Melati Octavia Journal

Diberdayakan oleh Blogger.
Facebook Twitter Pinterest LinkedIn
  • Home
  • About Me
  • Disclosure
  • Story of Me
    • My Experience
    • Startup & Digital Life
    • Ngobrolin Passion
      • Talk Of Design
      • Writing Tips
      • Ngobrol Marketing
      • (NEW) Eco Lifestyle
    • Traveling Story
    • Diskon & Referral
  • This Is My Mind
    • Sudut Pandang
    • Boost Yourself
      • Young Mindset
      • Self Improvement
      • Career Talks
    • Review
    • My Project
      • Kongkow Nulis
      • Skill20
      • #ThinkMe
      • Codea Labs
    • Rubrik Seru
      • Date With Book
      • Movie Session
      • Bahas Bisnis
      • Road To Beauty
      • Eat With Me
      • Community Talks
      • Financial Talks
  • Contact Me
    • As Blogger
    • As Freelancer

Berasa serius banget membahas tema kali ini. Sudah lama rasanya ingin menuliskan keresahan mengenai hal ini. Makin gregetan ketika saya berdiskusi dengan salah satu tim sukses perpustakaan kota Pekanbaru, Pak Attaya yang jago nulis blog dan kekinian hihi. Kebetulan komunitas yang saya dirikan bersama teman – teman yang bernama Kongkow Nulis telah membangun kolaborasi dengan Badan Perpustakaan Kota untuk saling bersinergi dan membantu untuk mengkampanyekan minat baca dan juga kegiatan reading campaign khususnya di Pekanbaru.

Ketika pada saat diskusi tentang kegiatan besar kita yakni peringatan anniversary kita yang kedua. Kita masuk ke obrolan tentang program hibah buku yang rencananya kita laksanakan juga pada kegiatan itu. Di obrolan ini membuka banyak wawasan saya tentang ketidakbenaran yang terjadi di ranah perpustakaan dan perbukuan Indonesia. Ehem! 

Sudah tak asing rasanya masalah minat baca dan juga perbukuan Indonesia di bahas, entah itu di banyak seminar, buku – buku. Artikel. Tiga tahun saya mengeluti dengan intens komunitas membaca dan menulis membuat banyak hal yang terteguh menyadari kemirisan yang terjadi. Saya mungkin salah satu orang yang di beri keberuntungan menyukai kegiatan baca sedari kecil, tapi dulu saya menutup mata dan telinga kepada orang yang disekeliling saya sebelumnya untuk mengajak pada kebaikan ini. Di awali saya mengikuti gerakan Kelas Inspirasi yang menyaksikan langsung nasib perpustakaan di Sekolah yang menjadi tempat mengajar. Tak jauh – jauh perpustakaan saya saat sekolah dasar bahkan hingga SMA tidak begitu mengugah untuk dikunjungi, bahkan sering tutup dan tak berpenghuni. Saya merasakannya. 

Dari hasil obrolan, kami mendapati ketidaktahuan kami bahwa sebenarnya ada dana yang diberikan pemerintahan untuk setiap sekolah dalam membangun perpustakaan di Sekolah. Undang-Undang No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 23 ayat 6. Dalam pasal 23 ayat 6 disebutkan bahwa: “Sekolah / madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah / madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.

Lalu ada apa dengan perpustakaan kita ?

Taman Baca Masyarakat atau di kenal di TBM sepi pengunjung, bahkan saya sulit menemukannya di kota saya. Membaca masih menjadi hal “tabu” di kalangan masyarakat. Terutama anak – anak muda. Ini juga yang menjadi salah satu latar belakang Kongkow Nulis untuk mengajak anak – anak muda yang penuh gairah semangat dan juga aktif untuk cinta akan kegiatan ini dan kemudian mengubah citra sosok kutubuku yang cupu, kuno, dan gak gaul itu menjadi sosok berprestasi, gaul, aktif, supel dan kreatif.

Budaya kurang begitu baik sekarang menyerang bak virus, seperti wabah plagiarism, pendidikan yang bersifat hapalan, dan hal menyontek menjadi hal lumrah sepertinya menjadi hal yang mendarah daging di kalangan kita. Tentunya ini berkaitan dengan budaya membaca yang kurang sehingga timbul wabah tak baik ini menyebar.

Ada pula fakta yang menarik. Bila kita hitung penduduk Indonesia lebih kurang 220 juta orang, jika kita ambil minimal konsumen buku yakni 20 persen, maka ada 44 juta orang. Bila kita bandingkan jumlah buku yang dikatakan bestseller adalah sejumlah 10.000 ekslempar. 
Kemana raksasa pembaca lainnya ?

Selain itu, negeri kita juga tak terlepas dari tak semua masyarakat berpendidikan tinggi dan gemar membaca buku (sastra).  Ini dibuktikan dari penelitian Taufik Ismail pada tahun Juli – Oktober 1997 dengan mewawancarai tamatan SMA di 13 negara.

