facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Shop

Melati Octavia Journal


Dapat ide malam tadi, langsung coret – coret dan mapping untuk artikel ini. By the way, judul diatas yang merupakan lagu yang dibawakan Bruno Mars sebenarnya kurang nyambung sama tulisan ini. Hanya kebetulan momen idenya muncul pas lagu ini lagi terdengar dari radio tetangga. Masa sih ? 

Kemarin, saudara jauh dan teman masa TK saya datang untuk silaturrahim ke rumah nenek. Kebetulan lebaran tahun ini saya mudik, sedangkan tahun lalu saya berlebaran di Pekanbaru karena momennya rada bentrok dengan jadwal KKN kampus. Seperti biasa, teman lama yang cuman bisa chatting – chattingan tiba - tiba ketemu langsung terus jadi excited, saya tipikal kurang begitu suka foto pribadi kalau ga dipaksa. (Masa sih?!) ditodongin foto sama doi buat update di path. Kebiasaan deh haha, nah si sahabat kecil ini cerita kalau dia lagi galau banget sama pekerjaannya. Mengingat dia sudah kelar kuliah di kesehatan yang memakan waktu lebih cepat dari saya ( 3 tahun ) nyari kerjaan ga semudah yang dipikirkan. Apalagi banyak syarat sertifikasi ini dan itu, belum lagi uji kompetensi ini dan itu.

Banyak cerita yang saya dengar dari beberapa teman, bahwa pekerjaan saat ini banyak sekali aturan – aturan baru yang membuat kita harus banyak mempersiapkan banyak hal. Kalau dulu jaman – jaman, melamar pekerjaan ga pake TOEFL, sekarang semua perusahaan multinasional udah mewajibkan melampirkan sertifikat ini dan itu. Wajar sih syarat itu, alasannya karena kita sudah masuk MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Belum lagi ada sertifikasi ini dan itu, gelar baru untuk keprofesian. Ketika lulus sarjana mengambil gelar profesi, bukan hanya didominasi tenaga kesehatan tapi juga beberapa ranah lain, seperti guru, jurnalis dan lainnya saya belum banyak dapat gambaran. Bahkan mungkin jurusan saya akan ada dikemudian hari, walau untuk uji kompetensi sudah ada walau belum merata. Mau ga mau menuntut kita para generasi muda angkatan 90an yang dikatakan sudah masuk dalam ledakan bonus demografi harus kudu persiapan ekstra. 

Kalau dihitung – hitung Indonesia lebih kurang memiliki jumlah penduduk 250 juta jiwa, termasuk yang terbesar nomor 4 di dunia, dengan penyebaran 49,7 % di kota, dan 50,2% di desa. Artinya lebih banyak warga di desa. Belum lagi, yang hanya melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah hanya sekitar 1% saja dari jumlah penduduk Indonesia. Saya selalu bilang ini ke teman – teman dekat untuk semangat berkuliah, karena kita tergolong “orang – orang yang beruntung”. Karena masih ada teman – teman muda lain yang masih belum bisa menikmati bangku perkuliahan, apalagi saya menyaksikan sendiri di kampung saya, masih banyak yang putus sekolah. Sedangkan populasi muda mudinya 66,5% itu artinya, persaingan pekerjaan cukup sulit bila tidak diiringi dengan keterampilan dan pengalaman yang mumpuni untuk berada posisi tertentu yang kita inginkan.

Hikmahnya, jangan dibully teman yang belum dapat kerjaan apabila dia udah sekeras tenaga mencari pekerjaan apalagi sampai bertahun – tahun, tapi di nasehati agar semakin meningkatkan kualitasnya dan juga dibantuin cari kerjaan. Emang gelar pengangguran enak apa ? -_- kasian kan. Tapi memang begitu kondisi kita. So, dengan kehadiran teknologi sebenarnya banyak lapangan kerja baru yang bisa kita kembangkan bahkan menjadi self-employed menjadi pekerjaan cukup menjanjikan sekarang. Untuk standar gaji bisa sampe UMR tapi kerjaannya di rumah dan suka – suka. Siapa yang gak mau ? Btw di jaman ini kita disini dituntut untuk bersinar “ menonjolkan diri” dalam arti menunjukkan secara penuh potensi kita yang unggul, ga bisa setengah – setengah. Kalau setengah, bisa kelindes sama yang lain udah 100% + keahlian – keahlian lain. Di jaman ini, kita dituntut jadi orang multi skill. Dalam pengertiannya, punya kedalaman passion yang baik secara menonjol, tapi juga ada nilai tambah lain yang membuat kita tampak jadi kombinasi unik dan istimewa. 

