facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • About Me
  • Life Style
    • Self Improvment
    • Financial Talk
    • Women Talk
    • Parenting
    • Education
    • Eco Living
  • Travel Content
  • My Project
    • Digital Writing Studio
    • Lampung Digital Academy
    • ThinkMe Project
  • Disclosure
  • Contact

Melati Octavia Journal



Topik hijrah selalu menarik bagi saya. Kalau saya sedang cuap - cuap, saya selalu mengangkat topik ini sebagai upaya saya menasehati diri saya sendiri. Baru saja kemarin kita memasuki tahun baru Islam, Tahun baru Hijiriah. Dari namanya saja sudah tahu maksud mengenai tahun hijirah. Disinilah momen berbondong - bondong kita mengevaluasi diri kita dari hal yang kurang baik menjadi baik, dan baik menjadi lebih baik lagi.
Sudah menetapkan azzamnya kali ini ? Apa saja yang ingin kamu rubah ?
Saya pribadi kemarin mengemban sebuah misi sederhana di hari tepat satu muharram. Saya memiliki niat untuk mengatur waktu lebih efisien dengan menjaga pola makan, untuk beribadah tepat waktu dan juga serangkaian aktivitas yang penting lainnya. Saya menetapkan target dalam satu hari apa yang saya bisa lakukan dan selesaikan. Dan well, saya bahagia ketika hari itu saya berhasil menuntaskan hampir semua misi. Walaupun ada beberapa misi yang belum saya lakukan saya sudah cukup puas. Saya merasa ada sebuah pencapaian sederhana yang bisa saya lakukan untuk diri saya sendiri. Saya sendiri masih sering melakukan pemborosan waktu ketika hal - hal kosong terjadi. Biasanya kekosongan waktu terjadi ketika sebuah agenda terjadwal batal atau ada kejadian tak terduga, kayak mahasiswa yang dosen tiba - tiba dadakan tidak hadir dan segala macamnya. Saya melakukan upaya preventif untuk mengatasi kejenuhan dalam sebuah draft list, apa yang musti saya kerjakan. Misal, ada sebuah proyek tulisan yang belum selesai. Sebuah rapat yang belum tertunaikan SOP nya, rancangan yang belum selesai. Atau mengisi waktu luang bermanfaat. Jalan ke perpustakaan, toko buku melihat koleksi terbaru, membereskan kamar yang seperti kapal pecah dan masih banyak lagi. 
Hijrah lainnya yang paling utama adalah mengenai kedekatan kita pada Allah SWT. Kita seringkali mengevaluasi diri kita dalam perkara duniawi, hingga lupa bagian yang pasti kekal abadi yakni akhirat. Kita lupa mensisihkan sebagian rejeki kita untuk bersedekah dan berzakat barangkali, sehingga tanpa sadar rejeki kita sulit. Kita lupa mengoreksi ibadah kita, hapalan kita yang masih mentok disitu aja, dan hal lainnya. #iniselfnote banget buat saya pribadi.
Hal sederhana pada hijrah kali ini adalah saya membiasakan sholat tepat waktu dan menambahkan dengan sholat sunnah. Sebuah azzam yang saya ingin lakukan untuk diri saya sendiri. Mudah  - mudahan saya bisa melakukannya.
saya juga takut apa yang saya lakukan dianggap tidak baik, sombong, dan riya. Ini yang saya takutkan. Saya berusaha meluruskan selalu niat saya untuk melakukan sesuatu karena niat adalah hal paling essensial ketika kita melakukan sesuatu.
Jadi momentum apa yang bisa kita ambil dalam hijrah kali ini :
1. Hijrah perkara ibadah
2. Hijrah perkara sikap dan akhlak
3. Hijrah perkara pencapaian dan impian - impian kita

So, lets go for muhasabah :D


Semoga menginspirasi :)



Artikel ini hadir ketika direcoki oleh beberapa rekan yang terkaget - kaget ketika membahas salah satu persoalan masa depan yaitu menikah. Saya selalu tertawa mendengar orang - orang parno ketika menyebut kata “sakral” itu. Seolah - olah orang yang mengucapkan kata itu, keesokan harinya harus sudah nyebar undangan, atau sudah membangun tenda didepan rumahnya, tidak lupa janur kuningnya.