Pertanyaan tentang buku wajib yang dibaca selama 3 tahun sekolah ?
Jawabannya di Thailand Selatan, mereka membaca 5 judul buku sastra, Malaysia dan Singapura 6, Brunei 7, Rusia 12, Kanada 30, Amerika 32 buku, Hindia Belanda 25 buku dan sedangkan pelajar Indonesia tidak ada. Mereka tidak membaca sejak 1950 – 2011. Taufik membandingkan, kewajiban membaca buku tamatan AMS (SMA) jaman Hindia Belanda dulu sebanyak 25 buku dalam 3 tahun. Duh saya mendengar fakta ini jadi tepuk tangan riang. Bahwa sebelum merdeka, orang – orang Indonesia adalah para kutubuku yang melahirkan generasi hebat. Lalu juga pada jaman itu ada pula bimbingan mengarang seminggu sekali. Hingga artinya dalam 36 pertemuan dalam setahun kita dahulunya menghasilkan dalam setahun harus menulis 108 karangan selama tiga tahun sekolah.

Hasilnya yang seperti kita bayangkan, Generasi Bung Karno, Generasi Bung Hatta, Agus Sali,, Moh. Natsir, Syarifuddin Prawirwanegara. Inilah yang diceritakan Taufik Ismail dalam penelitiannya yang tertuang di buku Gempa Literasi. Selain itu di Indonesia, dari 10 ribu judul buku yang tersebar pertahun kalau sekarang mungkin dalam sebulan ya menurut  update Boy Candra yang mengisi event kita @kongkownulis hari ini. Hanya 10 persen saja yang terserap oleh penduduk Indonesia, yang kita tahu lebih kurang 200 juta lebih.

Salah satu contoh karya Laskar Pelangi Andrea Hirata dan Ayat – Ayat Cinta Habiburrahman El Shirazy yang dicetak di atas 1 juta eksemplar belum dapat menembus 1,5 juta. Bila kita bandingkan jumlah penduduk kita. Terbayang kaya rayanya penulis menurut Agus A Irkham. Setidaknya belum sampai 1% penduduk Indonesia yang membeli buku. Dan menurutnya, apabila 2000 eksemplar saja sudah terjual penerbit sudah bernafas lega.

Ini terasa banget ketika di Komunitas Membaca dan Menulis kita bertemu dengan orang – orang yang berkecimpung di dalam menjadi actor dalam dunia literasi, bercerita fakta – fakta yang memang terjadi.
Lagi – lagi kembali ke kita. Inginkah kita membuat perubahan itu ? Terutama teman – teman yang memang sudah diberi keistimewaan untuk suka dengan dunia literasi membaca, menulis. Maka dari itu tularkanlah! kepada teman yang belum atau yang masih berada di awan – awan haha antara suka dan tiad. Gak ada salahnya sih, kita menjadi kutubuku. Karena banyak alergi karena label demikian terutama anak – anak muda nih yang masih maluu menunjukkan diri.

Saya pribadi saya ingin jadi sosok seperti mereka, mereka yang ditulis di buku sejarah yang telah mencurahkan banyak pemikiran, kebaikan, dan perjuangan mereka untuk negeri kita sehingga kita seperti sekarang. Seperti Mohammad Natsir, Bung Hatta, pejuang wanita lain yang mencurahkan dan dedikasinya untuk keluarganya dan juga bangsanya. 

Finally, 
Tulisan ini saya kerjakan seminggu di sela – sela waktu kesibukan tugas akhir yang sebentar lagi final dan juga acara 2 tahun komunitas kongkownulis tempat saya meluapkan rasa cinta dan kebanggaan di dalamnya. 

Semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita :D

Jadilah pejuang literasi!
Share
Tweet
Pin
Share
8 comments

Beberapa minggu ini saya merasakan mulainya rasa jenuh menghadapi beberapa rutinitas yang ada. Saya pun mendapatkan banyak insight dari beberapa orang yang melihat gelagat saya, istilah mereka. “Kamu butuh piknik loh. Katanya sih begitu. Sebagian besar juga ada yang bilang, ditingkatin lagi aktivitas ibadahnya. That’s right semuanya benar. Saya pun banyak bertanya ke beberapa orang mengenai pandangan mereka mengenai istilah “ me time” atau waktu untuk sendiri. 

Saya berkutat pada browsing mengenai istilah me time ini. And then, taraaa .. saya menemukan seabrek informasi tentang me time yang identik dengan ibu – ibu yang jenuh sama aktivitas di rumah, mungkin jenuh dengan anak yang rewel, kerjaan yang menumpuk dan lain – lain. Padahal kita, yang masih muda – muda ini pasti pernah kan ada kalanya merasa jenuh ? Bener gak ?

Ciri – cirinya, bisa dilihat dari emosinya yang kurang stabil, pandangan yang dominan dengan negatif, pesimisme, sering diam, dan kita seperti sedang berpikir atau melamun. Bisa juga ditandai sama kondisi tubuh yang kurang baik, demam, flu, atau sakit – sakit iseng yang biasa datang sama kita hehe.

Teman – teman yang saya tanya mengenai hal ini, kebanyakan menghabiskan aktivitas me timenya dengan berbagai versi. Ada mengatakan dengan menonton seharian, baca buku, bersemedi di rumah alias diam di rumah untuk menghindari aktivitas di luar. Ada juga yang menghabiskan waktunya untuk bersenda gurau dengan teman, jalan – jalan, belanja (ini perempuan banget deh hehe), memasak atau juga beres – beres.

Sebagian besar jawabannya demikian dan hampir sama. Tapi mengapa kita memiliki kadar yang berbeda dan juga dominasi aktivitas menghapus kejenuhan dengan berbagai versi ?
Untuk saya pribadi, rasanya saya sering melakukannya aktivitas demikian dengan terjadwal. Pagi hari dimulai dengan aktifitas perempuan, menyisakan waktu untuk rileks dengan menonton, menulis, membaca, dan lain – lain.