Ini baru intro loh. Lalu apa hubungannya dengan sekolah dan bekerja. Ini jadi makanan pikiran dilemma buat teman – teman yang baru lulus atau akan lulus. Selalu begitu, ketika share link – link beasiswa memenuhi beranda – beranda sosial media, belum lagi ngeliat teman udah check in mentereng di perusahaan gede, sama pamer gaji atau mungkin bagiin thr dan terakhir bukber kemarin haha. Benar gak ? 

Gimana tidak membuat kita bertanya dalam hati, kemana sih arah tujuan saya ? 
Kita asik mendengar banyak petuah, dari dosen, guru, orangtua, calon mertua (#bisajadi) atau mungkin paling sering obrolan teman – teman. Kalau saya sendiri kalau udah ke kampus ngurus bimbingan ini itu, liat teman – teman yang udah kelar tingkat dikit lagi revisi semua pada nanya, 

“abis ini elu kemana ?”

Ada yang jawab kerja dulu, meditasi dulu, pengen lanjut sekolah, bahkan bilang nyiapin lamaran atau akad nikah. Hahaha. Beragam jawaban yang hadir di sesi pengambilan keputusan paling rawan ditengah usia menuju dewasa. Saya pernah menulis sebuah artikel renungan di tumblr, melatioctavia.tumblr.com. , bahwa nilai keputusan kita setiap tahun itu berbeda beratnya setiap jenjang usia. Seperti layaknya teman – teman yang memiliki keinginan dan bahkan sudah menjalani S2 S3 atau bekerja, keputusan – keputusan yang hadir kala itu adalah keputusan berat dan tidak bisa kita bandingkan. Setiap kita punya jalan masing – masing dengan kesulitannya sesuai apa yang kita pilih.

Nah, timbul seringkali perbandingan atau debat yang sering terjadi di ranah ini. Teman – teman yang bekerja atau berpenghasilan (wirausaha) sering judging teman – teman yang mengambil kuliah lagi bahkan tinggi – tinggi bahwa ia tak memiliki skill lapangan layaknya yang bekerja, begitu pula yang bekerja yang berkutat pada jam dan waktu yang padat tak bisa menikmati hidup dibanding study hunter yang mendapatkan beasiswa + dapat jalan gratis ke luar negeri atau kota – kota lain. Banyak yang bilang keputusan sekolah lagi itu merupakan pelarian sulitnya mencari kerja, atau juga ada kesempatan emas dapat beasiswa, atau juga memang pada kenyataannya memang merupakan bagian dari planning cita – citanya harus melewati jenjang master.

Apapun pilihannya, baik itu sekolah ataupun bekerja sama – sama pilihan yang baik. Tak perlu kita saling banding membanding, karena apply-ingnya sama –sama susah. Ini kutipan inspiratif yang saya dapat dari kak Faldo Maldini, orang inspiratif dari kampung sebelah (Sumatera Barat), Founder PulangKampung.com, waktu hadir mengisi acara seminar ke Pekanbaru. Orang yang apply S2 harus melewati serangkaian tes yang tentunya beda dengan tes jaman kuliah strata satu, apalagi applying beasiswa berbagai tahap demi tahap, baik adminsitratif, kemampuan bahasa dan lain – lain. Sama halnya bekerja, sekolah lagi juga ada interview kemana arah riset yang akan dituju, kontribusi apa yang diberikan untuk ilmu pengetahuan.

Nah syukur – syukur kalau dapat beasiswa diluar negeri, kita juga bisa nabung dikit juga buat emak abah di Indonesia dari hasil penghematan atau kerja kecil – kecilan, (P.S Walau beberapa beasiswa tidak membolehkan bekerja part time). Dan kita tentu tahu kurs nya berbeda jauh dengan Indonesia, kalau mungkin kita bisa ngemat beberapa dollar yang kalau di tempat kita sekolah hanya bisa beli buku dan makanan dalam sebulan, tapi kalau kita kirim ke Indonesia bisa bisa setara gaji UMR penduduk Indonesia. *pembaca langsung ngitung pake kalkulator*

By the way, sebelumnya saya pernah tulis mengenai ini. Tentang keputusan mengambil sekolah ke luarnegeri dan juga memilih untuk menjadi pengusaha. Semoga bisa membuka pikiran kita untuk pertimbangan – pertimbangan sulit di Quarter Life Crisis ini.

Baca : Pengusaha VS Executive Muda
Baca : Haruskah Kuliah ke Luar Negeri ?