Awalnya saya demikian juga, ketika ada rekan sudah menyerempet membahas hal itu. Saya tidak tahan untuk ‘ngebecandain’ seolah - olah si pembawa topik itu, lagi menyiapkan intro pernyataan untuk menikah esok kelak. *tepokjidat*

Saya bersyukur bergabung dalam sebuah grup parenting online dan juga sesekali membawakan program acara parenting membahas keluarga dibeberapa sela kesibukan perkuliahan dan aktivitas lainnya membuat hal demikian sudah terbiasa dan tidak tabu lagi dibahas. Bahkan saya menyatakan diri bahwa itu memang harus dibahas bukan dihindari untuk membahasnya.

Tahu tidak ? Keluarga yang ada pada saat ini sebagian besar menikah bukan karena kesiapan, tapi karena harus siap. Sudah waktunya dan juga mungkin sudah menemukan jodohnya langsung menikah. Beranggapan belajar tentang perkara pernikahan itu ketika sudah dalam masa tersebut. Salahkah ? Tapi sebagian besar, dari kita belum siap untuk menikah walau sudah waktunya. Sedari lama lupa mempersiapkan diri, sibuk mengejar karier, sibuk dengan aktivitas lajangnya, atau hal lainnya. Bahwa ada ilmu yang seharusnya dipelajari yakni membangun rumah tangga. Seolah - olah membangun rumahtangga itu perkara belajar on the way. Padahal konflik yang terjadi, perceraian meningkat karena masing-masing dari pasangan tidak mengerti bagaimana menjalankan perannya, salah memutuskan, salah bersikap, salah mengerti. Bayangkan saja dua orang yang berbeda disatukan dalam satu kehidupan seumur hidup. Sebelumnya memiliki kehidupan yang berbeda, keinginan berbeda, gaya hidup berbeda, berbahayanya lagi visi yang berbeda.

Menikah itu perlu persiapan, perlu kematangan berpikir bukan hanya fisik saja yang sudah dewasa melainkan juga mental dan psikis. Bagaimana menghargai, memahami. Mengetahui kodrat peran sebagai seorang ayah dan ibu, suami dan istri. Keluarga adalah sebuah organisasi kecil yang sangat mempengaruhi sebuah peradaban. Mengapa begitu ? Peradaban yang hancur dikarenakan banyaknya keluarga yang tak mampu mengendalikan isi rumahnya. Egoisme, individualistik, dan masih banyak problema lain yang muncul apabila membangun keluarga tidak mengunakan ilmu. Hanya tahu bagaimana melangsungkan pernikahan dan bagaimana ijab kabul. Padahal kehidupan setelahnya adalah hal yang paling penting

Dan hal yang menyedihkan, jika kata itu begitu tabu ketika dibahas didepan kaum adam. Nah loh? Jika ada kaum adam yang usianya sudah baligh tapi ketika hal demikian dibahas sudah hindar menghindar. Itu pertanda .......... Isi sendiri.
 
Calon ayah atau suami itu tugasnya sangat berat untuk menjadi leader dari keluarga. Ia yang mendidik istri dan anaknya untuk menjaga keimanan, nahkota yang menentukan kemana arah dari sebuah keluarga itu akan dibangun. Berhasilkah ? Atau buruk ? Seperti berita yang belakangan kita dengar, penelantaran anak oleh sepasang suami istri yang notabene berpendidikan tinggi. Innalillahi, mendidik anak oranglain bisa dilakukan, tapi nasib anak sendiri ditelantarkan. Nauzubillah.
Menjadi seorang ibu juga tidak kalah beratnya. Ia harus menjadi istri yang baik dan ibu yang mendidik anaknya. Madrasah al Ula. Banyak skill dan ilmu yang harus dipelajari, mungkin teman-teman bisa baca artikel saya mengenai : Catatan Hati Sang Calon Istri

Masalah tabu tidaknya, saya berharap. Kita bukanlah kaum apatis, karena gengsi karena ke-dilemaan kita pada masa depan di masa Quarter Life Crisis. Hal yang ditakutkan adalah membuat kita dijauhkan oleh Allah sebuah hikmah dan ilmu yang baik di masa yang akan datang. Bukan berarti yang menulis artikel ini akan menikah esok kan ? Atau para penulis baik novel ataupun artikel pernikahan harus sudah menikah atau segera menikah.

Satu lagi, apakah yang mempelajari perkara demikian adalah orang - orang yang sudah menemukan calon jodohnya? Gimana yang masih sibuk memantaskan diri dan memperbaiki diri ?
“Ahh saya kan masih sendiri, itu nanti deh di cari tahu..”

