facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Shop

Melati Octavia Journal


Berasa serius banget membahas tema kali ini. Sudah lama rasanya ingin menuliskan keresahan mengenai hal ini. Makin gregetan ketika saya berdiskusi dengan salah satu tim sukses perpustakaan kota Pekanbaru, Pak Attaya yang jago nulis blog dan kekinian hihi. Kebetulan komunitas yang saya dirikan bersama teman – teman yang bernama Kongkow Nulis telah membangun kolaborasi dengan Badan Perpustakaan Kota untuk saling bersinergi dan membantu untuk mengkampanyekan minat baca dan juga kegiatan reading campaign khususnya di Pekanbaru.

Ketika pada saat diskusi tentang kegiatan besar kita yakni peringatan anniversary kita yang kedua. Kita masuk ke obrolan tentang program hibah buku yang rencananya kita laksanakan juga pada kegiatan itu. Di obrolan ini membuka banyak wawasan saya tentang ketidakbenaran yang terjadi di ranah perpustakaan dan perbukuan Indonesia. Ehem! 

Sudah tak asing rasanya masalah minat baca dan juga perbukuan Indonesia di bahas, entah itu di banyak seminar, buku – buku. Artikel. Tiga tahun saya mengeluti dengan intens komunitas membaca dan menulis membuat banyak hal yang terteguh menyadari kemirisan yang terjadi. Saya mungkin salah satu orang yang di beri keberuntungan menyukai kegiatan baca sedari kecil, tapi dulu saya menutup mata dan telinga kepada orang yang disekeliling saya sebelumnya untuk mengajak pada kebaikan ini. Di awali saya mengikuti gerakan Kelas Inspirasi yang menyaksikan langsung nasib perpustakaan di Sekolah yang menjadi tempat mengajar. Tak jauh – jauh perpustakaan saya saat sekolah dasar bahkan hingga SMA tidak begitu mengugah untuk dikunjungi, bahkan sering tutup dan tak berpenghuni. Saya merasakannya. 

Dari hasil obrolan, kami mendapati ketidaktahuan kami bahwa sebenarnya ada dana yang diberikan pemerintahan untuk setiap sekolah dalam membangun perpustakaan di Sekolah. Undang-Undang No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 23 ayat 6. Dalam pasal 23 ayat 6 disebutkan bahwa: “Sekolah / madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah / madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.

Lalu ada apa dengan perpustakaan kita ?

Taman Baca Masyarakat atau di kenal di TBM sepi pengunjung, bahkan saya sulit menemukannya di kota saya. Membaca masih menjadi hal “tabu” di kalangan masyarakat. Terutama anak – anak muda. Ini juga yang menjadi salah satu latar belakang Kongkow Nulis untuk mengajak anak – anak muda yang penuh gairah semangat dan juga aktif untuk cinta akan kegiatan ini dan kemudian mengubah citra sosok kutubuku yang cupu, kuno, dan gak gaul itu menjadi sosok berprestasi, gaul, aktif, supel dan kreatif.

Budaya kurang begitu baik sekarang menyerang bak virus, seperti wabah plagiarism, pendidikan yang bersifat hapalan, dan hal menyontek menjadi hal lumrah sepertinya menjadi hal yang mendarah daging di kalangan kita. Tentunya ini berkaitan dengan budaya membaca yang kurang sehingga timbul wabah tak baik ini menyebar.

Ada pula fakta yang menarik. Bila kita hitung penduduk Indonesia lebih kurang 220 juta orang, jika kita ambil minimal konsumen buku yakni 20 persen, maka ada 44 juta orang. Bila kita bandingkan jumlah buku yang dikatakan bestseller adalah sejumlah 10.000 ekslempar. 
Kemana raksasa pembaca lainnya ?

Selain itu, negeri kita juga tak terlepas dari tak semua masyarakat berpendidikan tinggi dan gemar membaca buku (sastra).  Ini dibuktikan dari penelitian Taufik Ismail pada tahun Juli – Oktober 1997 dengan mewawancarai tamatan SMA di 13 negara.

Pertanyaan tentang buku wajib yang dibaca selama 3 tahun sekolah ?
Jawabannya di Thailand Selatan, mereka membaca 5 judul buku sastra, Malaysia dan Singapura 6, Brunei 7, Rusia 12, Kanada 30, Amerika 32 buku, Hindia Belanda 25 buku dan sedangkan pelajar Indonesia tidak ada. Mereka tidak membaca sejak 1950 – 2011. Taufik membandingkan, kewajiban membaca buku tamatan AMS (SMA) jaman Hindia Belanda dulu sebanyak 25 buku dalam 3 tahun. Duh saya mendengar fakta ini jadi tepuk tangan riang. Bahwa sebelum merdeka, orang – orang Indonesia adalah para kutubuku yang melahirkan generasi hebat. Lalu juga pada jaman itu ada pula bimbingan mengarang seminggu sekali. Hingga artinya dalam 36 pertemuan dalam setahun kita dahulunya menghasilkan dalam setahun harus menulis 108 karangan selama tiga tahun sekolah.

Hasilnya yang seperti kita bayangkan, Generasi Bung Karno, Generasi Bung Hatta, Agus Sali,, Moh. Natsir, Syarifuddin Prawirwanegara. Inilah yang diceritakan Taufik Ismail dalam penelitiannya yang tertuang di buku Gempa Literasi. Selain itu di Indonesia, dari 10 ribu judul buku yang tersebar pertahun kalau sekarang mungkin dalam sebulan ya menurut  update Boy Candra yang mengisi event kita @kongkownulis hari ini. Hanya 10 persen saja yang terserap oleh penduduk Indonesia, yang kita tahu lebih kurang 200 juta lebih.