Nah yang bekerja, terus asah potensi diri. Di ranah karier pekerjaan godaan yang paling sering hadir adalah “zona nyaman”. Di zona di mana bekerja sudah menjadi kebiasaan, gaji semakin bertambah, seringkali membuat kita jadi stay di lingkaran itu saja. Sehingga sulit keluar untuk hal – hal baru, apalagi kalau udah ada tawaran untuk menambah ilmu lagi alias sekolah, sulit sekali.

Pesannya adalah jadikan kehidupan kita penuh warna dengan hal – hal baik, menabung kebaikan dengan warna yang beragam. Jangan biarkan dataar dan ga ada sensasi alias just flat. Bukankah kita bekerja untuk bermanfaat bagi orang lain  ? Bukankah kita juga berilmu untuk memberikan kontribusi untuk kebaikan kita bersama agar umat tidak tersesat pada kebodohan dan mendapatkan cahaya pengetahuan. Gimana dong kalau ga ada penelitian ? Kita ga akan mungkin menikmati internet, kecanggihan yang saat ini kita dapatkan, berbagai kemudahan – kemudahan yang hadir saat ini tanpa ilmu pengetahuan.

Yang sekolah tinggi bukan mendapatkan gelar menjadi tujuan, melainkan jadi apa gelar tadi untuk kemaslahatan umat. Begitu juga yang bekerja, baik itu cucuran keringat dan pikiran apakah itu baik ? apakah itu bermanfaat bagi orang banyak ?

Saya ingat pesan guru terdekat saya, seseorang yang pertama kali membawa saya dalam keadaan hijrah saat ini. “Biarkan mencari pengetahuan dan ilmu karena Allah menjadi tujuanmu, InsyaAllah urusan duniawi (harta, kemudahan dan lain - lain) Allah sendiri nanti yang urus, mereka akan datang bukan kamu yang mencari anakku,”

Intinya apapun yang pilih jangan biarkan ada yang terluka, jangan biarkan hatimu terzalimi  karena tidak setuju dengan barangkali pilihan atau restu orang – orang terdekat, tapi jangan pula egomu membuat oranglain jadi yang terluka. Sebaik – baiknya pilihan adalah pilihan karenaNya bukan mengatasnamakanNya dalam “ego” kita atau ego orang lain.

Apapun pekerjaanmu sekalipun itu hanya sekedar berjualan bakso, guru kecil, dan ya mungkin secara nilai mata uang yang diperoleh tidak sebanding dengan pekerjaan lainnya niatkan saja karena Allah. insyaAllah keikhlasan tersebut akan tercatat surga. Kemudahan dan ketenangan hidup di dunia itu lebih utama ketimbang banyak harta tapi resah karena banyak musuh. Selalulah berbenah diri, bahwa kita di dunia ini sudah memiliki perannya masing – masing tergantung peran mana yang ingin kita mainkan.
Lalu saya kutip dengan ending-nya lagu mas Bruno,

Cause you’re amazing, just the way you are :D

Baik para ciwi atau cowo

*** 
Yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Semoga Menginspirasi!

Referensi Data :

Badan Pusat Stasistik
Indonesia Investements.com
Kompasiana



Artikel ini hadir ketika direcoki oleh beberapa rekan yang terkaget - kaget ketika membahas salah satu persoalan masa depan yaitu menikah. Saya selalu tertawa mendengar orang - orang parno ketika menyebut kata “sakral” itu. Seolah - olah orang yang mengucapkan kata itu, keesokan harinya harus sudah nyebar undangan, atau sudah membangun tenda didepan rumahnya, tidak lupa janur kuningnya.

Awalnya saya demikian juga, ketika ada rekan sudah menyerempet membahas hal itu. Saya tidak tahan untuk ‘ngebecandain’ seolah - olah si pembawa topik itu, lagi menyiapkan intro pernyataan untuk menikah esok kelak. *tepokjidat*

Saya bersyukur bergabung dalam sebuah grup parenting online dan juga sesekali membawakan program acara parenting membahas keluarga dibeberapa sela kesibukan perkuliahan dan aktivitas lainnya membuat hal demikian sudah terbiasa dan tidak tabu lagi dibahas. Bahkan saya menyatakan diri bahwa itu memang harus dibahas bukan dihindari untuk membahasnya.