Hmm, hal itu pemikiran yang salah. Walaupun masih sibuk dalam memantaskan diri dan memperbaiki diri, justru itu masanya kita mempelajarinya. Bagaimana menjemput jodoh dengan cara yang benar dan menjalaninya nanti sesuai tuntunan yang benar pula.

Hal yang perlu diingat, jangan sampai pada masanya memasuki masa dimana ‘harus  menikah’ tanpa kesiapan, karena sudah waktunya. Tapi menikahlah ketika anda sudah siap *kesiapan itu defenisinya sangat panjang*. Bukan hanya kata ‘siap’ tapi ada sebuah nilai tanggung jawab didalamnya.


------------------------------
Yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

Keep Inspiring!
Menghitung hari Ramadhan tahun ini akan meninggalkan kita. Sebagian besar kita barangkali tak sabar menunggu hari kemenangan yang sering kita katakan hari lebaran. Beberapa ramadhan tahun - tahun lalu, saya pernah merasakan oase kesedihan luarbiasa di malam takbiran. Tak pernah merasakan kesedihan luarbiasa kehilangan momentum cengkrama bersama Allah Swt di dalam beberapa doa. Bukan maksud ingin show up apa yang saya lakukan ketika Ramadhan. Tapi 10 malam terakhir di tahun itu saya memang fokuskan untuk merenung dan berdua-duaan dalam doa-doa. Dengan niat ingin hijrah menjadi manusia lebih baik lagi. Mengingat dosa-dosa yang begitu banyak, rasanya air mata tak cukup untuk menampung kesedihan mendalam. Niat saya dalam tulisan ini murni berbagi dan mengevaluasi diri saya sendiri, barangkali memotivasi dan kita sama-sama merenung apa yang sudah kita lakukan di Ramadhan kita kali ini.

Bahwasanya saya tanpa sadar lalai mempersiapkan ramadhan untuk tahun ini. Saya kelimpungan, saya khilaf lupa dan salah. Saya mengabaikan berbagai rancangan kegiatan rutin untuk memperbaiki diri dalam hal ruhiyah. Alhasil, saya merasa gagal untuk kali ini. Penyesalan luarbiasa bagi saya pribadi. Kesibukan yang benar-benar menyita waktu saya bercengkrama dengan Allah lebih banyak. Semoga dan semoga bisa memperbaiki.

Bagaimana ramadhan kamu ? Akankah lulus dengan baik, apa ada cela-cela yang membuat puasa dan ibadahmu jadi timpang ? Akankah rasa sedih menyelinap dihati kecilmu akan ramadhan kali ini. Janji apa yang kamu ingin azzamkan dalam hati untuk memperbaiki diri setelah ramadhan kali ini ?

Dalam satu kesempatan saya membawakan sebuah program rutin edisi ramadhan di radio. Saya seringkali menyapa dan menanyakan bagaimana puasa yang seharusnya dan bagaimana nilainya tetap terjaga, kita sering lupa dan saya juga sebenarnya mengingatkan diri saya sendiri. 

Jujur saja, tulisan-tulisan yang ada di dalam sini merupakan wujud nasihat untuk diri saya sendiri. Seringkali manusia tahu kebenaran tapi sayangnya ia sendiri lupa untuk menerapkan kebenaran dalam kehidupannya. Saya senantiasa berharap, ada orang-orang yang selalu mengingatkan saya ketika saya salah dan khilaf tak sesuai dengan nasehat kecil yang sering saya sampaikan.

Kali ini hijrah menjadi hal yang menarik yang selalu terucap dihati kecil saya. “Mel kamu harus hijrah ! Hijrah lagi .. Lebih baik lagi !” hati saya selalu mengucapkan hal demikian. Hijrah selalu diidentikan masa ketika tahun baru islam. Padahal menurut saya hijrah itu adalah proses wajib yang harus dimiliki setiap manusia yang beriman untuk senantiasa memperbaiki diri. Secara bahasa, hijrah artinya berpindah. Sementara itu dalam konteks sejarah, hijrah adalah kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad bersama para sahabat dari Makkah ke Madinah, dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah, berupa akidah dan syari’at Islam.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]: 218).

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal [8]: 74).

Maka dari itu, mereka yang berhijrah di jalan Allah adalah orang yang tinggi derajatnya dan termasuk orang yang mendapat kemenangan besar.
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. At-Taubah [9]: 20).