Salah satu contoh karya Laskar Pelangi Andrea Hirata dan Ayat – Ayat Cinta Habiburrahman El Shirazy yang dicetak di atas 1 juta eksemplar belum dapat menembus 1,5 juta. Bila kita bandingkan jumlah penduduk kita. Terbayang kaya rayanya penulis menurut Agus A Irkham. Setidaknya belum sampai 1% penduduk Indonesia yang membeli buku. Dan menurutnya, apabila 2000 eksemplar saja sudah terjual penerbit sudah bernafas lega.

Ini terasa banget ketika di Komunitas Membaca dan Menulis kita bertemu dengan orang – orang yang berkecimpung di dalam menjadi actor dalam dunia literasi, bercerita fakta – fakta yang memang terjadi.
Lagi – lagi kembali ke kita. Inginkah kita membuat perubahan itu ? Terutama teman – teman yang memang sudah diberi keistimewaan untuk suka dengan dunia literasi membaca, menulis. Maka dari itu tularkanlah! kepada teman yang belum atau yang masih berada di awan – awan haha antara suka dan tiad. Gak ada salahnya sih, kita menjadi kutubuku. Karena banyak alergi karena label demikian terutama anak – anak muda nih yang masih maluu menunjukkan diri.

Saya pribadi saya ingin jadi sosok seperti mereka, mereka yang ditulis di buku sejarah yang telah mencurahkan banyak pemikiran, kebaikan, dan perjuangan mereka untuk negeri kita sehingga kita seperti sekarang. Seperti Mohammad Natsir, Bung Hatta, pejuang wanita lain yang mencurahkan dan dedikasinya untuk keluarganya dan juga bangsanya. 

Finally, 
Tulisan ini saya kerjakan seminggu di sela – sela waktu kesibukan tugas akhir yang sebentar lagi final dan juga acara 2 tahun komunitas kongkownulis tempat saya meluapkan rasa cinta dan kebanggaan di dalamnya. 

Semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita :D

Jadilah pejuang literasi!

Dua hari saya mengikuti undangan Komunitas Sukses Mulia Pekanbaru untuk para leaders, Komunitas yang awalnya di gagas beberapa orang hebat salah satunya akang (biar keliatan muda) Jamil Azzaini seorang motivator, trainer, penulis yang luarbiasa. Saya pernah bertemu sekali ketika ia mengisi acara sebagai seorang mentor di Forum Indonesia Muda ke -17 ketika saya menjadi peserta.

Kegiatan dua hari yang bertajuk “Academy Community Leaders” mengundang banyak komunitas besar lain yang ada di Pekanbaru untuk membuat program JeniusLokal yang menjadi program andalan yang KSM usung agar nantinya di temukan sebuah program jenius lokal yang dapat membuat perubahan di daerahnya akan di mentoring, di coaching, dibina, dan diberikan kemudahaan untuk mendapatkan sumber daya membangunnya. Kita bisa kunjungi berbagai proyek yang sudah di terlaksana oleh jenius lokal. Kegiatan ACL kali ini diawali oleh pemantapan visi, mindset dan pola pikir untuk membangun sebuah komunitas.

Sebenarnya banyak pengetahuan yang saya dapatkan dari kegiatan ini. Apalagi dua pemateri yang dihadirkan adalah pemateri nasional, seorang CEO Multi Company, Trainer handal, dan cukup luarbiasa track recordnya. Hari pertama diisi oleh Bapak Syaiful Hamdi Naumin dulu merupakan Direktur Olympic Group, dan juga seorang mas-mas bernama Surya Kresnanda, ketua KSM Bandung dan juga seorang dosen, motivator yang senang sekali meledeki saya ketika acara itu (sudah saya maafkan kok mas -_-")

Kali ini saya ingin bersharing tentang sebuah komunitas yang berakselerasi. Walaupun tema kali ini tidak terdapat pada kegiatan tersebut. Saya mendapatkan sudut pandang baru mengenai komunitas. Jujur, saya sudah menyukai dunia organisasi sejak saya duduk di bangku sekolah dasar. Ada hal yang tidak kita sadari bahwa ketika kita masuk dalam sebuah lingkaran, kita dalam keadaan sedang belajar loh.

Menurut saya, "komunitas yang berakselerasi itu berbanding lurus dengan orang – orang yang di dalam yang berakselerasi".  Saya mendapatkan ide ini ketika salah satu peserta bertanya kepada saya tentang komunitas yang saya hadirkan, “kongkow nulis”. Walaupun sederhana ketika mempresentasikan semua ide dan tidak muluk – muluk. Ada yang berbeda dari kami, kami setidaknya telah memulai melakukannya dan mengusungnya berlahan – lahan.
Komunitas yang mandiri seharusnya menjadi konsep yang kita bangun sejak awal. Ketika komunitas itu bisa mandiri, mampu berdikari dalam tantangan dan hambatan apapun. Komunitas dapat mengatasi segala masalah. Segala pertanyaan “mengapa saya ada disini “ dan “hal ini yang saya lakukan” dapat terjawab.

Pola pikir inilah yang seharusnya di hadirkan di tiap – tiap anggota sebuah komunitas. Satu hal lagi, ada dua poin yang saya dapatkan dalam kegiatan ACL sebagai catatan penting seorang inisiator atau leader ketika membangun komunitas atau berada di organisasi.
Dua hal ini adalah :

Community Service dan Community Development.
 
