshow yang disiarkan lewat channel Youtube ini dimoderatori oleh penyiar Rizal Wijaya, bersama dengan narasumber Agus Suprapto, DRG, M.Kes  dan Mahdis Mustafa.


Cerita Pak Mahdis, OYPMK yang Berkarya dan Berkarir

Beliau bernama Mahdis Mustafa. Ia  adalah salah satu penyandang OYPMK. Ia didiagnosa pengidap penyakit kusta pada tahun 2010. Awalnya, Mahdis tidak mengetahui bahwa ia terkena penyakit kusta karena orang tuanya tidak memberi tahukannya soal penyakit apa yang sebenarnya dideritanya. Ia hanya diberitahu bahwa ia sedang terkena alergi. Saat itu orang tuanya takut kalau Mahdis akan malu dikarenakan masih adanya stigma negatif di masyarakat tentang penyakit kusta. 

Tapi lama kelamaan Mahdis pun mengetahuinya saat mengecek jenis obat-obatan yang ia konsumsi. Saat Mahdis sedang dirawat di salah satu rumah sakit di Makassar, ia bertemu dengan seorang kader organisasi dan mengajaknya terjun ke dunia organisasi. Awalnya ia menolak ajakan  tersebut. Tapi karena keterbatasan biaya dan tidak ingin membebani orang tuanya, akhirnya ia pun memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di salah satu rumah sakit di Makassar sebagai cleaning service untuk membantu membersihkan ruangan di area perawatan kusta.

Kemudian, ketika penyakitnya dikatakan sembuh. Beliau mendapatkan kepercayaan dari perusahaan outsource cleaning service untuk bekerja dan berpindah kontrak dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Hingga pada akhirnya, perusahaan tempatnya bekerja merekomendasikan Mahdis dengan kompetensi dan keahliannya untuk memimpin tim dan menjadi supervisor di perusahaan outsource cleaning service. Kini Mahdis Mustafa menjabat sebagai SPV cleaning service di PT.Azaretha Hana Megatrading.   

Baca Juga : Para Disabilitas Berhak Tahu Edukasi Seksual


Tantangan Akses Kerja untuk Para OYPMK

Secara statistik, pada 2019 tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) disabilitas sebesar 45,9%, artinya dari 10 penyandang disabilitas usia kerja, hanya 5 yang masuk dalam angkatan kerja. Angka ini hanya sepertiga dari TPAK non disabilitas. Rendahnya TPAK disabilitas menandakan kesulitan yang dialami penyandang disabilitas dan OYPMK dalam pasar tenaga kerja.

Penyandang disabilitas termasuk OYPMK dianggap kelompok yang tidak produktif, tidak memiliki kemampuan yang layak serta adanya kekhawatiran kerugian materil perusahaan dalam menyediakan aksesibilitas di tempat kerja menjadi salah satu hambatan yang ditemukan dari sisi penyedia kerja.

Indonesia sendiri sudah cukup maju dalam pemenuhan hukum hak penyandang disabilitas termasuk Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK), yaitu UU No.8/2016 sebagai tindak lanjut UU No.19/2011 tentang ratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas. Bagi negara kita, penyandang disabilitas termasuk OYPMK memiliki hak atas pekerjaan, kewirausahaan dan terlibat dalam koperasi. Mereka berhak mendapat pekerjaan tanpa diskriminasi, upah setara, akomodasi layak dan pengembangan karir.


Baca Juga : Mereka Juga Bisa Punya Mimpi

Peran Pemerintah Untuk Mendukung Peningkatan Taraf Hidup OYPMK

Sampai saat ini, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dan penyandang disabilitas mengalami berbagai tantangan saat kembali ke masyarakat. Salah satu tantangan yang dihadapi yaitu minimnya akses pekerjaan bagi penyandang disabilitas.

Pada tahun 2019, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) disabilitas hanya sebesar 45,9%, artinya dari 10 penyandang disabilitas usia kerja, hanya 5 orang yang masuk dalam angkatan kerja. Angka ini hanya sepertiga dari TPAK non disabilitas.