Dalam suatu kesempatan kajian yang pernah saya ikuti, bahwa ramadhan adalah bulan training. Training kebaikan-kebaikan yang dibiasakan hingga berdampak setelah ramadhan menjadi sebuah kebiasaan yang baik. Oase Ramadhan menambah ghirah (semangat) untuk melakukan ibadah lebih tinggi dari biasanya. Ketika detik-detik ramadhan usai. Teguhkan pada hati bahwa kita akan menjadi insan yang lebih baik setelah melewati hari kemenangan yang dimaksud.

Disini saya ingin mengingatkan sahabat-sahabat yang saya cintai karena Allah. Bagaimana kita saat ini sahabatku ? Terutama muslimah, akankah ramadhan tak menjadikah diri kita tetap berhijab dengan seutuhnya, masihkah kita mengatakan bahwa ketidaksiapan kita untuk berhijab / menutup aurat adalah bentuk keistiqomahan kita pada hal yang tak baik. Apa yang teman-teman khawatir kan sahabat muslimahku, apakah harta ? Kehilangan teman ? Kecantikan ? Orang-orang yang memuja kecantikan kamu.

Jujur saja, lidah saya tak kuat mengkritik hal tak benar tentang seseorang. Karena setiap manusia dimuka bumi ini jarang sekali ingin dikomentari, bahkan dan mungkin ketika dinasehati, telinga menjadi panas. Silaturrahmi menjadi putus. Kebencian menjadi-jadi. Tapi saya berharap, bahwa kita menjadi pribadi yang lapang, yang selalu terbuka menerima kritikan, komentar, dan nasehat apapun. Saya memilih untuk menjadikan diri role model apa yang saya ingin katakan (karena saya cinta damai, tak ingin memperbanyak musuh karena kata-kata yang kurang baik)
walau saya tahu tak mudah untuk dilakukan, karena saya juga manusia. Barangkali hati yang tak baik sedang mendominasi, kadang kala syaitan menang menguasai diri karena beberapa waktu jauh dari Illahi.

Hijrah lah ...

Teman teman muslim, para lelaki - lelaki yang diharapkan menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Masihkah diri terbelenggu oleh nikmat duniawi yang melingkar disekeliling. Menghabiskan waktu untuk hal yang tak baik, memelihara ketidakbaikan, ketidakjujuran, kemalasan dan hal lainnya. Tantanganmu luarbiasa saudaraku, jangan terpedaya. Teruslah mengikrarkan dalam hati untuk senantiasa menjadi seseorang yang dicintai Allah, menjadi lelaki yang sholeh.

Menjelang hari kemenangan itu tiba. Masih ada kesempatan kita untuk memperbaiki diri. Berpindah dari hal yang tak baik, dari yang kurang baik menjadi baik. Memoles ibadah lebih baik lagi, memoles keilmuan tentangNya lebih dalam lagi. Menetapkan target-target ibadah dan juga keilmuan yang ingin dicapai.

Jangan pernah takut berhijrah, karena balasan surga sudah menanti kita diakhirat sana :)

----------- 
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Menjaga. Menjaga seperti seorang polisi dengan senjata. Menjaga dari halangan musuh ataupun para penganggu. Tapi itu yang hanya tampak. Bisa saja siapapun bisa menjaga. Tapi bagaimana menjaga sesuatu yang tak tampak. Seperti menjaga hati.

Kali ini saya ingin bercerita tentang sebuah penjagaan yang sulit dan penuh onak liku dan berduri. Terutama dirisaukan oleh para muda muda belia yang hatinya sedang subur bak disirami air dan dipupuk humus yang membuat gembur taman bunga cinta.
Hari ini saya mendapatkan sebuah perspektif sebuah penjagaan dan solusi atas sebuah penjagaan yang ketat akan sebuah rahasia yang tersimpan di hati.
Siapapun kamu, tentu pernah terselinap rasa pada siapa yang kamu inginkan menemanimu dimasa depan bukan ?

Tapi sayang, banyak diantara kita yang lalai. Termasuk saya juga. Tapi kali ini saya tak ingin menjadi kalah oleh waktu, kalah oleh musuh-musuh. Musuh yang bernama syaitan, ibarat sebuah rumah berpagar tinggi dikelilingi oleh penjagaan yang ketat tak mampu dirayu oleh sengatan apapun. Bagaimana konsep menjaga. Menjaga ketika berbicara tentang hati kah ? Atau menjaga yang bagaimana ?