Apa bedanya ?
Community service singkatnya adalah sesuatu yang diberikan kepada anggota, masyarakat, artinya sebagai seorang bagian dari komunitas kita melaksanakan fungsi kita sebagai seorang pelayan memberikan pelayanan, berpartisipasi
Sedangkan Community Development sebuah cara membangun komunitas dengan memberikan pengarahan, mentoring, memberikan kesempatan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan. Pra pembangun komunitas dalam hal ini berperan sebagai fasilitator untuk warganya menjalankan tujuannya.

Komunitas yang berakselerasi artinya yakni komunitas yang mampu melakukan berbagai percepatan dalam segala aspek untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Sama hal nya materi yang diberikan tentang be driver, not be a passenger. Kita harus menempatkan diri sebagai seorang driver yang dapat menghandle kemana arah dan tujuan. Kita membutuhkan orang – orang yang memiliki “pola pikir” demikian.

Saya jadi ingat juga ilmu yang sangat membekas dan berkesan ketika saya mengikuti Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) TDA Kampus se-Indonesia di Jogjakarta 2014 lalu. Kak Arry Rahmawan Founder Cerdas Mulia, Penulis Bestseller “Studentpreneur Guidebook”, dan juga,kala itu merupakan Presiden TDA Kampus mengatakan pada kami peserta rakernas,
“Pola pikir seorang pengurus dan anggota itu berbeda, (Volunteer / member dalam hal ini). Seorang pengurus organisasi berpikir, apa yang dapat ia lakukan untuk komunitas / gerakan/ organisasi yang kita jalankan. Sedangkan member / anggota berpikir ketika bergabung di komunitas, apa yang bisa saya dapatkan dalam komunitas tersebut,” 
Ini catatan penting bagi saya dan saya terapkan dalam kegiatan apapun. Pola pikir inilah yang mahal bagi sebuah komunitas yang membuat ia mampu melakukan percepatan lebih dari biasanya. Ketika seorang pengurus memiliki mindset, what I do for our community ? semuanya akan melakukan sesuatu demi komunitasnya, bukan tuding menuding ketika ada kesalahan, saling lempar tanggung jawab, atau bahkan cuek dan tidak peduli.

Hal ini juga mindset yang diubah dalam kegiatan ACL (Academy Community Leaders) oleh Komunitas Sukses Mulia agar kita menganti subjek dalam melakukan sesuatu,
 “Mari kita ganti kata “akuh / saya” menjadi kata “kita””
Bahwa apa yang kita lakukan bukan semata – mata karena keegoisan diri kita atau keinginan pribadi kita, melainkan keinginan kita semua bersama – sama.
Saya juga ingat kaitannya dengan sebuah ayat Quran yang berisi
 
(Hai orang-orang yang beriman! Jika kalian menolong Allah) yakni agama-Nya dan Rasul-Nya (niscaya Dia menolong kalian) atas musuh-musuh kalian” (QS Muhammad :7)

Saya percaya ketika kita mengurus oranglain dalam kebaikan, akan ada saja tangan – tangan Allah yang membantu urusan kita, apakah itu rejeki dimudahkan, ketenangan batin, silaturrahim yang erat, dan impian yang tak terduga hadir dan juga impian kita terwujudkan.

Seseorang yang berada dalam komunitas adalah resprentasi dari komunitas itu sendiri. Begitu pula, pekerjaan rumah dari komunitas adalah agar ia mampu membangun budaya improving / peningkatan kualitas yang ada di dalamnya. Komunitas yang mandiri, lahir dari pribadi pengurus yang mandiri juga, komunitas yang berakselerasi juga lahir dari pribadi yang tak pernah puas untuk memperbaiki dirinya dan melakukan peningkatan kualitas pribadinya.

-----------------

Let's make something for world ! make it happen!

Semoga menginspirasi :)



Saat Sosialisasi PHBS dan Cuci Tangan di SDN bersama Pihak Puskesmas 
 
Ini kali bulan kedua saya menyelami hal – hal medis secara intens yang dulu sempat teridamkan ketika saya duduk dibangku menengah atas. Walaupun background yang saya geluti hal berkaitan marketing dan komunikasi, saya banyak belajar beberapa bulan ini mengenai segala problema kesehatan di negara kita Indonesia. Secuil barangkali pengamatan dan penglihatan saya tentang hal ini, ketimbang teman – teman yang memang memiliki background keilmuan kesehatan yang lebih tahu apa yang terjadi.

Tahun lalu saya diberi kesempatan mengikuti pengabdian kukerta (kuliah kerja nyata) yang merupakan bagian dari kewajiban yang harus saya tempuh untuk menyelesaikan studi S1 dari kampus saya. Well, dalam draft kompetensi pengabdian ada salah satu poin pengabdian kami kepada masyarakat mengenai kesehatan. What!? Padahal tidak ada jurusan kesehatan dikampus setahu saya. Saya dan teman mengakali untuk berkunjung berbincang dengan kepala puskesmas setempat, dimana tempat kami melaksanakan KKN. Saya sangat respek dengan ibu tersebut yang sangat ramah, komunikatif dan juga memiliki wawasan yang luas. Terlihat dari bagaimana beliau respek dengan kami mahasiswa dan cara nya menjelaskan berbagai problema yang ia hadapi sebagai seorang kepala puskesmas disana.

Masih teringat di ingatan saya, ketika ia bercerita tentang pelatihan yang ia ikuti untuk bagaimana meng-edukasi masyarakat untuk berbudaya “BERSIH” alias membuang hajat pada tempatnya. Saya sempat terkaget ternyata masyarakat kita di Indonesia masih banyak yang tidak suka, tidak terbiasa membuang hajat di WC atau kloset. Mereka lebih suka ke sungai atau sembarangan membuang hajat ditempat yang mereka suka. Saya heran setengah mati mendengar fakta tersebut, ditengah tempat KKN saya sudah tergolong kota madya ternyata masih ada warganya yang belum sadar, di era millinieum ini yang ada televisi, internet, hape canggih, masih ada loh masyarakat kita yang masih melakukan hal yang bisa dikatakan “purba” itu.