Works ?

Setiap orang ternyata punya perbedaan menghilangkan kejenuhannya dalam beraktivitas. Saya pribadi agak jenuh belakangan ini karena hectic dalam banyak kerjaan. Baik itu pribadi, atau juga luar. Saya tipikal orang sulit berkata “tidak” kalau membantu orang lain dan gak “enakan”. Lalu berakhir pada kelelahan yang menumpuk dari pikiran dan hati hehe.

Akhirnya saya menemukan kunci dalam menghilangkan kejenuhan itu. Inti dari aktivitas untuk membuat jeda dalam rutinitas kita adalah “menikmati momen” tersebut. Akhirnya saya lepas dengan perasaan yang menumpuk baik itu dari pikiran atau perasaan. Ketika kita menikmati jalur – jalur yang kita lalui untuk menghilangkan kejenuhan seperti biasa, sebenarnya secara refleks tubuh kita sendiri sudah tahu apa yang seharusnya dilakukan ketika dalam kondisi demikian. Sayangnya kita sulit sadar, dan aktif memberi pandangan negatif pada diri kita. Kita bermusuhan pada diri kita sendiri dengan memberi pandangan negatif juga opsi gila pada keputusan kita. Masa jenuh ini juga akibat banyaknya masalah, atau stress, tidak bersemangat, adanya hal – hal yang menganggu pikiran yang membuat rasa tak nyaman.

Rasa jenuh dan butuhnya waktu sendiri “me time” juga alarm untuk diri sendiri agar memberi jeda pada kerumitan di sekeliling. Seringkali karena banyaknya kita sibuk kita lupa ada hal diri sendiri yang kita pikirkan, kita terlalu banyak menyita waktu untuk hal - hal di luar kita. Kita lupa sama tubuh yang udah mulai ga sehat, jadwal makan yang berantakan, rambut atau tubuh sudah ga enak dibawa kemana - mana karena kita lupa sama hal – hal yang sebenarnya membantu kita lebih enjoy menjalani hidup (Duh ini bahasanya, hihi) Otak juga perlu istirahat, perasaan juga loh #uhuk.


Beberapa Alasan Pentingnya Me Time :

1. Mengisi energi positif

Nah, ketika kita berada di dunia luar banyak aura yang menyebar baik itu positif atau negatif. Banyaknya masalah di sekeliling kita otomatis hidup kita pada saat itu penuh dengan berbagai aura negatif yang menerpa diri kita. Energi itu menular kan ? Walaupun masalah yang datang sebagian besar tidak berpengaruh pada diri kita, tapi seharian kita mendengar keluhan orang – orang sama hidup mereka, cerita – cerita negatif di media, atau isu – isu ga baik yang datang. Bisa jadi menjadi pengaruh rasa jenuh yang timbul karena kita di terpa hal demikian. Nah, me time ini kita pakai untuk momen mengisi energy positif. Maka dari itu gunakan waktu me time dengan hal – hal positif dan baik.

2. Melejitkan kreativitas

Ingat tidak, kita sering mendengar beberapa ilmuwan hebat atau para innovator yang melahirkan banyak karya karena aktivitas ini. Banyak banget, walaupun dengan istilah berbeda. Misalnya kisah penemuan Hukum Archimedes yang ditemukan saat mandi atau bahasa sekarang SPA Time, atau Albert Einstein yang menggunakan waktu me time nya untuk berpikir tentang teori baru. Bahkan dalam sirah Nabi Muhammad SAW, kisah beliau berdiam diri ke Gua Hira adalah salah satu bentuk “me  time” untuk berpikir dan mendapatkan kejernihan dalam menyelesaikan masalah yang berakhir pada lahirnya gagasan dan penemuan baru.

3. Jeda untuk rileks dan menstabilkan emosi

Ketika dalam masa jenuh, emosi yang tidak stabil membuat kita berbuat ricuh atau hal yang tak baik. Me time adalah momentum untuk kita untuk membuat emosi yang grafiknya seperti roll coaster sebelumnya, jadi berbentuk jalur kereta api lurus dan bikin adem orang di sekeliling kita.
Tentunya berakhir pada selesainya masalah, karena emosi yang stabil dan lurus seperti layaknya kereta api yang sampai ke tujuan yang dituju hehe.

4. Menghimpun semangat

Ketika dalam masa jenuh, semangat kita itu seringkali kalah sama aura negatif yang udah bertumpuk, kemudian berceceran gak karuan karena sibuk dengan pikiran yang campur aduk dan emosi yang tidak stabil. Adanya me time itu, menjadi momen kita untuk mengumpulkan semangat yang berceceran itu. Bisa jadi saat me time kita bisa melihat prestasi yang kita raih sebelumnya karena bongkar – bongkar album lama, baca buku – buku positif, mengikuti seminar mengugah. Tentunya berdampak pada semangat kita yang membara.


Tips Me Time  “Menghilangkan Kejenuhan”

Nah ini tips menurut saya yang bisa kita gunakan untuk ber me time ria,  tentunya positif dan semoga works yaa!

1. List dulu aktivitas yang bisa kamu tunda atau skip, jadi saat kita sedang me time gak ada beban yang nyangkut. Sama halnya ketika mau liburan ke luar kota. Walaupun kamu mau liburan di rumah aja hehe.