Tahu tidak ? Keluarga yang ada pada saat ini sebagian besar menikah bukan karena kesiapan, tapi karena harus siap. Sudah waktunya dan juga mungkin sudah menemukan jodohnya langsung menikah. Beranggapan belajar tentang perkara pernikahan itu ketika sudah dalam masa tersebut. Salahkah ? Tapi sebagian besar, dari kita belum siap untuk menikah walau sudah waktunya. Sedari lama lupa mempersiapkan diri, sibuk mengejar karier, sibuk dengan aktivitas lajangnya, atau hal lainnya. Bahwa ada ilmu yang seharusnya dipelajari yakni membangun rumah tangga. Seolah - olah membangun rumahtangga itu perkara belajar on the way. Padahal konflik yang terjadi, perceraian meningkat karena masing-masing dari pasangan tidak mengerti bagaimana menjalankan perannya, salah memutuskan, salah bersikap, salah mengerti. Bayangkan saja dua orang yang berbeda disatukan dalam satu kehidupan seumur hidup. Sebelumnya memiliki kehidupan yang berbeda, keinginan berbeda, gaya hidup berbeda, berbahayanya lagi visi yang berbeda.

Menikah itu perlu persiapan, perlu kematangan berpikir bukan hanya fisik saja yang sudah dewasa melainkan juga mental dan psikis. Bagaimana menghargai, memahami. Mengetahui kodrat peran sebagai seorang ayah dan ibu, suami dan istri. Keluarga adalah sebuah organisasi kecil yang sangat mempengaruhi sebuah peradaban. Mengapa begitu ? Peradaban yang hancur dikarenakan banyaknya keluarga yang tak mampu mengendalikan isi rumahnya. Egoisme, individualistik, dan masih banyak problema lain yang muncul apabila membangun keluarga tidak mengunakan ilmu. Hanya tahu bagaimana melangsungkan pernikahan dan bagaimana ijab kabul. Padahal kehidupan setelahnya adalah hal yang paling penting

Dan hal yang menyedihkan, jika kata itu begitu tabu ketika dibahas didepan kaum adam. Nah loh? Jika ada kaum adam yang usianya sudah baligh tapi ketika hal demikian dibahas sudah hindar menghindar. Itu pertanda .......... Isi sendiri.
 
Calon ayah atau suami itu tugasnya sangat berat untuk menjadi leader dari keluarga. Ia yang mendidik istri dan anaknya untuk menjaga keimanan, nahkota yang menentukan kemana arah dari sebuah keluarga itu akan dibangun. Berhasilkah ? Atau buruk ? Seperti berita yang belakangan kita dengar, penelantaran anak oleh sepasang suami istri yang notabene berpendidikan tinggi. Innalillahi, mendidik anak oranglain bisa dilakukan, tapi nasib anak sendiri ditelantarkan. Nauzubillah.
Menjadi seorang ibu juga tidak kalah beratnya. Ia harus menjadi istri yang baik dan ibu yang mendidik anaknya. Madrasah al Ula. Banyak skill dan ilmu yang harus dipelajari, mungkin teman-teman bisa baca artikel saya mengenai : Catatan Hati Sang Calon Istri

Masalah tabu tidaknya, saya berharap. Kita bukanlah kaum apatis, karena gengsi karena ke-dilemaan kita pada masa depan di masa Quarter Life Crisis. Hal yang ditakutkan adalah membuat kita dijauhkan oleh Allah sebuah hikmah dan ilmu yang baik di masa yang akan datang. Bukan berarti yang menulis artikel ini akan menikah esok kan ? Atau para penulis baik novel ataupun artikel pernikahan harus sudah menikah atau segera menikah.

Satu lagi, apakah yang mempelajari perkara demikian adalah orang - orang yang sudah menemukan calon jodohnya? Gimana yang masih sibuk memantaskan diri dan memperbaiki diri ?
“Ahh saya kan masih sendiri, itu nanti deh di cari tahu..”

Hmm, hal itu pemikiran yang salah. Walaupun masih sibuk dalam memantaskan diri dan memperbaiki diri, justru itu masanya kita mempelajarinya. Bagaimana menjemput jodoh dengan cara yang benar dan menjalaninya nanti sesuai tuntunan yang benar pula.

Hal yang perlu diingat, jangan sampai pada masanya memasuki masa dimana ‘harus  menikah’ tanpa kesiapan, karena sudah waktunya. Tapi menikahlah ketika anda sudah siap *kesiapan itu defenisinya sangat panjang*. Bukan hanya kata ‘siap’ tapi ada sebuah nilai tanggung jawab didalamnya.