Belum lagi, tempat saya melaksanakaan KKN sangat minim air bersih. Sudah tak terhitung kenangan saya yang numpang “mandi” karena rebutan air bersih dengan warga lain. Karena kami harus mengeluarkan uang ratusan ribu untuk bisa menggunakan air bersih hanya dalam waktu tiga hari. (true story)
 
Bahkan sampai warganya bilang, mereka tergolong orang banyak uang alias kaya karena untuk air saja mereka membelinya (sindiran banget). Nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan ? Inilah yang membuat saya rindu pulang ke rumah karena bisa mandi sepuasnya, bahkan satu bak penuh saking segarnya.
 
Balik lagi ke problema kesehatan yang terjadi di sudut pelosok negeri kita, saya melihat kurangnya negara kita respek terhadap tenaga kesehatan yang berada di puskesmas dan lain – lain. Saya mendengar sendiri keluhan mereka yang masih menggunakan uang pribadi untuk hal – hal yang berkaitan dengan masyarakat. Apakah itu pengabdian sosial, kegiatan – kegiatan sosialisasi hal kesehatan. Memang dibutuhkan orang – orang yang memiliki hati berlian untuk mengabdi setulus hati untuk negeri kita ini. Saya sangat salut dengan mereka yang terjun langsung mengabdi di masyarakat dengan keterbatasan yang mereka miliki.

Dua bulan ini saya melakukan internship (magang) di salah satu rumah sakit yang sederhananya berpikir karena jarak dekat dengan rumah saya, dan pertimbangan lain yang membuat saya lebih memilih yang dekat dari yang jauh (don’t baper yak bacanya hehe)
 
Ternyata jauh dari dugaan saya, saya menikmati dan mendapatkan banyak pengalaman yang luarbiasa melihat langsung bagaimana pengabdian itu. Ketika masyarakat mengeluh akan sakitnya, kekurangan yang ia miliki, kita berupaya keras untuk menjadi pendengar yang baik. Saya pun harus bisa multi skill dan sedikit banyak harus tahu hal berkaitan kesehatan, seperti pertolongan pertama, beberapa istilah medis, jenis penyakit, dan obat – obatan. Tak jarang masyarakat yang melihat saya menggunakan id card memberikan label bahwa kami adalah dokter atau tenaga medis, yang padahal jauh dari ekspetasi mereka kami bukanlah seperti yang mereka bayangkan (kru marketing)
 
Hal yang saya sukai ketika momen terjun bakti sosial, walaupun harus merelakan kelelahan super dan waktu libur yang berkurang karena tercatat lembur. Tapi ini momen luarbiasa melayani ratusan pasien untuk mendengar dan menyaksikan langsung apa yang terjadi di sebagian kecil masyarakat kita.

Dominasi penyakit apa yang sedang mewabah, tingkat fasilitas kesehatan yang disediakan petinggi desa / kota di daerahnya. Saya rasa memang pemerintah dan pejabat harus memiliki kualifikasi volunteerism untuk melihat langsung fakta lapangan apa yang terjadi. Hingga melihat sendiri apa yang negerinya rasakan. Baik itu di sektor pendidikan, kesehatan, lingkungan, yang merupakan hal vital dari kehidupan sebuah negeri.

Sebuah data menarik saya dapatkan dari Indonesia Institute mengenai problema kesehatan di negeri kita Yang pertama adalah masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Karena dari sekitar 9.599 puskesmas dan 2.184 rumah sakit yang ada di Indonesia, sebagian besarnya masih berpusat di kota-kota besar.
 
Persoalan kedua juga menyangkut masalah distribusi yang belum merata, khususnya tenaga kesehatan. Beberapa daerah masih banyak yang kekurangan tenaga kesehatan, terutama untuk dokter spesialis. 
Data terakhir Kementerian Kesehatan RI memang mencatat, sebanyak 52,8 persen dokter spesialis berada di Jakarta, sementara di NTT dan provinsi di bagian Timur Indonesia lainnya hanya sekitar 1-3 persen saja.
 
Ternyata masih banyak PR kita sebagai penerus negeri ini terutama teman – teman yang memang berkecimpung di bidang kesehatan untuk mengambil langkah dan kontribusinya untuk mengatasi problema bangsa kita.
Kalau bukan kita, siapa lagi ?

---------------------------------------

Kali ini saya ingin bercerita keluarga baru yang sudah lama diidamkan, Kongkow Nulis. Di mulai dari hal sederhana, ketika banyak anak muda lain melakukan banyak perubahan dan kemudian menginspirasi teman – teman lainnya. Saya begitu terkagum dan terkesima ingin berbuat sesuatu juga.

Kongkow Nulis adalah impian saya sejak kecil. Impian bertemu teman – teman yang saya harapkan hadir sejak dulu Sejak saya duduk di sekolah dasar. Saya pernah mendapatkan predikat siswa aneh, di ‘label’ makhluk aneh karena mengoleksi buku dan membaca buku yang tak seharusnya di baca anak sekolah dasar karena dua tingkat lebih tinggi. Hmm.. tapi bukan berarti karena saya suka dengan buku, saya tergolong siswa excellent, saya masih tergolong siswa lemot dengan prestasi akademik yang biasa, naik turun tergantung keberuntungan. Dibanding teman – teman yang lain, ibu saya sendiri mengatakan saya perlu effort lebih untuk menjadi mengerti, saya perlu belajar tengah malam untuk ujian sekolah. Itu rutinitas yang saya lakukan setiap ujian, Alhasil masih selalu kalah dengan nomor satu yang memang lahir dalam keadaan jenius hehe.
Kebiasaan saya yang berbeda dengan buku dan aktifitas menulis diary menjadi hal aneh bagi teman – teman saya terhadap saya, tak jarang saya sulit mendapatkan teman asyik berbicara. 

