facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Shop

Melati Octavia Journal



Judul ini aneh, banyak baca masa’ jadi banyak tidak tahu. Tapi istilah ini benar bagi saya. Semakin sering saya membaca sesuatu, semakin saya merasa tidak tahu apa – apa. Weeeh benarnyaa begini toh, kok saya ga tahu ! Inilah ekspresi saya apabila menemukan hal baru dalam membaca.

Di Kongkow Nulis komunitas saya bersama teman – teman, program barter buku agaknya efektif untuk memaksa kita untuk dapat bahan bacaan baru. Soalnya ada aturan wajib menukarkan buku dalam jarak waktu tertentu. 
Begitu juga saya yang memaksa diri membeli buku tiap bulan dengan menyisihkan beberapa ribu rupiah untuk membeli buku baru, atau borong belanja buku di bazaar. Tapi karena kesibukan yang kian padat, membeli buku secara online telah mengalihkan dunia saya atas kecanggihan teknologi saat ini.

Alhamdulillah, ada lebih kurang 300 – 500 buku yang sedang dalam proses data yang sudah saya miliki. Semoga semoga bisa membuat perpustakaan sendiri. Bagi saya, buku itu adalah investasi pikiran. Kita membeli buku sama halnya kita mengambil pengetahuan yang investasinya di masa yang akan datang. Walaupun saya tahu, teman – teman lain tidak semua yang memiliki hobi mengkoleksi buku, ada yang lebih suka meminjamnya ketimbang membeli. Tapi ga ada salahnya kita membeli untuk mengapresiasi orang yang telah memberikan ilmu kepada kita melalui tulisan – tulisannya dengan membeli bukunya. Yaaa gak ?

Kita juga bersedekah, membantu warisan budaya keilmuan ini tetap berjalan. Walau kadang – kadang protes, semakin terkenal penulis favorit kita, harga buku terbaru karyanya semakin muahaal hahaha.

Mengapa banyak membaca itu harus dan wajib ?

Pengetahuan itu ga ada habisnya. Seperti yang kita sebut sebelumnya, semakin kita banyak membaca kita semakin tahu bahwa “banyak hal yang tidak kita ketahui”.

Kamu akan jadi generasi  alias kalah karena tidak membaca. Why ? Tiap hari dan tiap detik terjadi banyak perubahan disekitar kita, akselerasi kian cepat, perubahan di segala aspek seperti berpacu pada waktu. Jika kita sedikit saja telah membaca situasi, kita akan kalah. Walaupun kita tidak merasakannya.
Saya mengutip kata ustad di Islam Itu Indah, Transtv topik pagi tadi, “Ada tiga hal manusia tidak boleh puas karenanya, ibadahnya, pengetahuannya, dan sedekahnya” Lebih kurang sih begitu. Pengetahuan adalah hal yang tak akan ada habisnya, so .. kita tidak boleh puas atas ilmu yang kita miliki.

Termasuk kata seorang dosen favorit saya di semester lalu, yang jleb banget yang barangkali bisa membuat renungan buat kita semua.
 “Teman – teman dan adik – adikku (kebetulan dosennya masih muda dan single #ehem), kita itu di dunia dikasih jatah sama Allah buat sekolah loh. Ada SD- SMA terus S1, S2, S3.. Allah bakal kecewa kalau kita menyia – nyiakan kesempatan untuk jatah belajar di dunia dan ga dihabiskan. Jadi pesan saya, selama kalian belajar dan sekolah. Jangan pernah menghilangkan niat kalian melanjutkan sekolah, selagi bisa untuk meneruskan sekolah dan habiskanlah jatah itu selama kita masih hidup”
Pesan ini membekas sekali bagi saya. Karena banyak juga dari orang sekeliling kita yang mempengaruhi kita untuk udah deh, sarjana strata satu aja udah cukup, pengalaman aja yang dibanyakin. Well, dari segala pandangan orang sekitar, saya justru menemukan gairah belajar yang non stop untuk menyelesaikan sekolah sampai saya sanggup dan setinggi – tingginya. (Aminn ..) Ga harus dipaksain banget, ikutin alur yang ada, jangan sampai juga sekolah mengalahkan proritas lain seperti bekeluarga (read : menikah #ehem), aktualisasi diri (read : bekerja dan mengekspresikan diri), dan lain – lain.

Notice: Pesan juga nanti kepada siapa suami saya nantinya #uhuk, izinin umi sekolah tinggi bareng – bareng kamu ya, menghabiskan jatah belajar yang dikasih Allah. (Don’t baper ya readers >.<)

Membaca membuat kita semakin tahu bahwa kita bukanlah siapa – siapa. Semakin bersyukur dan mengakui kebesaran Allah. Bagaimana bentuk kesyukuran kita ? Dengan cara kita membaginya kepada oranglain.

Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada hasad (iri) yang dibenarkan kecuali terhadap dua orang, yaitu terhadap orang yang Allah berikan harta, ia menghabiskannya dalam kebaikan dan terhadap orang yang Allah berikan ilmu, ia memutuskan dengan ilmu itu dan mengajarkannya kepada orang lain. (Shahih Muslim No.1352)
Iri seperti ini membuat kita termotivasi untuk memberi semakin banyak dan membaca semakin banyak.
Semakin jelas masa depan kita, *iyaa masa depan kita* ( ada yang baper bisik – bisik dibelakang)


-----
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

semoga menginspirasi :D

Dari gelimang ide belakangan ini untuk sebuah tulisan, akhirnya saya memutuskan untuk memprioritaskan tulisan yang kira – kira lebih lancar tertuang, ketimbang yang memerlukan waktu untuk mengumpulkan bahan dan juga wacana yang menguatkan.

Rutinitas saat ini juga membuat saya selalu ingin mendapatkan energi baru untuk men-charger pola pikir, ketika tidak duduk diperkuliahan dalam keadaan normal, misalnya duduk menyimak ceramah dosen. Jujur saya rindu momen itu, ketika mendapatkan energi dan ilmu baru. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil frekuensi rutinitas baru yaitu baca koran dan blogwalking lebih sering haha.

Browsing internet, chatting, bersosial media merupakan aktivitas sosial anak muda sekarang. Tak jarang dari kita membagikan banyak hal di timeline atau men-retweet berbagai komentar sehingga menjadi opini public yang menyebar kemana – mana. Setiap orang bebas mengemukakan pendapatnya, terlepas dari itu benar apa tidak.

Tanpa kita sadari kita seperti orang yang seringkali menyimak hal – hal yang kurang perlu untuk disimak bahkan dikomentari. Kita lupa menfilter sehingga banyak informasi salah kemudian terbagikan ke penjuru bumi. (berlebihan) tapi memang itu nyatanya. Untuk Indonesia saja, terdapat 255 juta lebih penduduk yang 51% persennya sudah menggunakan internet aktif. Berarti ada sekitar 150 jutaan masyarakat Indonesia yang berpeluang untuk mendapatkan informasi yang sama bila sebuah berita kemudian terangkat.

Saat ini media televisi contohnya, kita bisa lihat mereka mendapatkan berbagai konten dan isu menarik diangkat berasal dari perbincangan di sosial media. Apakah itu isu tentang empat huruf yang sekarang lagi booming itu ? atau tokoh – tokoh yang kemudian tenar karena gerakan yang ia lakukan sehingga berdampak bagi banyak orang. Semua berasal dari sosial media. Kekuatan baru yang ada di era ini. Ingat bukan ? Pemilihan presiden yang hits saat ini ? Dimulai dari Presiden Amerika yang membuat strategi baru menggunakan sosial media sebagai alat campaign nya.

Ada banyak teman - teman diluar sana yang sudah melihat kesempatan ini. Kitabisa.com misalnya, atau change.org yang membuat gerakan petisi untuk menilai sebuah kebijakan atau isu yang beredar. 

Lalu mengapa kita tidak memanfaatkan kesempatan dan juga kemampuan ini untuk membuat perubahan besar. Biarpun sederhana, kita bisa memanfaatkan banyak hal untuk mengubah hal yang buruk menjadi baik, dan baik menjadi lebih baik. Kita lebih sering disuguhkan konten  konten negatif, isu yang belum tentu benar ketimbang mengabarkan hal baik dan juga menyebarkan hal baik ?
Hal simple dimulai dari kita yang membuat perubahan kecil dengan apa yang kita sampaikan di sosial media adalah hal positif. Jika perlu, buat perubahan kecil yang berdampak besar untuk membuat perubahan ga hanya di sekitarmu tapi juga orang yang menyimaknya.


Lets start now :D

        Beberapa hari belakangan ini, di sela – sela kesibukan internship. Saya menyadari kapasitas aktivitas saya melebihi dari biasanya.  Walaupun sudah tidak mengikuti perkuliahan seperti biasa. Saya seringkali kelelahan dan tak jarang kondisi fisik menurun. Sampai pada akhirnya saya menemukan artikel yang di bagikan Mas Saptuari Sugiarto, mentor TDA sekaligus pengusaha desain inspiratif di laman sosial medianya. Benar – benar mencerahkan.