Penyandang disabilitas termasuk OYPMK dianggap sebagai kelompok yang tidak produktif, tidak memiliki kemampuan yang layak dan adanya kekhawatiran kerugian materil perusahaan dalam menyediakan aksesibilitas di tempat kerja menjadi salah satu hambatan yang ditemukan dari sisi penyedia kerja.

Untuk itu, sharing ilmu dalam Talkshow ini juga membuka pikiran saya bahwa di luar sana masih banyak juga teman-teman disabilitas terutama OYPMK yang kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Bapak Mahdis juga menceritakan bagaimana perjuangannya untuk mendapatkan pekerjaan di tempat umum yang awalnya mengalami kendala dalam hal penolakan. Hal pertama yang selalu disampaikan Bapak Mahdis ketika interview kerja adalah jujur dengan kondisinya, bahwa beliau adalah seorang yang pernah mengalami kusta. 


 
Hmm, dari judul diatas seperti layaknya tutorial dan panduan kehidupan dalam artikel psikologi ya. Padahal aslinya mau sharing sekalian curhat. Mengingat, sudah cukup lama diriku tidak mengisi blog ini dengar cerita personal dan cukup bermakna bagi diriku.

Tahun 2022 adalah sebuah tahun dimana diriku mengambil keputusan besar. Jujur dan anehnya, seperti terhipnotis mengambil semua keputusan itu dengan sat set sat set. Alias cepet, ga mikir lama. Anehnya lagi semesta mengamini dengan banyak cuplikan petunjuk yang aku ikuti.

Keputusan kembali ke kampung halaman, padahal merantau bagiku adalah zona nyaman. Malah aneh ya, tapi kampung halaman malah menjadi keluar dari zona nyaman. Mengingat berada di Desa. Saking sedari kecil hingga sempat bekerja tidak berada di kampung halaman.

Benar - benar keputusan yang besar dan cepat bagi diriku di tahun ini. Jika mau jujur, bulan - bulan ini adalah bulan terberat yang dihadapi. Berat adalah menghadapi berbagai perubahan, mengatur banyak hal. Benar - benar pasrah padaNya.

Diriku meninggalkan berbagai kesempatan dan juga jejaring yang sudah dibangun di Pekanbaru. Pengetahuan akan kafe paling enak, makanan favorit, dan masih banyak lagi. Bahkan sampai sekarang masih ngerasa hanya dalam mode "pulang kampung" padahal nyatanya bener - bener pindah.
 
Sempat merasa panik, risau, takut akan banyak hal yang terjadi di luar sana. Bahkan untuk pertama kalinya sempat berkonsultasi dengan dua psikolog dan psikiater karena sempat mengalami serangan panik dan sulit tidur yang cukup parah sehingga ganggu produktivitas kerja. Alhasil, sudah sedikit baikkan. Walau sesekali masih berdamai dengan beberapa gejala "asing" yang ga pernah dirasakan sebelumnya.
 
Akhirnya memahami beberapa hal. Ohh seperti ini ya gejala psikologis itu dan memahami kenapa ada beberapa orang yang akhirnya bisa mengalami gejala cukup "diluar nalar" kita terjadi. Saya mendapat wawasan ilmu psikologi lebih banyak karena berusaha menghandel mental di saat perubahan besar terjadi.
 
Ada beberapa hal yang diriku lakukan untuk menghadapi perubahan besar dan juga sepertinya kali saja bisa membantu teman - teman lainnya ketika menghalami hal serupa?
 

1. Percaya Tuhan Maha Baik

Bila banyak kejadian buruk terjadi, dan perubahan sedemikian mendadak. Sehingga kita sulit menterjemahkan situasi yang sering terjadi. Ga ada hal yang menenangkan percaya bahwa Tuhan senantiasa memberikan hal terbaik untuk hambanya.
 
Segala keputusan hidup, takdir, dan kejadian - kejadian hidup di dunia ini telah diatur olehNya agar kita menjadi manusia yang lebih baik. Kepercayaan ini bukan melulu soal spiritualitas, tapi optimisme akan semesta dan jalan yang sudah digariskan adalah sesuatu yang sudah memang pada jalannya. Kita tinggal berusaha berpikir positif dan baik untuk menghadapi kedepannya.
 