2. Beritahu orang lain yang penting menurut kamu, agar tidak menganggu aktivitas me time kamu. Jadi pada saat itu orang tersebut gak riweh nyariin atau juga menambah beban pikiran.

3. Do positive, lakukan aktivitas positif. Jangan me time dengan hal – hal negatif. Misalnya sampai pake drugs, dugem, duh gak banget. Itu bikin masalah makin ribet. Hal negatif kamu makin banyak, masalah makin besar dan bisa timbul masalah baru.

4. Menikmati momen, 
Ini penting menurut saya, soalnya kalau kita gak merasakan momennya kita gak akan dapat perasaan me time tadi. Karena kebanyakan ngelamun, mengkhayal negatif, dan lain – lain pas lagi momen “menyendiri” jiwa kita masih gak sendirian.

5. Diusahakan sejauh mungkin sama gadget atau mengurangi. Di jaman era milenia ini gadget udah jadi hal yang gak bisa kita lupakan, dan ini sumber dari hal – hal negatif juga loh. Saya pribadi mengurangi membaca pesan yang banyak yang biasanya rebut di beberapa media sosial. Kalaupun menggunakan sekedarnya saja atau bahkan digunakan untuk me time saya sendiri. Misalnya browsing info kesukaan terbaru, baca website favorit, nonton, atau pinned gambar menarik di pinterest. 

6. Ingat hemat ya ketika me time.

Nah ini penting, by the way ketika saya mencari referensi seputar me time ada artikel menarik bahwasanya istilah me time itu adalah konspirasi industri. Wow! Karena banyak istilah ini digunakan oleh para ibu dan istri untuk memanjakan diri. Hal ini menjadi sesuatu yang di dorong oleh banyak penyedia jasa untuk memanjakan, seperti salon, luluran, liburan, masih banyak hal lain. Sampai ada istilah teori ekonomi “‘bukan kebutuhan yang mendorong lahirnya produk, tapi produklah yang mendorong lahirnya kebutuhan”


Baca artikel tersebut disini : Me time ? Mitos atau Fakta ?!


But, lagi – lagi balik ke kitanya menanggapi aktivitas ini seperti apa. Mau buang – buang uang atau malah menghasilkan hehe. Lagi – lagi yang saya tekankan itu seperti poin sebelumnya “menikmati momen” tersebut. 

Give me time, and i'll give your revolution (Alexander McQueen)
------

yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

Semoga menginspirasi!


Share
Tweet
Pin
Share
6 comments

Dapat ide malam tadi, langsung coret – coret dan mapping untuk artikel ini. By the way, judul diatas yang merupakan lagu yang dibawakan Bruno Mars sebenarnya kurang nyambung sama tulisan ini. Hanya kebetulan momen idenya muncul pas lagu ini lagi terdengar dari radio tetangga. Masa sih ? 

Kemarin, saudara jauh dan teman masa TK saya datang untuk silaturrahim ke rumah nenek. Kebetulan lebaran tahun ini saya mudik, sedangkan tahun lalu saya berlebaran di Pekanbaru karena momennya rada bentrok dengan jadwal KKN kampus. Seperti biasa, teman lama yang cuman bisa chatting – chattingan tiba - tiba ketemu langsung terus jadi excited, saya tipikal kurang begitu suka foto pribadi kalau ga dipaksa. (Masa sih?!) ditodongin foto sama doi buat update di path. Kebiasaan deh haha, nah si sahabat kecil ini cerita kalau dia lagi galau banget sama pekerjaannya. Mengingat dia sudah kelar kuliah di kesehatan yang memakan waktu lebih cepat dari saya ( 3 tahun ) nyari kerjaan ga semudah yang dipikirkan. Apalagi banyak syarat sertifikasi ini dan itu, belum lagi uji kompetensi ini dan itu.

Banyak cerita yang saya dengar dari beberapa teman, bahwa pekerjaan saat ini banyak sekali aturan – aturan baru yang membuat kita harus banyak mempersiapkan banyak hal. Kalau dulu jaman – jaman, melamar pekerjaan ga pake TOEFL, sekarang semua perusahaan multinasional udah mewajibkan melampirkan sertifikat ini dan itu. Wajar sih syarat itu, alasannya karena kita sudah masuk MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Belum lagi ada sertifikasi ini dan itu, gelar baru untuk keprofesian. Ketika lulus sarjana mengambil gelar profesi, bukan hanya didominasi tenaga kesehatan tapi juga beberapa ranah lain, seperti guru, jurnalis dan lainnya saya belum banyak dapat gambaran. Bahkan mungkin jurusan saya akan ada dikemudian hari, walau untuk uji kompetensi sudah ada walau belum merata. Mau ga mau menuntut kita para generasi muda angkatan 90an yang dikatakan sudah masuk dalam ledakan bonus demografi harus kudu persiapan ekstra. 

Kalau dihitung – hitung Indonesia lebih kurang memiliki jumlah penduduk 250 juta jiwa, termasuk yang terbesar nomor 4 di dunia, dengan penyebaran 49,7 % di kota, dan 50,2% di desa. Artinya lebih banyak warga di desa. Belum lagi, yang hanya melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah hanya sekitar 1% saja dari jumlah penduduk Indonesia. Saya selalu bilang ini ke teman – teman dekat untuk semangat berkuliah, karena kita tergolong “orang – orang yang beruntung”. Karena masih ada teman – teman muda lain yang masih belum bisa menikmati bangku perkuliahan, apalagi saya menyaksikan sendiri di kampung saya, masih banyak yang putus sekolah. Sedangkan populasi muda mudinya 66,5% itu artinya, persaingan pekerjaan cukup sulit bila tidak diiringi dengan keterampilan dan pengalaman yang mumpuni untuk berada posisi tertentu yang kita inginkan.