Saya pernah melakukan kesalahan untuk memahami konsep menjaga. Bahwasanya dan sesungguhnya konsep menjaga yang benar adalah diam. Diam seribu bahasa. Layaknya diamnya hati sang ali dan sang fatimah akan sebuah rasa yang hanya Allah yang tahu. Diam ketika diri merasa tak ingin melangkahi keputusannya untuk sebuah momentum bahagia.

Banyak dari kita yang kesulitan untuk diam. Lelah, tak sabar, buru-buru padahal diri ini tahu belum saatnya dan belum waktunya. Diam adalah keputusan paling bijak menghadapi sebuah penjagaan ketat sebuah rasa yang belum pasti muaranya. Belum tampak tanda tanda dan kejelasannya.
Diantara kita ada yang melangkahi waktu, terpedaya oleh rayu-rayu dan oleh kata tunggu. Padahal kata tunggu adalah sebuah alasan riskan yang menjerumuskan pada sebuah hal buruk yang mengorbankan sebuah perasaan. Bila memang siap dan memang tak ada alasan lagi untuk menundanya, bersegeralah. Jangan sampai kata tunggu menjadi alasan para syaitan mengoda hati-hati yang ada. Karena hati manusia itu mudah sekali dibolak-balikan. Seindah apapun, sesuka dan cinta apapun dengan mudahnya bisa menjadi sebuah kebencian mendalam dan begitu pula sebaliknya.

Allah pernah berfirman, bila belum siap maka berpuasalah. Sebuah makna kompleksitas mengenai hal demikian. Memang ada masanya lelah bersabar, ada masanya risau menunggu, ada masanya penantian menjadi sulit. Tapi bersabar adalah sebuah pilihan terbaik dari sampai pada kapasitas dan tanpa alasan hingga sampai pada waktunya. Percayalah Allah maha mengetahui kesiapan kita, Allah Maha Perencana Yang Baik. Tak usah kita mengada-ngadakan sebuah alasan.
Menunggu, Menjaga, Diam dan bersabar. Insya Allah akan Allah balas sebuah keindahan yang luarbiasa di masa yang akan datang. :D

Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan keatas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia.Maka Allah  menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya (Imam Syafii).

----------------------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Sebenarnya artikel ini sangat terlambat untuk terbit. Memerlukan riset yang cukup detail. Semua yang saya tulis merupakan hasil kegelisahan saya. #Tsaah.
Edisi tulisan ini adalah edisi kartini yang sudah lewat bulan lalu. Terlambat sekali untuk mempostingnya. Saya mohon maaf kepada para readers beberapa minggu tidak memposting beberapa inspirasi dan cerita sebulan lamanya.
hampir sebulan mendapatkan beberapa kegiatan diluar kota dan insyaAllah akan saya posting hasil eksplorasi saya.

Kami ingin menghebatkan. Siapa kami ? Kami para perempuan. Beberapa hari lalu saya mengalami sebuah kejadian yang membuat saya mengevaluasi diri terhadap apa yang saya lakukan dan saya kerjakan. Perempuan yang identik sosok yang manut, penurut, dan hal lembut lainnya. Begitulah pandangan seorang laki-laki pada umumnya terhadap sosok perempuan.

So, mau curhat sedikit. Biasanya umur dua puluhan seperti saya banyak kegalauan terjadi. Yaa deh jujur aja. Sejauh mata memandang, saya merasakan sebuah alergi besar lelaki pada sikap saya. T.T . Apa barangkali saya terlalu ambisus atau barangkali saya terlalu aktif dan bagaimana. Saya berusaha menekan diri saya untuk berusaha menjadi diri sendiri. Walau banyak tanda tanya besar terhadap sikap yang saya miliki sehingga ketika ada tawaran berkomitmen lebih serius itu bikin takut lelaki. Saya memang serius untuk membahas hal demikian.

Well, ketika sebuah konflik terjadi saya jarang sekali menyalahkan oranglain. Saya lebih inside memandang diri saya dahulu mengevaluasi diri dahulu ketimbang berkutat pada benar dan salah.
Beberapa teman perempuan saya juga sering bercerita tentang kami para perempuan aktivis yang notabene sibuk. Sibuk membangun komunitas, sibuk berkutat pada hobi, membangun karier, bahkan memimpin organisasi. Seringkali mendapatkan cap wanita karier nantinya yang akan menjadi pribadi yang dominan ketika membangun rumahtangga. Dan bahkan banyak perempuan yang lebih dahulu mapan ketimbang sang pria.
Saya pun melakukan riset kecil-kecilan kepada teman saya yang laki-laki. Apakah laki-laki selalu minder melihat perempuan lebih sukses ketimbang dirinya ?