Keresahan itu berlangsung hingga saya duduk dibangku perkuliahan, Hingga akhirnya kongkow nulis yang saya bangun bersama teman satu pemikiran dan keresahan yang sama membincangkan hal ini. Walau kami memiliki style dan selera bacaan yang berbeda. Kongkow Nulis memberikan suasana baru dan menemukan teman baru yang sebagian besar barangkali punya masalah yang sama, teman asyik untuk ngobrol mengenai buku dan menulis. Sederhana :) kan ? dimulai dari sebuah keresahan.
Sepanjang perjalanan ini, kongkow nulis memiliki misi besar untuk membuat core environment untuk menyampaikan asyiknya membaca buku dan menulis. Awal yang sederhana.

Zaman modern saat ini, orang – orang beralih dengan gadget dan televisi. Belum selesai indonesia ingin di edukasi mengenai melek baca dan budaya membaca, sudah kehadiran tamu baru bernama globalisasi teknologi. Alhasil, kita terjebak. Hitung deh, yang menjadikan membaca adalah aktivitas utama dalam hidupnya ? Beli buku masih dapat dihitung jari teman – teman yang menyukai aktivitas ini. Paling - paling membeli karena paksaan. Virus anti membaca ini hadir di kalangan generasi lanjutan yang saat ini lebih tahu gadget dan televisi ketimbang buku yang mereka katakan sudah kuno. Kita pandangi adek – adek kita satu – satu, bagaimana reaksi mereka mengenai gadget atau buku ?

Walaupun kehadiran media online sudah membuat sebagian besar masyarakat Indonesia melek akan informasi, tapi tidak seiring dengan peningkatan kualitas yang di dapat.  Saya harap saya mendapatkan data konkret melihat fenomena ini. Indonesia masih kalah jauh mengenai literasi, masih banyak anak – anak pelosok yang masih menikmati buku – buku lama dan sudah kelewat basi informasi. Tak usah jauh – jauh, cukup di kota kita, kita masih menemukan fakta itu dengan melihat mirisnya keadaan perpustakaan.

Kongkow nulis ibarat satu paket impian, impian dari orang – orang yang di dalamnya dengan beraneka ragam background. Ada mahasiswa, blogger, praktisi media, penulis sastra, penulis buku non fiksi, dokter, psikolog, dan mereka itu masih dalam satu kesatuan teman – teman relawan, belum berkenalan dengan teman – teman member yang masih kita himpun datanya.
Ditengah keterbatasan yang kami miliki untuk bertemu karena kesibukan. Kami menjadikan kecanggihan teknologi meng – influence semangat itu dengan rasa kekeluargaan, dimana kami tidak pernah akan bosan bertemu, selalu rindu, dan banyak hal lainnya.

Kami ingin mengajak teman – teman yang belum tersentuh, dan masih asing dengan dunia buku yang cenderung di strereotip kan anak – anak akademis, menggunakan kaca mata tebal, kuper dan hal lainnya. Inget gak label itu kepada anak – anak yang suka baca buku ?
Label itu secara tidak langsung membuat kita terpengaruh bahwa baca buku = kuper, culun, cupu, dan ga gaul, ya kan ?

Coba deh kita nilai diri sendiri, kalau baca buku di tempat umum ? masih malu kan ? Walaupun keberadaan ebook sebenarnya membantu kita untuk membuat kita lebih mudah membaca dengan banyak bacaan dengan bawaan yang ringan, tapi bisa dihitung jari deh dari kita yang membaca. Misalnya lagi jalan – jalan, nungguin angkot dan lain – lain, jarang sekali dari kita disaat kita buka gadget itu sedang membaca e-book, paling – paling buka sosial media, chatting ? bener gak ? 

Gengsi banget deh baca buku. Takut dikatain sok pinter-lah, lagi jaim dah, masih banyak stereotip yang muncul di benak kita tentang pandangan orang lain kalau kita sedang bawa buku dan membacanya ditempat umum.

Fenomena kecil ini yang sederhana ini sebenarnya menunjukkan virus gengsi yang berkembang di kalangan anak muda yang sebagian besar masih belum sadar akan pentingnya membaca dan kemudian memberikan pengaruh atau berbagi dengan menulis.
Jika negara maju, satu orang bisa mengkonsumsi bacaan lebih dari empat buku. Indonesia masih dapat dihitung satu orang bisa baca apa enggak. Masih banyak orang – orang yang belum melek literasi, angka buta huruf juga masih ada.

Kongkow nulis memang tidak membuat langkah besar secara langsung yang barangkali di lakukan oleh teman – teman lainnya yang mengirimkan paket buku ke pelosok, atau melakukan terjun lapangan langsung ke berbagai daerah untuk memberikan bantuan langsung berupa buku. Kongkow Nulis masih sangat muda belia, di dasari oleh keresahan anak muda yang ibaratnya kesepian mencari teman berkawan. Tapi ternyata ada misi besar yang harus kami emban sebagai seorang pembaca dan penulis untuk mengajak yang lainnya untuk berbuat sesuatu dimulai dari hal kecil, yakni mengajak lingkungan terdekat kami, teman – teman dekat kami dahulunya untuk beranjak dari hal buruk ke dalam hal baik. dan kami memiliki tagline : read, write, publish, and inspire. Tagline yang menggambarkan sebagian besar aktifitas kami di kongkow nulis.