Hikmahnya, jangan dibully teman yang belum dapat kerjaan apabila dia udah sekeras tenaga mencari pekerjaan apalagi sampai bertahun – tahun, tapi di nasehati agar semakin meningkatkan kualitasnya dan juga dibantuin cari kerjaan. Emang gelar pengangguran enak apa ? -_- kasian kan. Tapi memang begitu kondisi kita. So, dengan kehadiran teknologi sebenarnya banyak lapangan kerja baru yang bisa kita kembangkan bahkan menjadi self-employed menjadi pekerjaan cukup menjanjikan sekarang. Untuk standar gaji bisa sampe UMR tapi kerjaannya di rumah dan suka – suka. Siapa yang gak mau ? Btw di jaman ini kita disini dituntut untuk bersinar “ menonjolkan diri” dalam arti menunjukkan secara penuh potensi kita yang unggul, ga bisa setengah – setengah. Kalau setengah, bisa kelindes sama yang lain udah 100% + keahlian – keahlian lain. Di jaman ini, kita dituntut jadi orang multi skill. Dalam pengertiannya, punya kedalaman passion yang baik secara menonjol, tapi juga ada nilai tambah lain yang membuat kita tampak jadi kombinasi unik dan istimewa. 

Ini baru intro loh. Lalu apa hubungannya dengan sekolah dan bekerja. Ini jadi makanan pikiran dilemma buat teman – teman yang baru lulus atau akan lulus. Selalu begitu, ketika share link – link beasiswa memenuhi beranda – beranda sosial media, belum lagi ngeliat teman udah check in mentereng di perusahaan gede, sama pamer gaji atau mungkin bagiin thr dan terakhir bukber kemarin haha. Benar gak ? 

Gimana tidak membuat kita bertanya dalam hati, kemana sih arah tujuan saya ? 
Kita asik mendengar banyak petuah, dari dosen, guru, orangtua, calon mertua (#bisajadi) atau mungkin paling sering obrolan teman – teman. Kalau saya sendiri kalau udah ke kampus ngurus bimbingan ini itu, liat teman – teman yang udah kelar tingkat dikit lagi revisi semua pada nanya, 

“abis ini elu kemana ?”

Ada yang jawab kerja dulu, meditasi dulu, pengen lanjut sekolah, bahkan bilang nyiapin lamaran atau akad nikah. Hahaha. Beragam jawaban yang hadir di sesi pengambilan keputusan paling rawan ditengah usia menuju dewasa. Saya pernah menulis sebuah artikel renungan di tumblr, melatioctavia.tumblr.com. , bahwa nilai keputusan kita setiap tahun itu berbeda beratnya setiap jenjang usia. Seperti layaknya teman – teman yang memiliki keinginan dan bahkan sudah menjalani S2 S3 atau bekerja, keputusan – keputusan yang hadir kala itu adalah keputusan berat dan tidak bisa kita bandingkan. Setiap kita punya jalan masing – masing dengan kesulitannya sesuai apa yang kita pilih.

Nah, timbul seringkali perbandingan atau debat yang sering terjadi di ranah ini. Teman – teman yang bekerja atau berpenghasilan (wirausaha) sering judging teman – teman yang mengambil kuliah lagi bahkan tinggi – tinggi bahwa ia tak memiliki skill lapangan layaknya yang bekerja, begitu pula yang bekerja yang berkutat pada jam dan waktu yang padat tak bisa menikmati hidup dibanding study hunter yang mendapatkan beasiswa + dapat jalan gratis ke luar negeri atau kota – kota lain. Banyak yang bilang keputusan sekolah lagi itu merupakan pelarian sulitnya mencari kerja, atau juga ada kesempatan emas dapat beasiswa, atau juga memang pada kenyataannya memang merupakan bagian dari planning cita – citanya harus melewati jenjang master.

Apapun pilihannya, baik itu sekolah ataupun bekerja sama – sama pilihan yang baik. Tak perlu kita saling banding membanding, karena apply-ingnya sama –sama susah. Ini kutipan inspiratif yang saya dapat dari kak Faldo Maldini, orang inspiratif dari kampung sebelah (Sumatera Barat), Founder PulangKampung.com, waktu hadir mengisi acara seminar ke Pekanbaru. Orang yang apply S2 harus melewati serangkaian tes yang tentunya beda dengan tes jaman kuliah strata satu, apalagi applying beasiswa berbagai tahap demi tahap, baik adminsitratif, kemampuan bahasa dan lain – lain. Sama halnya bekerja, sekolah lagi juga ada interview kemana arah riset yang akan dituju, kontribusi apa yang diberikan untuk ilmu pengetahuan.