Di era globalisasi saat ini tanpa kita sadari kita tidak dapat hidup rasanya dengan “Smartphone berinternet”. Hidup tanpa sinyal dan kuota saja, sudah setengah mati merengek – rengek Karena kondisi ini( Ini pengalaman saya ketika mendengarkan keluhan teman – teman di akhir bulan )

Coba deh di flashback kembali, apa yang dilakukan ketika bangun tidur ? Langsung cek handphone kan ? Hayoo ngaku ? Saya sendiri sengaja menunda menyalakan handphone dua jam setelah bangun, sehingga aktivitas pagi tidak di sia kan untuk menyimak timeline terbaru dari siapapun itu diberanda sosial media. Dengan resiko yang seringkali saya alami, ketika dosen tidak hadir saya terlambat membaca pesan sehingga sudah sampai di kampus sendiri.

Kecanduan dan ketergantungan seperti ini seharusnya tidak kita pelihara. Tak sadar banyak hal yang kita lewati di dunia nyata. Hal yang paling tidak kita sadari adalah berpikir dan menerima informasi terlalu banyak sehingga hal – hal penting membuat kita lupa, dan bahkan tingkat kegalauan dan stress lebih tinggi di masa sekarang. Contoh, ketika heboh informasi wabah virus di media massa, kasus pembunuhan dan masih banyak sebuah informasi yang merebak dengan mudahnya dan berbeda setiap hari. Kita disajikan banyak ketakutan, kecemasan, dan tentunya informasi sebagian besar hoax atau berita bohong. Coba kita berpikir, seperti itukah makanan otak kita sehari – hari. Carut marut, kekeraasan, pornografi yang mudah diakses dimana saja, hal – hal yang sangat merusak kondisi fisik dan juga paling utama mental kita.

Well, saya akui saya berlebihan di artikel ini. But, tapi itulah yang tidak kita sadari. Kita dipapar oleh banyak informasi. Mau tak mau, kita harus bijak memilih dan juga memberikan jeda ruang otak kita untuk berpikir bukan menerima.

Overload Think, kita sibuk menyimak banyak hal di media terutama media internet, grup chatting menjamur, asik bercerita di dunia maya sehingga lupa dengan realita yang terjadi.


    “Otakku ini layaknya hard drive, aku akan menggunakannya untuk hal yang perlu aku gunakan. Apabila informasi itu tidak berguna untukku, untuk apa aku menyimpannya. Aku menggunakannya untuk hal yang benar - benar berguna, kamu John Watson menyuruhku mengingat teori solar system dan tatasurya, aku akan segera membuangnya dari memoriku," ungkap Sherlock Holmes, dalam buku Penelusuran Benang Merah.


Awalnya saya sempat tak setuju dengan pandangan Sherlock Holmes, tokoh detektif yang fenomenal itu. Masa ? kita harus melupakan pembelajaran tentang Tata Surya yang sudah kita pelajari itu . Tanggapan awal yang saya sadari ketika membaca buku fenomenal karya Sir Arthur Conan Doyle itu. Sampai pada akhirnya saya mengerti maksudnya, kita seringkali mengambil semua informasi, pengetahuan tanpa berpikir terlebih dahulu patutkan informasi, pengetahuan yang tersebar kita adopsi dan kita konsumsi ? Baikkah dan bergunakah ?


Satu hal lagi, kesibukan baru kita saat ini membuat kita lupa tugas utama yang seharusnya dilakukan. Selama 24 jam kita asik memantengi sosial media atau gadget sehingga menghabiskan banyak waktu yang tidak produktif. Yuk, kita selektif lagi memilih informasi dan mendapatkan informasi.


    "Barangsiapa yang bangun di pagi hari dan hanya dunia yang dipikirkannya, sehingga seolah-olah ia tidak melihat hak Allah dalam dirinya maka Allah akan menanamkan 4 penyakit dalam dirinya :

    1. Kebingungan yang tiada putus-putusnya.

    2. Kesibukan yang tidak pernah ada ujungnya.

    3. Kebutuhan yang tidak pernah terpenuhi.

    4. Dan keinginan yang tidak akan tercapai." (H.R. Imam Thabrani)


Next post saya akan posting mengenai “Gadget Time Warning” bagaimana mengelola dan mengatur gadget agar dapat produktif dan berguna.
Hari ini untuk kesekian kalinya mengunjungi pameran pendidikan luar negeri. Suasana excited dan semangat menggebu – gebu untuk bisa kuliah dan mendapatkan pendidikan yang baik di luar negeri seketika muncul ketika di ruangan tersebut. Para konsultan pendidikan di tiap – tiap stand menjelaskan dengan baik apa benefit yang didapat ketika berkuliah di luar negeri. Sekaligus oase kompetisi untuk memperbaiki skor standar bahasa asing, seperti IELTS dan TOEFL menjadi bayang – bayang kita yang ingin berkuliah di negara asing. Lalu pertanyaannya ? akan kah ? haruskah ?