2. Belajar Mengatur Nafas

Salah satu yang mungkin sedikit membantu ketika menghadapi situasi yang tidak terduga dan perubahan begitu cepat adalah mengatur cara kita bernafas lebih baik dari sebelumnya. Tujuannya apa, agar kita bisa lebih fokus mengambil keputusan yang cepat secara mendadak itu, juga memberikan energi dan sinyal diri untuk lebih tenang pada tubuh.
 
Saat situasi panik, tubuh akan menghasilkan hormon adrenalin yang menimbulkan berbagai efek samping. Biasanya gejalanya membuat kita sulit berkonsentrasi, khawatir berlebihan, sulit tidur, lemas, bahkan pingsan.
 
Banyak psikolog dan psikiater mengajarkan berbagai metode mengatur nafas dengan baik dengan menahan nafas melalui hidung selama 5-10 detik dan buang perlahan melalui mulut. Sambil menutup mata, tujuannya mengurangi rasa panik yang muncul. 

 

3. Coba Hidup Sehat

Kehadiran makanan dan minuman instan yang menjamur tak jarang membuat kita terbiasa mengkonsumsinya. Jika mungkin kondisi kita kurang baik, baik itu dari segi fisik dan mental. Coba kurangi hal - hal yang mengakibatkan kondisi tubuh tidak baik. Seperti mengurangi kafein, kopi dan teh. Bisa juga mengurangi rokok. Coba beberapa hari dan juga dalam kurun waktu tertentu mengganti makanan dan minuman yang perhatian dengan tubuh.
 
Sedikit banyak, membantu kita lebih fit dan siap menghadapi berbagai perubahan besar yang terjadi. Sehingga kita bisa menyelesaikan masalah itu dengan cepat, tanpa harus menghadapi sakit yang malah menambah masalah baru dan stres kita. 

 

4. Cari Bantuan Profesional

Jika kondisi rasanya sudah tidak terkendali dan tak bisa diatasi sendiri. Kita mungkin bisa menyadari proses ini bahkan kita butuh bantuan orang lain. Jika teman dekat dan orangtua tidak bisa sekiranya memberikan efek baik pada apa yang kita hadapi dan rasakan. Keputusan menghubungi profesional seperti psikolog dan psikiater mungkin bisa jadi solusi.
 
Jangan lakukan self-diagnose yang berbahaya, coba kendalikan diri dan dalami apa yang terjadi dalam diri. Sehingga rasanya perlu dibantu. Terutama jika sudah menganggu kesehatan, misalnya sesak nafas, gemeteran, sulit tidur, tidak nafsu makan. Gejala - gejala yang sudah menganggu keseharian hidup dan menghambat produktivitas. Coba minta bantuan kepada mereka. Saat ini sudah cukup mudah mengakses layanan profesional bahkan secara virtual.

 

5. Menerima Kenyataan

Hal yang mungkin paling sulit diantara hal lain disituasi yang tak bisa kita kendalikan. Lagi - lagi kita manusia tidak dapat mengendalikan semua hal, kita dinilai oleh respon apa yang kita berikan bukan apa yang orang lakukan pada kita. Jika memang semesta dan situasi tidak memihak pada kita, hal yang perlu kita lakukan adalah menerima.
 
Menerima bahwa ini yang harus dijalani dan ga disesali. Jika itu sesuatu yang buruk kita bisa belajar lebih legowo dengan hal yang terjadi di hidup kita. 
 
 
Semangat buat kamu yang baca ya! 
Newer Posts
Older Posts

HELLO, THERE!


Hello, There!


Hello, There!

Let's read my story and experience


Find More



LET’S BE FRIENDS

Sponsor

OUR CATEGORIES

Entrepreneurship Event Financial Talks Forest Talk Good For You Happiness Healthy Talks Ngobrolin Passion Parenting Pendidikan Review Self Improvement Self Reminder Tips Travel Wirausaha Young Mindset community development experience

OUR PAGEVIEW

recent posts

Blog Archive

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by beautytemplates