------------------------------
Yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

Keep Inspiring!
Kali ini saya ingin sedikit sharing tentang tulisan. Banyak yang bilang saya produktif sekali menulis. Padahal menurut saya, saya malah masih dalam kategori ‘malas’ dibandingkan orang-orang lain yang sudah menghasilkan banyak buku dirak-rak toko. Di usia saya yang sekarang menginjak 20 tahun saya masih menghasilkan satu buku dan itu self publish. Teman - teman bahkan adik - adik saya, memiliki banyak buku antologi, dan karya yang ia hasilkan. Jujur saja, saya merasa malu. Padahal saya memiliki visi menghasilkan karya lebih dari 100 buku ketika saya menginjak usia 50 tahun. Sebuah target luarbiasa yang saya tekankan pada diri saya sendiri. Mudah-mudahan tercapai .. Aminn

So, sejak mengenal baca dan menulis saya memang menyukai kegiatan ini. Orangtua saya memiliki kebiasaan demikian yang membuat saya juga ikut-ikutan. Mereka rajin sekali mendukung kebiasaan saya dengan berlangganan majalah anak-anak hingga saya menginjak sekolah menengah atas. Membelikan permainan motorik merangsang perkembangan otak, itu juga barangkali yang menyebabkan saya sangat ketagihan belajar, ketimbang teman-teman saya pada umumnya. Istilah kutu buku sudah dinisbatkan kepada saya sejak kecil. Nah bagaimana dengan teman-teman yang belum memiliki kebiasaan membaca dan menulis ? Masih ada waktu teman - teman untuk berubah. Yakinkan bahwa kegiatan membaca dan menulis sebuah tradisi yang harus dilestarikan agar kita naik kelas. Itu juga perintah Tuhan untuk menuntut ilmu dengan kegiatan demikian.

Saya lanjutkan dengan cerita seputar keajaiban tulisan. Saya sudah rajin menulis dibuku diary sejak kelas dua sekolah dasar. Kemudian berani mempublikasikan tulisan saya ketika duduk di sekolah menengah atas, karena ada wadah komunitas yang membantu saya untuk mengikuti berbagai event kepenulisan. Semakin lama, keajaiban karena saya merutinkan menulis hadir perlahan. Dimulainya saya bergabung di rubrik lingkungan sebuah koran yang cukup dikenal di kota saya selama kurang lebih dua tahun. Mengikuti ajang kepenulisan tingkat regional hingga nasional. Tapi saya sendiri merasa itu semua keberuntungan. 

Saya masih merasa sangat kurang sekali dalam menulis. Sering salah ejaan, salah maksud, terlalu kaku bahasa dan masih banyak hal lainnya. Tapi semua saya abaikan, karena niat saya menulis adalah ingin berbagi dan menyampaikan. Saya berharap memiliki pembaca yang baik budiman untuk mengingatkan saya ketika banyak kesalahan - kesalahan yang saya lakukan. Dan saya sampaikan bahwa menulis itu bukan bakat, melainkan pembiasaan dan keberaniaan. Tidak ada yang lahir langsung bisa menulis, semua butuh proses yang cukup panjang untuk menjadi mahir.
Di tulisan keajaiban tulisan ini, saya menyampaikan rasa syukur mendalam. Bahwa karena saya sedikit demi sedikit dan berlahan belajar untuk menulis. Tuhan memberikan saya hal yang ajaib di fragmen kehidupan saya. Saya dipertemankan kepada sosok luarbiasa yang mungkin hanya saya baca tulisannya dan kagumi. Atau berdiskusi dengan orang-orang yang sependapat dan memiliki visi yang sama dengan saya.
Dan barangkali, keajaiban lainnya ketika saya senantiasa menulis. Saya akan dipertemukan dengan jodoh saya hahaha *Maaf OOT*
Pesan inspirasi saya, teruslah menulis. Bayangkan pahala yang mengalir padamu dari sebuah tulisan dan nasehat kebaikan yang engkau sampaikan pada oranglain melalui tulisanmu dan karena tulisanmu ia merubah hidupnya

------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca :)

Keep Inspiring!


Percakapan saya dengan beberapa teman belakangan hari ini membahas mengenai mimpi. Impian-impian, pencapaian-pencapaian. Itulah yang menjadi kesukaan saya ketika duduk hadir bersama teman-teman, setidaknya dalam bercengkrama. Saya sering kali tidak sadar tiba-tiba bertanya, cita-cita kamu apa sih kedepan ? Rencana kamu lulus gimana ? Atau apa yang kamu lakukan besok ? Simpel. tapi satu dua orang yang bisa menjawab pertanyaan demikian. Terkadang jawaban yang sering kali saya dengar adalah sebuah realitas yang menyakitkan. Diselipkan oleh kata-kata keluhan. Jarang sekali yang optimis dengan mimpi-mimpinya. Barangkali mungkin karakter orang indonesia tipikal yang segan sangat nunduk, takut dikira sombong ketika menyampaikan mimpi-mimpinya. Atau takut diremehkan atau dicela. Padahal kita dipertemukan teman-teman itu selalu ada maksud dan tujuan. Bukan hanya haha hihi *dalam istilahnya. Itu yang sering saya camkan dalam kehidupan saya. Kamu diiciptakan dan dipertemukan sama saya ada maksudnya oleh Tuhan *merah-merah pipi deh*

CATATAN 1 : PERCAYA SAMA MIMPI KAMU, BAGAIMANA ORANG PERCAYA .KALAU DIRI SENDIRI GA PERCAYA

Padahal semua keinginan-keinginan kita itu ada ditangan kita jalannya. Bagaimana cara menggapainya. Tetiba saya pernah mendapat kiriman postingan, don’t just dreaming but plan to doing. Tapi mewujudkannya perlu proses dan jarang sekali dari kita mau melewati proses yang panjang itu. Mau mewujudkan mimpi itu perlu berlelah-lelah, perlu perjuangan.