Beberapa hari yang lalu, rapat bersama teman – teman komunitas. Teman saya kala itu, mengutip kembali pertanyaan saya tentang “Apa alasan kita kuliah ke luar negeri ?” Inilah yang menjadi diskusi seru kami sore itu.

Jujur saja belakangan ini, keinginan saya berkuliah di dalam negeri sebagai kuliah lanjutan semakin mantap. Ketika restu dan juga tanggungjawab untuk meneruskan perjuangan yang sudah dimulai sejak awal perkuliahan menjadi lebih jelas arahnya. By the way, setiap orang punya pilihan bukan ?

… mel kamu sering ikut acara nasional sih .. cinta Indonesia banget deh ..
… mel kamu ingat mimpi kamu gak …
… mel, ini loh kamu bisa …

Ini suara – suara indah yang mampir di telinga saya ketika menyampaikan minat saya itu. Siapa sih yang gak ke pengen merasakan oase berbeda belajar di negara yang memiliki kualitas pendidikan lebih baik daripada di negara sendiri ?
Saya juga menuliskan mimpi di sebuah negara di benua biru kok. Lalu ? Apakah mimpi itu pergi ? Tapi kalau saya bilang mimpi itu dalam perjalanan waktu semakin jelas dan terarah.

Semua itu masalah niat dan juga potensi. Saya pernah baca, trend untuk lanjut studi semakin meningkat. Baik dan positif tentunya, karena menandakan minat pemuda Indonesia untuk belajar dan mengenyam pendidikan tinggi semakin tinggi. Berkaitan dengan kualitas SDM negara kita yang akan semakin baik. 

Media informasi semakin tak terbendung arusnya, oase kompetisi di era saat ini sangat terasa sekali. Karya A Fuadi dan Andrea Hirata telah menghipnotis seantero muda mudi Indonesia untuk melanjutkan kuliah diluar negeri bukan sekedar mimpi, siapapun bisa. Walaupun ia berasal dari daerah terpencil sekalipun. 

Tapi, segelintir orang menjadikan tujuan utama untuk lanjut studi jadi buram. Niat tercampur jadi keinginan untuk tampil keren, ingin jalan – jalan, ingin foto di landmark, dan banyak lainnya. Wajar saja, ketika ada sebuah artikel tentang seleksi LPDP yang para kandidatnya gugur karena ketika sampai di meja interview. Kita sendiri bingung, sebenarnya apa tujuan kita berkuliah jauh untuk sampai – sampai ke luar negeri. Memang diakui, pendidikan di Indonesia memang banyak sekali masalah yang perlu diperbaiki. Sehingga kuliah di luar negeri menjadi jawaban. But, kita tentunya harus menemukan niat yang lurus dan realistis untuk menggapai impian kita.

Jangan sampai, karena ambisi yang kita miliki kita kehilangan momen berharga dalam hidup kita. Kita semua istimewa, hal yang terpenting kita fokus pada kekuatan kita. Fokus untuk menjadi diri sendiri bukan menjadi orang lain.

So jawabannya ?
Studi ke luar negeri itu harus, bila studi ke luar negeri merupakan jawaban untuk kita berkarya lebih baik dan lebih bermanfaat.  Bila studi lanjutan di sana kita akan menjadi pribadi yang lebih baik ketimbang kita berada di dalam negeri. Jadi pepatah, gapailah ilmu sampai ke negeri china, pas deh. Cari ilmu sampai ilmu dagingnya.

Lalu, jawaban kedua ga harus. Kalau niat kita hanya untuk tampil keren, tampil beken, dan pendidikan yang kita ambil nantinya sama kualitasnya dengan di dalam negeri. Alias kita tidak perlu jauh – jauh, lalu meninggalkan banyak hal yang seharusnya menjadi prioritas teratas hidup kita.

Setiap kita punya jalan suksesnya masing – masing. Maka dari itu, temukan jalannya !

-------------------

Keep Inspiring !

yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca


Older Posts

HELLO, THERE!


Hello, There!


Hello, There!

Let's read my story and experience


Find More



LET’S BE FRIENDS

Sponsor

OUR CATEGORIES

Entrepreneurship Event Financial Talks Forest Talk Good For You Happiness Healthy Talks Ngobrolin Passion Parenting Pendidikan Review Self Improvement Self Reminder Tips Travel Wirausaha Young Mindset community development experience

OUR PAGEVIEW

recent posts

Blog Archive

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by beautytemplates