Mungkin saya tidak melakukan filter terhadap teman laki-laki yang saya tanyai, kecenderungan yang saya pertanyakan adalah sosok teman saya yang kariernya cukup bagus dan pemikirannya cukup luas. Mereka menjawab tidak masalah, walaupun memang ada sedikit rasa ‘iri” atau minder terhadap perempuan yang lebih bisa menghandle dan juga dominan secara wawasan, finansial dan lain-lain.
Konsep memantaskan dan mensejajarkan. Misalnya seorang laki-laki bertemu wanita yang lebih hebat ketimbang beliau. Apa yang sebaiknya dilakukan seorang laki-laki itu ?
Kebanyakan dari wanita, melakukan daya dan upaya untuk berusaha memantaskan diri kepada sang pria yang ia harapkan menjadi suaminya. Tapi menurut riset yang saya dapatkan jarang sekali laki-laki yang melakukan hal demikian.
“Laki-laki yang baik untuk wanita yang baik-baik, begitupun sebaliknya”
Kita tanpa sadar lupa kalo standar kebaikan itu relatif dimata masing-masing oranglain. Standar yang tepat adalah kembali kepada Allah.

Ada tulisan yang saya kutip dari blog teman saya yang juga menjadi hasil riset saya.
Mengapa tidak banyak perempuan mengambil jurusan yang notabene “super” kelaki-lakian seperti tehnik, komputer, dan lain-lainnya. Karena ada stereotip jika wanita mengambil jurusan demikian atau berkutat pada hal yang demikian akan menjauhkan dia dari laki-laki. Alias sulit jodoh. Hadeuuh. //
Ini kutipan yang saya ambil. Ketika saya disini berperan sebagai perempuan, kami perempuan bingung. Bukankah laki-laki mencari sosok ibu yang cerdas untuk anak-anaknya kelak untuk madrasah bagi anak-anaknya. Apakah ada yang salah ketika wanita sekolah tinggi-tinggi ?
Saya ingin bercerita bahwa pada suatu hari saya di message seorang teman saya yang laki-laki yang cukup menyayat hati saya.
“Kamu kenapa mel ambisus gitu, sekolah tinggi-tinggi. Bukannya jadi muslimah itu gampang ya. Bukannya kita didunia ini ingin masuk surga ya ? Gampang kok, kamu tinggal jadi ibu dan istri sholehah aja, ga usah gitu banget”

Jleb.. Seketika itu saya kembali berpikir ulang terhadap apa yang saya lakukan. Saya kemudian hanya menjawab, bukannya kewajiban menuntut ilmu sebanyak-banyaknya perintah Allah ya.. Bukannya wanita dituntut cerdas untuk menjadi madrasah bagi anak-anaknya kelak, generasi selanjutnya kelak. Jadi salah yaa sekolah tinggi-tinggi. Dan beliaupun terdiam.

Intinya saya perwakilan perempuan-perempuan aktivis *dalam ceritanya. Menyampaikan pada pria pria hebat diluar sana. Jangan pernah takut untuk hadir dan sama-sama berjuang untuk menyetarakan diri. Sama-sama membangun mimpi. Perempuan yang baik tidak akan pernah meremehkan kemampuan laki-laki yang sudah bersedia menerimanya apa adanya. Memang ada saudara-saudara kami yang lain barangkali sibuk dengan kariernya hingga melupakan kodratnya sebagai wanita yakni ibu dan istri. Tapi tentu kalian (laki-laki) punya kemampuan mengenali dan bertanya bagaimana masa depan kalian bersamanya.
Dari hasil riset saya juga, bahwa lelaki yang bersikap demikian karena dia takut dan tidak berani untuk bisa mengapai standar tinggi lebih tinggi lagi alias gengsi. Nah inilah penyakit sebagian besar para lelaki. (hasil kepo mas kurniawan gunadi) itu kutipan bukan dari saya melainkan kepada kaum laki-laki langsung.
Well,  Seperti artikel saya sebelumnya, wanita itu mencari sosok yang pantas dihebatkan. Dan pria yang hebat akan mampu mengenali wanita yang bisa menghebatkannya di masa yang akan datang.
read this >> http://www.melatioctavia.com/2015/01/carilah-wanita-yang-menghebatkanmu.html