Istilah kongkow juga yang ‘stereotip’ istilah anak gaul itu ingin dibentuk agar menarik siapapun orang terutama menjadikan si gaul yang anti baca, menjadi siapapun baca buku dia adalah anak yang gaul. Bahwa nongkrong itu bisa melakukan hal bermanfaat, bisa berdiskusi literasi, sharing ilmu, dan melakukan aktifitas positif. Bukan bergunjing, main game, apalagi judi. Duh enggak bangeet.
Kongkow nulis menyadari bahwa ia masih sangat kecil dan muda, untuk tumbuh dan berkembang ia butuh asuhan orangtua yang bisa mendidik mereka. Maka dari itu dimulai, kongkow nulis membuka tangan dan lebar untuk berkolaborasi dan menampung banyak ide dan aspirasi untuk inovasi kongkow nulis kedepannya.

Lalu, saya sendiri memiliki prinsip bahwa mengajak kebaikan itu bukanlah kepada orang – orang yang sudah baik saja, tapi hal yang paling penting yang sering dilupakan para da’I (yakni diri kita) adalah orang – orang yang masih belum tersentuh akan itu. Agar kita menjadi cahaya buat mereka. InsyaAllah:)

Ingin tahu lebih banyak tentang kongkow nulis, bisa cek di www.kongkownulis.com
Salam Menginspirasi! Salam Kongkow-ers
Pembahasan menarik kapanpun saya berada. Beberapa orang sering melakukan perdebatan sengit dengan saya perkara ini. Sebenarnya seperti apa itu multitasking ? Persepsi seperti apa ?
Manusia multitasking identik dengan seorang manusia super power bisa melakukan apapun. Serba bisa deh istilahnya. Ia dapat mengerjakan lebih dari satu pekerjaan dalam satu waktu. Wow !
Ketika saya mengutip informasi tentang tema multitasking. Semua bercerita tentang negatifnya kemampuan ini. Tapi saya sendiri heran, dengan banyaknya orang sukses yang memiliki kemampuan lebih dari satu hal !
Kita sulit membedakan, istilah manusia yang memiliki lebih dari satu kemampuan dengan manusia yang mengerjakan sesuatu hal lebih dalam satu waktu.
It’s different! Kita seringkali menyamakannya. Pada dasarnya manusia memiliki kemampuan dan intelegensi lebih dari satu, baik itu kemampuan interpersonal, naturalis, dan banyak lagi. Konsep multiple intelligence. Namun, setiap individu memiliki dominan yang berbeda. Teman – teman bisa mengikuti psikotes untuk mengenali potensi intelegensi kamu yang dominan dimana.
Menjadi multitasking memang tidak baik. Why ? Kita akan menjadi manusia yang terombang ambing. Kurang produktif, alhasil jadi sosok busy tapi zero produktivitas. Nah, bagaimana dengan orang – orang yang memiliki banyak karyanya ? Apakah mereka menjadi sosok multitasker ? Belum tentu sih menurut saya. Seseorang yang banyak karyanya dibeberapa bidang sebenarnya dia seseorang yang pandai mengatur waktu dan priority nya. Ia fokus mengerjakan sesuatu hal yang baik dalam satu waktu.
Ilustrasinya begini, orang multitasker yang tidak produktif tidak memiliki prioritasnya. Misalnya, dia sedang mengerjakan tugas, di waktu yang sama dia nonton tv, terus bbm-an, browsing. Tentunya ga maksimal. Barangkali ada ilustrasi seperti ini, dia sedang menyelenggarakan event tiba – tiba diwaktu yang sama ia harus mengirimkan berbagai file penting kepada klien. Alhasil, ia menjadi tidak fokus dan ternyata salah mengirimkan file tersebut sehingga harus mengirimkan ulang berkali – kali.
Beda bukan ?
Teman – teman memiliki lebih dari satu kemampuan adalah sosok terlatih untuk memanajemen waktu untuk berkarya. Ia juga akan mengalami fase “busy people” harus mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. Tantangannya ! Dia kemudian lelah, melihat hasil tidak maksimal, lalu mengevaluasi diri untuk baik mengatur waktu.
Coba kita bayangkan dan sederhanakan, bagaimana tugas presiden yang harus mengatur ribuan hal dan masalah di negaranya ? bukan kah dia harus berpikir banyak hal ? Ia harus bisa memanajemen banyak hal dalam kendalinya.
Maka dari itu pentingnya ilmu leadership untuk mendelegasikan tugas sehingga tidak terbengkalai.

Saya mengalami berbagai komentar tentang apa yang saya lakukan. “Banyak amat mel kerjaan kamu, gimana itu ?” Saya bukan pribadi yang sibuk, tapi selalu dianggap sibuk -_- *curhat sedikit. Keseharian saya dominan di rumah. Saya memiliki batas waktu ‘keluar rumah’ dalam keseharian. Sebagai anak perempuan yang punya tugas ‘rumah tangga’ tentu tahu bagaimana. Hanya saja memang saya pribadi suka tidur larut, dan itu bukan kehendak saya. Melainkan tubuh yang begitu Sehingga mau tidak mau, saya harus menyalurkan energy berlebih ini dengan hal – hal yang positif, jadi kelihat kaya orang sibuk.
Tapi karena saya ada pribadi suka berbicara, ngobrol, dan cerita serta menyalurkan ide. Saya
Seolah – olah melakukan banyak hal. Padahal kata – kata itu tak bermakna bila tak ada aksinya, betul gak ?”
Saya ingat pesan almarhum ayahanda saya seperti ini, “Nak, jadilah kamu serba bisa !” saya selalu menjadikan pesan ini sebagai landasan kehidupan dalam artian, saya menjadi pribadi yang tidak banyak bergantung oranglain melainkan banyak mengulurkan tangannya untuk oranglain. Hal yang saya dapatkan juga dari pesan ini, kita diminta agar tidak banyak mengeluh, melakukan banyak hal karena memiliki banyak kemampuan, satu lagi niat saya akan pesan ini. Saya ingin menjadi orang yang tidak merepotkan keluarga, sehingga saya bisa melayani kehidupan keluarga dengan baik serta menjadi orang yang diandalkan mengingat saya anak sulung. 