CATATAN 2 : RANCANG MIMPI SENYATA MUNGKIN

Dan hal yang sering kita lupakan adalah merancang mimpi itu senyata mungkin. Dalam kehidupan pribadi saya, saya seringkali tak sengaja merancang mimpi saya sedemikian mungkin. Terkadang tergambar jelas dipikiran saya lalu saya tuangkan dalam sebuah rencana-rencana, kemungkinan-kemungkinan yang bisa kita lakukan, apa saja yang harus saya ketahui untuk mencapainya. Hal yang paling ajaib yang pernah saya sadari adalah saat ini. Saya sampai sekarang terkadang tak percaya dengan pencapaian-pencapaian yang saya raih.
Jika berkeinginan ingin umroh, rancanglah waktu, tanggal, dan bagaimana cara menujunya. Semuanya ada pada diri sendiri.

CATATAN 3 : PERCAYALAH DIWUJUDKAN ALLAH LEBIH INDAH

Ketika SMA saya selalu menginginkan memenangkan kompetisi nasional ketika saya pertama kali duduk sebagai seorang siswa. Tanpa disangka, di tahun akhir sekolah saya menjadi delegasi dari sekolah untuk berkompetisi nasional jauh dari pikiran saya awalnya. Dan mendapatkan posisi cukup memuaskan walau tidak sampai ke final. Karena sekolah saya waktu itu termasuk dua sekolah yang mewakili sumatera. Sekolah lainnya tidak mendapatkan posisi itu. Lalu, diusia yang cukup belia berkesempatan tulisan saya rutin mejeng di koran, selama lebih kurang dua tahun padahal sebelumnya saya hanya berkeinginan semu bahwa orang-orang yang tulisannya hadir dimedia adalah orang yang luarbiasa, lagi-lagi Allah yang menggerakkan lebih indah, kemudian saya bertemu orang-orang luarbiasa dan banyak pencapaian-pencapaian yang diluar dugaan. Saya hanya menjalani sesuai dengan peta konsep yang saya lakukan. Dan godaan yang benar-benar menakutkan bagi saya adalah takut akan menjadi manusia yang kufur nikmat :( doakan saya untuk selalu rendah hati dan selalu dengan niat yang lurus.


CATATAN PENTING : LURUSKAN NIAT KARENA-NYA

Dan satu kutipan yang benar-benar membuat saya tergugah beberapa hari yang lalu ketika saya dihadapkan oleh banyak kegagalan mencapai sebuah mimpi dalam waktu bersamaan. Kembalilah introspeksi diri. Mungkin ada yang salah pada diri kita sehingga kita digagalkan oleh Tuhan.

“Jika kamu melihat seseorang yang luarbiasa pencapaiannya padahal dia adalah orang yang sederhana, coba cari tahu amalannya. Karena itu bukan dirinya sendiri yang mengusahakannya ia digerakkan oleh kekuatan Tuhan,” Martga Bella Rahimi (Penulis Buku Mahasiswa 1/2 Dewa)


Teruslah bersemangat mencapai impian :)

Karena Tuhan memeluk mimpi kita ~ Andrea Hirata

--------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

Keep Inspiring !


  “Hidup itu adalah bertumbuh, hidup adalah untuk naik kelas berakselerasi”

  Istilah akselerasi barangkali teman-teman sering mendengar ketika bersekolah dahulunya. Kita mengenal dengan kelas akselerasi, kelas anak-anak pintar yang memiliki kemampuan bersekolah lebih singkat dan lebih cepat. Akselerasi adalah pertumbuhan. Belakangan ini, kata-kata ini yang terngiang-ngiang sehingga saya mendapatkan berbagai kesimpulan. Akselerasi dalam kamus bahasa indonesia adalah sebuah proses percepatan atau peningkatan kecepatan. Menurut saya, kita sebagai manusia yang ingin maju harus memegang prinsip akselerasi.