Nah syukur – syukur kalau dapat beasiswa diluar negeri, kita juga bisa nabung dikit juga buat emak abah di Indonesia dari hasil penghematan atau kerja kecil – kecilan, (P.S Walau beberapa beasiswa tidak membolehkan bekerja part time). Dan kita tentu tahu kurs nya berbeda jauh dengan Indonesia, kalau mungkin kita bisa ngemat beberapa dollar yang kalau di tempat kita sekolah hanya bisa beli buku dan makanan dalam sebulan, tapi kalau kita kirim ke Indonesia bisa bisa setara gaji UMR penduduk Indonesia. *pembaca langsung ngitung pake kalkulator*

By the way, sebelumnya saya pernah tulis mengenai ini. Tentang keputusan mengambil sekolah ke luarnegeri dan juga memilih untuk menjadi pengusaha. Semoga bisa membuka pikiran kita untuk pertimbangan – pertimbangan sulit di Quarter Life Crisis ini.

Baca : Pengusaha VS Executive Muda
Baca : Haruskah Kuliah ke Luar Negeri ?

Nah yang bekerja, terus asah potensi diri. Di ranah karier pekerjaan godaan yang paling sering hadir adalah “zona nyaman”. Di zona di mana bekerja sudah menjadi kebiasaan, gaji semakin bertambah, seringkali membuat kita jadi stay di lingkaran itu saja. Sehingga sulit keluar untuk hal – hal baru, apalagi kalau udah ada tawaran untuk menambah ilmu lagi alias sekolah, sulit sekali.

Pesannya adalah jadikan kehidupan kita penuh warna dengan hal – hal baik, menabung kebaikan dengan warna yang beragam. Jangan biarkan dataar dan ga ada sensasi alias just flat. Bukankah kita bekerja untuk bermanfaat bagi orang lain  ? Bukankah kita juga berilmu untuk memberikan kontribusi untuk kebaikan kita bersama agar umat tidak tersesat pada kebodohan dan mendapatkan cahaya pengetahuan. Gimana dong kalau ga ada penelitian ? Kita ga akan mungkin menikmati internet, kecanggihan yang saat ini kita dapatkan, berbagai kemudahan – kemudahan yang hadir saat ini tanpa ilmu pengetahuan.

Yang sekolah tinggi bukan mendapatkan gelar menjadi tujuan, melainkan jadi apa gelar tadi untuk kemaslahatan umat. Begitu juga yang bekerja, baik itu cucuran keringat dan pikiran apakah itu baik ? apakah itu bermanfaat bagi orang banyak ?

Saya ingat pesan guru terdekat saya, seseorang yang pertama kali membawa saya dalam keadaan hijrah saat ini. “Biarkan mencari pengetahuan dan ilmu karena Allah menjadi tujuanmu, InsyaAllah urusan duniawi (harta, kemudahan dan lain - lain) Allah sendiri nanti yang urus, mereka akan datang bukan kamu yang mencari anakku,”

Intinya apapun yang pilih jangan biarkan ada yang terluka, jangan biarkan hatimu terzalimi  karena tidak setuju dengan barangkali pilihan atau restu orang – orang terdekat, tapi jangan pula egomu membuat oranglain jadi yang terluka. Sebaik – baiknya pilihan adalah pilihan karenaNya bukan mengatasnamakanNya dalam “ego” kita atau ego orang lain.

Apapun pekerjaanmu sekalipun itu hanya sekedar berjualan bakso, guru kecil, dan ya mungkin secara nilai mata uang yang diperoleh tidak sebanding dengan pekerjaan lainnya niatkan saja karena Allah. insyaAllah keikhlasan tersebut akan tercatat surga. Kemudahan dan ketenangan hidup di dunia itu lebih utama ketimbang banyak harta tapi resah karena banyak musuh. Selalulah berbenah diri, bahwa kita di dunia ini sudah memiliki perannya masing – masing tergantung peran mana yang ingin kita mainkan.
Lalu saya kutip dengan ending-nya lagu mas Bruno,

Cause you’re amazing, just the way you are :D

Baik para ciwi atau cowo

*** 
Yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Semoga Menginspirasi!

Referensi Data :

Badan Pusat Stasistik
Indonesia Investements.com
Kompasiana
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
     

        Pernah nonton film X-Men ? Ini film besutan marvel yang digandrungi menceritakan tentang manusia super karena gen yang termutasi. By the way, disini saya tidak akan menceritakan isi filmnya. Tapi mengenai benang merah yang saya temui hampir diseluruh cerita *kelihatan banget saya penyimaknya* haha. Konflik yang terjadi seringkali berkaitan dengan diri pribadi, alias penerimaan atas diri yang “berbeda” dengan manusia lain. Sehingga karena tidak menerima diri tersebut, sulit untuk mengontrol diri hingga timbul kekacauan.

Tulisan ini sebenarnya hasil riset kecil yang saya lakukan untuk saya pribadi untuk menasehati saya, dan juga beberapa teman yang seringkali diajak diskusi ketika mengalami permasalahan. Banyak hal yang baik itu kegagalan, penolakan, hal – hal buruk yang terjadi di sekeliling kita dan terjadi pada kita membuat seringkali kita menyalahkan diri kita sendiri hingga timbul rasa “ketidak menerima”. Itulah seringkali yang terjadi di era sekarang, ketika banyak kasus – kasus bunuh diri yang terjadi belakangan ini oleh para pemuda, karena adanya tekanan yang timbul dari segala permasalahan yang terjadi disekelilingnya sehingga merasa pribadinya “tidak berguna”, tidak menerima hal yang terjadi. Bahasa kasarnya, menjadi pribadi yang “tidak bersyukur”.