“Jika kamu menyelesaikan satu urusan, kerjakan urusan yang lainnya” (Quran)

Mungkin kita pernah mendengar hal demikian, kita diminta apabila menyelesaikan satu hal, kita kerjakan hal lainnya.
But, sampai mana batas kita bisa mengerjakan banyak hal ? tiap orang memiliki kemampuan berbeda, tidak bisa kita sama ratakan. Hal ini tergantung dengan jam terbang mereka mengatur waktu. But, jangan kita coba – coba kan menyamakan diri dengan orang yang melampaui diri sehingga kita menjadi kelelahan dan mengorbankan banyak hal. Lakukan sesuatu dengan step by step dan proses. Nikmati prosesnya.
Saya ingat, ketika ada pelatihan upgrading BEM di fakultas saya. Saya diberi kesempatan untuk memberikan materi tentang manajemen waktu. Ada salah satu peserta yang bertanya

“Kak bagaimana mengatur waktu dengan baik kak ? saya suka sekali kelelahan kak ngerjakan sesuatu jadi banyak yang terbengkalai ?”
Saya berusaha menjawab seperti ini,

“Kita bukan manusia hebat yang bisa melakukan banyak hal, cukup mengerjakan beberapa hal yang kita sanggupi. But, bila kita banyak melakukan sesuatu dan tidak ada orang lain yang dapat menghandlenya kita bisa belajar untuk mengatur waktu dengan baik. Sebenarnya tantangan kita berhadapan dengan waktu adalah “MENGENDALIKANNYA” sesuai maunya kita, jangan kita sendiri yang diatur oleh waktu. Bila ada kesalahan kita mengatur waktu, kita evaluasi diri. Berarti kita KURANG ILMU, kemampuan dan kapasitas kita mengerjakan ‘hal tersebut’ belum baik. Contoh, kita bikin tugas kampus dan mengerjakannya lamaa sekali sehingga mengorbankan pekerjaan lainnya. Evaluasinya apa, kita harus spend waktu lebih banyak dengan hal tersebut agar kita ‘luwes’ mengerjakan tugas selanjutnya dari matakuliah itu.” – sok bijak banget saya – haha

Saya pribadi juga sering salah mengatur waktu, biasanya karena kemalasan saya. Haha, suwer dah. Lagu lama dan penyakit lama lainnya adalah “menunda” sehingga saya membeli buku “Never Say Later”( bukan “Never Say Never” ya! saya bukan JB-lovers) untuk memperbaiki diri bagaimana mengobati penyakit akut tersebut.
Ini beberapa hal yang saya lakukan, apa itu mujarab apa tidak untuk membuat saya berhasil tapi saya formulasikan untuk memudahkan hidup saya. Barangkali memudahkan jalan teman – teman juga

1.    Fokus pada visi, apa yang mendasari melakukan sesuatu selalu korelasikan sama keinginan dan value yang didapatkan
2.    Buat hidup seperti hero ! menjalankan misi :D ( Contoh misi anak perempuan, cucian dirumah kelar, masak, kamar dan rumah bersih haha) Organisasi aja punya visi misi masa hidup kamu enggak jelas ? #jleb
3.    Bikin to do list harian, apa yang harus dikerjakan hari ini ditulis dan di check terus apalagi saya makhluk pelupa butuh sekali hal ini, kita bisa bikin note di kertas, note kecil atau handphone yang saat ini sudah canggih semua. Akan ada sebuah kegirangan sendiri ketika menyelesaikan semuanyaa dalam satu hari. Berarti misi kamu MISSION COMPLETE!
4.    Fokus pada pekerjaan yang dikerjakaan saat itu, maksimal ‘sambilan’ itu cukup dua dan andalkan otak kiri dan kanan secara seimbang. Misal, kayak lagi nulis nih, telinga mendengar lagu. Boleh kita seperti itu, tapi music yang diputar adalah irama yang tidak ber’kata’ – kata untuk menyeimbangkan fungsi otak.
5.    Evaluasi terus ! Kita jadi sosok yang tidak berubah dari hal buruk karena tidak mengevaluasi diri, kekeuh sama kebiasaan jeleknya.
6.    WE ARE NOT PERFECT! Jangan kecewa berlebihan ketika kita gagal menjalankan satu hal, ingat manusia tidak sempurna. Hal yang perlu kita lakukan memperbaiki diri. Itu jauh lebih penting !

Mungkin itu dulu sharing yang kebanyakan curhat ini, semoga dapat menginspirasi dan berbagi pahala bersama.
InsyaAllah.
Inspirasi lain, bisa cek di website rekan, sahabat dan inspirator saya kak Arry Rahmawan, Beliau sangat master tentang hal ini cek postingan nya disini “Tidak Selamanya Multitasking itu Baik”

BE GREAT PEOPLE!

---- 
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

 Keep Inspiring !