Ini kutipan menarik dari sebuah blog :
“Bersekolahlah tinggi-tinggi, belajarlah banyak-banyak, dan kamu akan terus menemukan orang-orang yang kualitasnya lebih baik darimu. Lalu, kamu akan belajar banyak dari mereka, dan meningkatkan kualitasmu sendiri juga. Mungkin kamu belum tahu, tapi di 'atas' sana, mereka juga tidak kekurangan jumlah lelaki" - Noor Titan

Kami perempuan berjuang untuk menghebatkan,
Bukan ingin hebat sendiri :D

#BukanArtikelEmansipasi

"yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca"
Malam ini ga tahu kenapa pengen post beginian. Ada beberapa posting yang udah kelar tinggal rapi rapi di laptop. Tapi masalahnya itu laptop ga lagi bersama saya. sedang di cuti-kan. Dengan bermodalkan smartphone, saya coba menuliskan postingan ini.
Akhir-akhir ini, virus galau merajalela. Wajar sih, umur sudah makin menuju dewasa. Tapi karakter masih banyak belum bertransformasi lebih baik. Bukan perkara masa depan saja, juga banyak hal yang dikhawatirkan menjelang dewasa. Benar banget, semakin dewasa seringkali kita sedikit pelan mengambil keputusan dan melangkah takut salah, takut pengaruhnya luar biasa di masa yang akan datang.
Sebagai anak sulung, banyak hal yang saya khawatirkan dan juga mengganjal dipikiran. Saya sudah kehilangan seorang ayah sejak SMA, sehingga hampir semua tanggungjawab ayah, dibagi kepada bunda dan saya. Usia ibu tidaklah muda lagi, butuh istirahat cukup untuk tetap dalam keadaan sehat. Dan ini yang selalu saya pikirkan *SAD*
Back to topic, hal penting lainnya adalah perkara membangun keluarga. Masih lama sih* kata sebagian orang. But, mungkin karena anak sulung banyak desakan dan juga pertanyaan yang kian hari makin deras. -___- *ternyata akhirnya merasakan apa yang dirasakan curhatan para senior perkara ginian*

Setidaknya keluarga udah kenal sama 'calon' katanya. T_T Fiuhh tarik nafas.
Tahun depan pertanyaan *kapan kelar skripsi? Kapan wisuda?* paling sering dilontarkan disamping pertanyaan sebelumnya yang tentu ga berhenti ditanyakan.
Sebagai seorang muslimah berprinsip *Jomblo Mulia* dan 'SayNotoPacaran* tentu hal ini menjadi 'extinct' (baca; langka) di keluarga yang tidak memiliki pemahaman kuat mengenai hukum berpacaran dalam agama.
Alhamdulillah, saya berislam sejak lahir tapi benar-benar mengenal secara baik masih terhitung muda sekali. Ditambah lagi, godaan dahsyat akhir zaman yang luar biasa.
Alhamdulillah, sejak itu, berprinsip untuk menjaga diri dan tentunya berdoa agar Allah melindungi dan menjaga azzam itu.
Intinya saya percaya, He is Coming ! Si Pangeran berkuda akan datang menjemput menawarkan diri membimbing mengarungi samudera deras dunia menuju surga. *bahasa tinggi*
Khayalan masa kecil itu saya lebih kurang sama dengan anak anak perempuan pada umumnya. Ketemu pangeran tampan yang heroik, penolong, dan embel embel lainnya. Berhubung saya dulu sempat *sebelum berhijab* menjadi fans terlalu karya J.K Rowling yakni Harry Potter, saya selalu mengambarkan sosok karakter idaman seperti dia. Hohoho *ketawa dipojokan dah.
Tapi untuk sekarang, ketika menyadari betul bahwa sosok sempurna itu adalah Muhammad SAW. Saya mencari *pangeran* sedikit banyaknya mendekati beliau, atau para khulafa dan sahabat. Atau para pemuda heroik pejuang islam ketika dinasti islam berkembang.
Nah perlu diingat bahwa jodoh itu adalah gambaran sebesar mana kualitas kita. Seperti kutipan ayat "Laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik'.