Mengapa “Self Acceptance” itu penting ? 

Dalam dunia psikologi pasti kita akan mengenal hal ini. Tonggak dasar dari manusia ketika mengetahui hakikat kehidupannya di dunia pasti tentu akan mudah baginya untuk menerima diri sendiri baik itu atas kekurangan dan kelebihannya. Episode – episode dalam hidup kita sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa sehingga kita sebagai manusia bertugas untuk menjalankannya sesuai peran yang sudah diberikan, namun yang jadi pertanyaan ? Tahukah peran kita ?

Dalam riset kecil yang saya lakukan, self acceptance merupakan suatu proses melihat hidup sebagaimana adanya dan menerima secara baik disertai rasa percaya diri dan bangga. Ketika kita mampu melihat diri kita secara positif dan baik, akan lahir kekuatan murni yang super untuk menjadikan diri kita hebat. Salah satu contoh peran di Film X-Men, Raven merupakan mutan yang memiliki tubuh asli yang berwarna biru yang tak seperti manusia pada umumnya mengalami gejolak batin dan ingin sekali diterima oleh orang lain. Ada konfilk disini, bagaimana ia menerima dirinya ? Baik itu dari sudut pandang positif apa negatif?

Satu catatan lagi, ketika lingkungannya menerima dirinya, manfaat akan mudah didapatkan. Seperti film series terbaru, X-Men Apocalpyse, Raven mau menjadi pengajar ketika seluruh siswa Xaxier School menerima ia dan mengaguminya. Itu juga kenapa dibutuhkan dukungan yang lebih kepada orang – orang istimewa di sekitar kita, misalnya orang – orang berkebutuhan khusus, orang – orang yang mengalami kejadian luarbiasa (penyakit kronis, gangguan jiwa dll) karena dengan penerimaan yang berbeda ia akan memberikan sesuatu manfaat yang lebih bagi orang lain, mengaktifkan kekuatan supernya di dalam dirinya.

Mencintai diri sendiri (self acceptance) maksudnya adalah penerimaan atas diri sendiri, atas kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), begitupun atas keadaan/kondisi yang ia dapati. Harapannya, dengan adanya menerima diri sendiri sepenuhnya, kita lebih bisa lebih dan lebih bersyukur kepada Sang Pencipta.

Self acceptance dapat menjadi obat bagi kita yang kurang percaya diri, karena pada dasarnya setiap manusia tentu memiliki strength dan weakness dan itu juga berlaku bagi diri kita sendiri. Self acceptance juga bisa membuat siapa saja menjadi bersahabat baik dengan diri sendiri sehingga tidak perlu berperang dengan diri sendiri karena merasa tidak pernah puas atas diri sendiri.

Apa yang membuat penerimaan diri terganggu ?

Adanya kejadian buruk yang terjadi, kesedihan yang amat sangat, tekanan yang luarbiasa, kejadian traumatis, sikap orang lain terhadap seseorang dan kebiasaan – kebiasaan buruk yang terjadi pada diri kita yang berakibat tak baik dikemudian hari. Ini saya kutip dari ummi online, oleh seorang psikiater bernama Dr. Suzy Yusna Dewi, SpKJ (K), ia psikiater dari Talenta Center mengungkapkan hal ini, pentingnya kita mengubah pola pikir dan mulai meningkatkan penerimaan diri.

  • Catat kelebihan dan kekurangan diri. (kembali mengenal diri sendiri) 

Dengan kita mengetahui dan mencatat kelebihan dan kekurangannya, kita belajar untuk makin mengenali diri sendiri. Bagaimana bisa menerima keadaan diri jika belum mengenal utuh siapa diri kita?

  • Berfokuslah pada kelebihan, bukan pada kekurangan!

Kita seringkali mendengarkan banyak hal negatif tentang diri kita daripada hal positif. Kita juga seringkali menilai orang lain sehingga kita hanya fokus pada memperbaiki diri kita menurut oranglain ketimbang fokus pada kekuatan diri sendiri “Good Different” dalam diri kita.

  • Buatlah Goal Setting!

Apa sih yang kita inginkan untuk diri kita? Kebanyakan orang lebih senang mengeluh apa yang tidak dimilikinya daripada berusaha untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Tulislah hal-hal yang kita ingin peroleh dalam waktu dekat! Misalnya: saya ingin rutin berolahraga dan mengurangi lingkar perut dalam 2 bulan, saya ingin bisa membaca Quran lancar bulan ini, saya harus belajar berani tampil di depan umum, saya harus menyelesaikan membaca dua buku pekan ini. Dengan demikian, perhatian dan energi kita akan terpusat pada hal-hal yang kita inginkan, bukan pada yang tidak kita sukai, sehingga yang datang adalah apa yang kita pikirkan.

  • Bergaul dengan orang yang “lebih susah”

Banyak orang yang lebih sulit kondisinya daripada kita. Misalnya, tertimpa penyakit, dililit utang, sulit memperoleh keturunan, dsb. Dengan bergaul dan menjalin silaturahim dengan mereka, kita akan semakin menyadari, betapa kita tidak pantas mengeluh. Ini yang terjadi pada diri saya sebelumnya, apabila terjadi sesuatu yang kurang baik dalam diri saya, saya akan pergi keluar memandang lebih luas melihat orang – orang yang tidak seberuntung saya, disitu akan muncul diri kita yang lebih memahami dan menerima, satu lagi pribadi yang bersyukur.