  
 "Sepenggal Kisah bersama Forum Indonesia Muda"
Sudah sekian lama hati tergerak untuk mengikuti seleksi Forum Indonesia Muda. Selalu saya pandangi berbagai pengumuman itu tiap tahun demi tahun. Forum Indonesia Muda begitu menarik, tapi selalu terlambat mengeksekusi keinginan hati hingga pada akhirnya saya mengikuti seleksi Forum Indonesia Muda pada tahun 2015.
  Voila. Saya lolos. Saya harap-harap cemas awalnya mengikuti seleksi ini karena melihat count pendaftar mencapai 7000 orang lebih. Apalah saya ini, hanya orang biasa yang tinggal di provinsi sumatera. Tidak sebanding dengan teman-teman di Jawa dan juga teman-teman lainnya. Jujur, saya abu-abu melihat Forum Indonesia Muda ini. Ini kegiatan apa ya ? Apa aja yang dilakukan ? Hal demikian yang selalu terbersit di benak saya. Sempat ada rasa ingin tidak hadir karena perjuangan saya menembus proposal dikampus selalu sulit. Tapi, hati memang menarik saya untuk tetap bertahan ntah bagaimana caranya untuk ikut. Dan alhamdulillah, rejeki tidak kemana. Walau dengan biaya sendiri. Saya tetap hadir mengikuti kegiatan itu.

Hal yang luarbiasa bagi saya ketika hadir di Forum Indonesia Muda adalah rasa penasaran yang tinggi, sebuah refleksi yang tidak bisa saya ungkapkan lewat kata-kata. Ketika saya melewati hari demi hari di dalam kegiatan Forum Indonesia Muda.
Ekspetasi yang jauh melampaui harapan saya. Jujur lebih dari yang saya bayangkan. Sebuah nilai-nilai kehidupan yang tak bisa saya dapatkan di dunia luar. Sangat Berharga.
Disana saya seperti terdidik kembali untuk merenung tapi bekerja. Merenung dalam keadaan sadar dan tetap dalam posisi dinamis dan bergerak.
Biasanya saya dahulunya memerlukan waktu khusus untuk merenung, mengevaluasi apa yang saya lakukan sehingga absen dari rutinitas seperti biasa. Namun, ketika saya menjadi bagian dari keluarga kunang-kunang, keluarga Forum Indonesia Muda. Setiap melangkah saya selalu mendapatkan sebuah sudut pandang baru. Sudut pandang renungan. Kembali membuka cakrawala berpikir yang tak ada habisnya untuk digali.

Benar filosofi bahwa keluarga Forum Indonesia Muda adalah keluarga kunang-kunang. Mereka adalah penerang. Mereka penerang kehidupan kita yang dulunya masih abu-abu. Penerang ketika hidup orang lain masih dalam keadaan gelap gulita. Mendapati senyum-senyum kakak kakak luarbiasa bijaksana, tulus, dan baik. Masih banyak orang diluarsana yang mengadaikan semua idealisme mereka karena keinginan duniawi. Tapi kakak-kakak alumni FIM menunjukkan bahwa mereka bisa sukses tanpa mengorbankan idealisme mereka. Bahkan karena kehadiran idealisme mereka, orang-orang disekitar mereka menjadi orang yang lebih baik, keadaannya semakin baik. Sebuah paket komplit yang saya dapatkan dari segala lini di Forum Indonesia Muda, baik itu dari Ayah dan Bunda. Ayah Elmir dan Bunda Tatty. Saya menemukan sosok ayah dan ibu yang luarbiasa mendidik ribuan anaknya yang merupakan alumni FIM. Luarbiasa. Dan tentunya sahabat-sahabat FIM 17 yang selalu membuat saya merindu setiap hari. Ooh rindu itu ..

Satu lagi, sebuah sentuhan sanubari yang tak pernah saya lupakan. Sejak awal saya hadir di Forum Indonesia Muda, menikmati sesi-sesi materi. Saya selalu meneteskan air mata. Disesi sesi tertentu, tapi tiap hari tidak pernah absen menangis. Forum Indonesia Muda telah menyentuh hati saya terdalam. Ketika menyanyikan lagu kebangsaan, sebuah tekad yang sama-sama ingin kita wujudkan bersama untuk bangsa ini lebih baik, ketika ada semangat itu. Saya menangis penuh bangga dan haru. Tapi ada masa saya menangis karena semua kesalahan-kesalahan yang selama ini saya lakukan dan itu wujud penyesalan saya dan saya berusaha untuk merubahnya dikemudian hari. Dan satu lagi saya menangis melihat sebuah ketulusan dan juga ketika menyentuh kalbu membahas ibu dan ayah kita. Ada sesi saya merindukan almarhum ayah saya, ketika ada rasa ingin saya untuk membuat dia tersenyum bangga melihat anaknya sukses. Dan itu yang tak bisa saya lakukan karena terlalu cepat Allah memanggilnya.

Forum Indonesia Muda, seperti mutiara indah yang tertemukan bagi saya. Saya beruntung sekali berada di keluarga kunang-kunang ini. Saya ingin menjadi kunang-kunang seperti filosofi yang diangkat di FIM. Semoga dan semoga. Saya menjadi kunang-kunang untuk orang-orang disekitar saya, berkolaborasi, berkarya, menjadi penerang bagi banyak orang. Bersama-sama teman, kita bersatu untuk membuat bangsa ini lebih baik .. Dengan apa yang kita miliki kita bisa.
Tiga kata untuk FIM menurut saya, Unforgetable, Special, Lovely
Older Posts

HELLO, THERE!


Hello, There!


Hello, There!

Let's read my story and experience


Find More



LET’S BE FRIENDS

Sponsor

OUR CATEGORIES

Entrepreneurship Event Financial Talks Forest Talk Good For You Happiness Healthy Talks Ngobrolin Passion Parenting Pendidikan Review Self Improvement Self Reminder Tips Travel Wirausaha Young Mindset community development experience

OUR PAGEVIEW

recent posts

Blog Archive

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by beautytemplates