Seringkali kita salah menempatkan diri dan seolah-olah mengabaikan hal ini, beranggapan kekasih (baca: pacar : calon : gebetan: whatever) adalah jodoh kita. Padahal belum tentu. Jadi ingat pesan mbak Oki Setiana Dewi ketika sharing proses pernikahannya dengan mas Ory di Seminar lalu yang saya ikuti. *Saya jatuh cinta penuh dengan Mas Ory ketika ia selesai mengucapkan ijab kabul dan para saksi mengatakan sah dan saya menyadari ia jodoh saya ternyata, jadi kalo misalnya terjadi sesuatu sebelum ijab kabul terucap, saya tidak uring-uringan patah hati, karena saya mencintai dia karena Allah" ujar mbak Oki yang membuat saya jleb.
Karena ga sedikit dari kita ngotot menikahi orang yang kita cintai (lawan jenis) sebelum menikah. Endingnya ketahuan bahwa karakternya tak baik dan hal kurang baik lainnya. Cinta itu buta *that's right*.
 Tapi ketika memutuskan untuk menikah bukan 'hanya cinta' landasan mengarungi hidup. Intinya kita sudah menyerahkan penuh jiwa dan diri kita kepada sang pangeran/permaisuri untuk hidup bersama mengabdi pada Allah hingga akhir hayat dan akhirat. Ingat? Ketika ijab kabul diucapkan itu adalah janji kepada Allah dan Arasy berguncang mendengarkannya karena beratnya perjanjian itu. Tanggungjawab istri dan suami saling memberikan pahala dan juga berbagi dosa. Karena dosa istri dan anak-anaknya juga tanggungan buat ayahnya.

Wah kok jadi ceramah??

Balik ke topik, saya juga sering mengkhawatirkan dan menggalaukan perkara ini, takut salah langkah, takut salah memilih. Intinya saya berusaha memperbaiki diri terus menerus dengan segala seabrek kekurangan dan aib yang saya miliki yang Allah tampakkan atau tutupi ini untuk dirinya si sang pangeran.
Tapi ada juga kisah menarik yakni mencintai dalam doa. Azee .. seperti kisah suci Ali dan Fatimah yang saya sendiri terkesima sekali dengan bagaimana mereka menyimpan perasaan itu begitu rapat dan tak ternodai oleh syaitan. Subhanallah.
Cinta itu fitrah, tapi jangan sampai kita mendekatinya ke arah zina mata, zina hati, dan lain-lainnya. Saya sendiri pernah mengalaminya beberapa kali, tapi emang dasar saya bukan tipikal *agresif* dan ngotot.  Berjalannya waktu perasaan seperti memiliki, memaksakan, berharap menginginkan itu hilang dengan sendirinya.
Saya ingat perkataan seseorang pada saya dulu *kenangan dan perasaan itu seperti jaring, ia akan tersaring dan menghilang sedikit demi sedikit*.
--
Seringkali saya berkhayal aneh. Apalagi film mellow di tipi-tipi itu marak dimana-mana. Terkadang emosi dan pikiran jadi terpancing. Dari dulu menginginkan sosok suami yang humor dan romantis haha dan dulu saya pernah bertemu 'proto-type-nya* cuman sayang bukan jodoh yee .. XD
Bukan lebay ngasih bunga tiap hari. Tapi kasih hal sederhana namun bermakna. Sekedar duduk diatas rumput berbukit melihat bintang dan bulan dan saling bercerita. *contoh yang ini sponsornya gegara Dealova* XD
Atau bersama mengapai dan melanjutkan cita-cita di nasional dan luar negeri. Sibuk dengan riset, sharing ide, membangun usaha, kemapanan. Sampai pada akhirnya memiliki keturunan yang soleh/sholehah, cerdas, baik dan santun. Mendidik mereka sebagai hafizh yang cerdas dalam ilmu baik dunia dan akhirat..<< ini dream dan goal >>
Rasanya puas deh ungkapin hal ini . Mau bagaimanapun tak ada manusia yang sempurna, yang ada hanyalah yang ingin dan berusaha menjadi yang terbaik.
Kesimpulannya saya percaya Allah lebih tahu mana yang terbaik.  Dan percaya ia akan datang mencari tulang rusuknya yang hilang. :D
karena wanita itu ibarat gula, sengaja diberikan Allah daya tarik untuk membuat mendekat. Dan sebaik baiknya wanita muslimah itu adalah yang menjaga dirinya agar istimewa just for only special someone :*
Believe it!  He is Coming
Older Posts

HELLO, THERE!


Hello, There!


Hello, There!

Let's read my story and experience


Find More



LET’S BE FRIENDS

Sponsor

OUR CATEGORIES

Entrepreneurship Event Financial Talks Forest Talk Good For You Happiness Healthy Talks Ngobrolin Passion Parenting Pendidikan Review Self Improvement Self Reminder Tips Travel Wirausaha Young Mindset community development experience

OUR PAGEVIEW

recent posts

Blog Archive

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by beautytemplates