  Seperti biasa, blog ini berisi hal-hal yang barangkali bisa menginspirasi atau bikin galau hehe. Akselerasi itu menentukan kita bertemu dengan siapa dan hidup dengan siapa. Sejauh itukah ? Saya sering mengamati dan juga menghubungkan berbagai ayat quran serta prinsip-prinsip islam dalam kehidupan kita. Barangkali teman-teman tahu hadits mengenai pertemanan, bahwa kita diinginkan untuk berteman dengan orang-orang baik, alias penjual parfum bukan penjual ikan. Karena aroma ikan atau parfum akan terkena dengan kita yang menemaninya. Sama halnya ketika kita berteman, bila kita berteman kita akan berkarakter tak lebih jauh dan kurang sama dengan teman kita. Ketika kita berteman ada proses belajar yang sadar atau tidak sadar itu berkaitan dengan budaya, kebiasaan dan juga hal-hal seringkali berpengaruh pada diri kita. Simpel kedengarannya, karena dalam kajian psikologi sering juga dibahas, bahwa kepribadian manusia itu terbentuk sebagian besar karena lingkungannya. But, seharusnya dengan prinsip ini bisa kita jabarkan lebih luas lagi. Bahwa Islam dan Quran menjelaskan lebih dari itu, sebuah ikatan silaturrahim itu lebih dari hanya sekedar mempengaruhi karakter, tetapi juga rejeki, jalan hidup, pandangan hidup, prinsip dan nilai nilai dan hal lainnya. Maka dari itu jangan pernah kita sepelekan nilai sebuah pertemanan.
  Hal ini berkaitan dengan akselerasi untuk kali ini, saya pernah memposting sebuah status di facebook yang isinya seperti ini

  “Pencapaian itu menular, bertemanlah dengan orang-orang yang memiliki akselerasi yang tinggi dalam kehidupannya tanpa sadar kita akan berusaha mengikutinya dan akan sama-sama berhasil dengan pencapaian yang sama. Dengan satu syarat, yakni keinginan kita untuk maju dan berubah menjadi lebih baik”

  Dalam forum motivasi mario teguh pernah mengatakan hal demikian mengenai akselerasi, walaupun ada yang mungkin kesulitan untuk mencernanya. Karena tidak semua orang yang mau untuk melakukan akselerasi yang tinggi. Karena untuk mencapai sebuah kecepatan dan akselerasi itu membutuhkan pengorbanan dan perjuangan. Kita harus merasakan lelah dan juga tentunya kesabaran yang tinggi.
  Bagaimana orang yang hidupnya tidak mau berakselerasi, hidup orang-orang yang tidak mau berakselerasi adalah hidup orang-orang yang kehidupannya mati. Tidak ada kehidupan, kehidupan yang hanya melakukan tindakan-tindakan bodoh bukan untuk membuat dirinya maju melainkan untuk merendahkan dirinya dihadapan Tuhan dengan melanggar perintahNya. Orang yang senantiasa berakselerasi akan senantiasa berusaha untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik, ada sebuah pencapaian pencapaian yang akan ia targetkan dan peroleh.

  Akselerasi jugalah yang membuat kita bertemu dengan orang-orang baru. Bertemu dengan wawasan baru. Dan .. Tentunya bertemu jodoh hehehe. Saya tergabung di grup parenting di sebuah club yang sering berdiskusi perkara persiapan untuk menuju kedewasaan. *Aduh bahasanya*

  Perbincangan grup parenting subuh kali itu, membuka wacana sih kira - kira siapa jodoh kita. Kita akan menemukan jodoh kita itu dalam lingkaran kita sehari-hari. Jodoh kita tidak jauh kok dari kita. Bahkan penelitian pernah mengatakan bahwa sebagian pasangan itu menemukan jodohnya di 50 orang lingkaran pertemanan terdekatnya. Saya lupa ada orang yang menyampaikannya pada saya. Namun, perlu kita garis bawahi bahwa hidup kita bertumbuh berakselerasi, kapasitas jodoh kita tentu akan sama dengan diri kita. Ketika kita mampu untuk melangkah lebih besar dengan berteman dan juga melakukan percepatan dalam kehidupan kita akan menemukan orang-orang yang memiliki karakter, visi, kesamaan dan hal hal yang beriringan. Kita yang hadir di muka bumi ini adalah sama-sama bertumbuh. Bukan menyalahi dengan konsep bahwa jodoh itu penentu dari lingkaran kita, seolah-olah kita yang mengatur. Bukan begitu, melainkan kita akan menemukan orang orang yang barangkali diantaranya adalah jodoh kita yang sama-sama memiliki langkah kaki yang sama untuk maju kedepan bareng bersama untuk bertumbuh. Namun, lagi - lagi kita kembali kepada Allah SWT. Karena apapun itu, keputusan final siapa orang yang tertakdirkan untuk menjadi partner kehidupan dunia dan akhirat adalah Allah, Sang Pencipta kita.

  Dan, pesan selain itu. Selalu lah berakselerasi. :D

*Yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca*

 Akhir-akhir ini aktivitas update blog adalah hal yang paling menyenangkan bagi saya. Selain mengasah disiplin dan juga daya ingat saya. Saya menemukan berbagai pembaca setia yang senang sekali mengajak saya berdiskusi di sosial media. Saya menemukan ilmu baru setiap menulis. 

Belakangan lumayan banyak project yang membutuhkan kemampuan menulis lebih sering dan banyak. Padahal kemampuan menulis saya jauh dari kata sesuai dengan EYD. Lebih banyak curhat tidak jelas ketimbang sesuai dengan ejaan yang benar.

Inspirasi kali ini mengenai esensi sebuah karya. Masih berkaitan dengan artikel sederhana yang pernah saya posting tentang Contribution Unlimited. Seberapa jauh kapasitas kita hidup di dunia ini. Seperti apa alat ukurnya ? Banyak dari kita yang senantiasa membanding-bandingkan diri sendiri dengan oranglain dengan bagaimana ia menghasilkan perkara duniawinya. Hartanya, kedudukannya, gelarnya, dan apa embel duniawi yang dimiliki.

Beberapa hari yang lalu saya diberi kesempatan membaca semua tulisan-tulisan sahabat saya di forum indonesia muda dalam ajang wrising project. Ada ilmu baru dan kutipan baru yang membuat saya tertegun, perkara idealisme. Idealisme yang seringkali menghilang ketika kita mendapatkan sebuah posisi nyaman, idealisme yang sirna menjadi bayang-bayang semu ketika hal duniawi ia dapatkan. Balik lagi kemana kita melangkah di muka bumi ini. Tidak semua orang menginginkan sebuah prestise embel-embel duniawi yang melengkapi, melainkan kepuasan yang lahir dari hatinya terhadap dirinya sendiri, prinsip hidupnya, ketenangan jiwanya.

Kita seringkali salah langkah, salah merenung. Bahwa kehidupan hedonisme dan kapitalis membuat kita seringkali terbuai dengan angan-angan semu. Banyak lagi yang saya pelajari dari teman-teman.
Kali ini, saya hanya bercerita bahwa kehidupan itu memiliki sebuah sandi yang perlu kita pelajari dan ambil hikmahnya. Baik itu melalui orang terdekat kita, hal-hal sepele, dan juga pertemanan. Saya senang berteman, bagi saya berteman itu menambah semua keberuntungan yang Allah berikan pada kita melalui mereka. Seringkali kita lupa bahwa sebuah hubungan silaturrahim yang terbina baik itu sangatlah penting. Jangan sekali-kali menyakiti hati orang lain dengan tindakan kita, memang kita tidak sempurna. Tapi jangan biarkan diri kita bisa melukai mereka. Selalu lah berusaha menjadi orang baik. Bukankah kita hidup di dunia mencari saudara ? Bukan mencari musuh. Karena masih ada saya lihat orang yang punya kebiasaan unik dengan mengusik kehidupan oranglain dengan hal yang menyakitkan, walaupun dengan niat yang baik untuk mengingatkan. 

Semua tergantung diri kita, bisakah kita menjaga ego kita apa tidak. Seperti kutipan ini, salah mencintai itu ada dua : apakah salah orang, artinya orang tersebut tidak menyambut baik perlakuan kita karena karakter mereka kurang cocok, atau kita yang salah menyampaikan perasaaan yang baik tersebut dengan cara yang salah. Kutipan dari Mario Teguh bisa kita aplikasikan dalam kehidupan pertemanan.
Yuk kita berniat untuk selalu jadi gelas kosong yang berusaha senantiasa belajar, belajar dari mereka. Jangan sepelekah orang walau dia hanya anak kecil, atau orangtua renta yang barangkali sering kita anggap sebelah mata perkataannya. Lihatlah apa yang disampaikan bukan siapa orangnya :D

yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca :)

semoga menginspirasi !
Older Posts

HELLO, THERE!


Hello, There!


Hello, There!

Let's read my story and experience


Find More



LET’S BE FRIENDS

Sponsor

OUR CATEGORIES

Entrepreneurship Event Financial Talks Forest Talk Good For You Happiness Healthy Talks Ngobrolin Passion Parenting Pendidikan Review Self Improvement Self Reminder Tips Travel Wirausaha Young Mindset community development experience

OUR PAGEVIEW

recent posts

Blog Archive

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by beautytemplates