  • Awali dengan bersyukur!

Bersyukur merupakan kunci penerimaan diri. Maka awali segalanya dengan mensyukuri apa yang kita peroleh hari ini! Bukankah kita masih bisa bernafas? Masih bisa makan? Apalagi yang kurang?
 “Bila kita belum selesai tentang diri kita, bagaimana kita bisa bermanfaat dan menyelesaikan permasalahan orang lain?”
----------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

Keep Inspiring!

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Voila, akhirnya hadir setelah hampir sebulan jurnal ini sepi dari postingan rutin. Beberapa hari yang lalu terjadi trouble pada website yang menyebabkan laptop saya tak bisa mengakses website sendiri. Saya kemudian berkutat pada IP Address, command prompt dan bahasa alien lain yang sudah sekian lama absen dari rutinitas ubek – ubek coding men-coding, terkecuali coding – coding (baca: kode) pak dosen biar cepat  - cepat ACC Skripsi hehe. Begitulah. 

Saya pribadi masih rutin menulis di tumblr atau beberapa laman lain, yang orang bilang banyak amet. Namun, saat ini tulisan – tulisan itu berada di tumpukan folder yang harus di posting satu persatu, ada sekitar delapan tulisan di writing challenge Ramadhan kali ini yang belum terposting. Saya minta maaf sebelumnya karena saya sempat demam tinggi tiga hari ditambah bolak – balik revisi dan mempersiapkan segala keperluan riset yang menguras tenaga dan hati. (Duh ini penulis alasannya banyak amet). Pada intinya saya mohon maaf,spesialnya untuk Meri dari Gorontalo yang sudah menjadi penyimak setia jurnal ini, dan sedikit sharing di beberapa media sosial lain, dan rela ngirimin e-mail nanyain “Kaaa mana update-annya,” . Ini pelajaran bagi saya bagaimana saya bisa konsisten ditengah segala permasalahan yang hadir baik itu bisa diprediksi dan tidak.

“Keterbatasan itu sebenarnya pijakan untuk melompat lebih tinggi, namun seringkali juga dijadikan alasan untuk tidak melakukan perubahan sama sekali”

Kata – kata ini yang menjadi teringat belakangan ini sehingga sepertinya patut kita diskusikan. Di minggu ini saya masih menuntaskan dua buku yang seringkali menampar diri saya, yakni Buku The 7 Habit Highly Effective karya Stephen Covey dan buku #Sharing Handry Satriago. Barangkali saya termasuk telat membaca buku ini dibanding teman – teman lainnya, mengingat buku dalam list incaran ini cukup sulit didapatkan. Entah mungkin karena laris, satu lagi agak menguras kantong. Untung saja buku kedua #Sharing bisa saya pinjam di perpustakaan kota. Dua buku ini menginspirasi saya, memahami keterbatasan. Sebenarnya bukan terbatas, melainkan diri kita sendiri yang membuat batas dan perbandingan. Kekayaan, kemahsyuran, kepintaran. Keterbatasan yang kita buat sendiri (mental block).

Baca juga : tulisan mengenai ‘mental block’

Banyak orang – orang sukses saat ini lahir dari keterbatasan yang mereka miliki dari kebanyakan orang. Bisa kita lihat biografi dan milestone orang – orang sukses, bagaimana tahap demi tahap mencapai suksesnya. Banyak dari mereka yang mengalami berbagai ujian demi ujian dalam hidupnya, dan karena keadaan itu ada hasrat dalam diri mereka untuk berubah, ingin mengubah hidup, ingin merasakan yang lebih baik. Itu kenapa keterbatasan seharusnya menjadi hal yang patut kita syukuri sebagai ujian yang Allah berikan pada kita yang mengatakan bahwa kita “istimewa”. Bukan hanya bercerita mengenai keterbatasan fisik, melainkan juga keterbatasan yang kita anggap menjadi hal yang tantangan menuju jalan impian kita, misalnya mengenai keuangan, keharmonisan, sikap, karakter, masa lalu. Batas yang kita anggap kita kurang dibandingkan oranglain.

Saya ingat sekali, saya menjadi sering sekali berkunjung di pusat konseling sekolah sejak saya duduk di sekolah menengah pertama. Dimana pertama kalinya saya menemui banyak permasalahan remaja, dan saya menjadi korban atau penengahnya. 
“Waah, ga nyangka melati masuk ruang BP wooii, pasti gara – gara si fulaan” 

ini beberapa tanggapan yang saya dapatkan ketika terjadi kejadian itu. Saya juga bingung, kenapa saya ditempatkan diposisi itu. Jadi saksi mata momen jambak menjambak kaum hawa -_- mirip di sinetron dan ini nyata, jadi sarana curhat sana sini tentang sahabat satu dan yang lain, atau penipuan masalah uang spp yang welas kasih akhirnya teman – teman berikan ternyata kita adalah korban. Banyak saya temui teman – teman yang memiliki masalah kepribadian di masa remaja itu. Bu guru selalu cerita tentang banyak masalah teman – teman termasuk juga menjadi peramal handal (read : psikolog) ketika menebak – nebak permasalahan yang saya hadapi. Setiap saya sekolah, saya seringkali mengalami fase depresi yang sulit dikendalikan ( dulu ). Lalu kata – kata penyemangat muncul dari ibu guru yang menjadi prinsip hidup agar saya bangkit. 

“Jadikan setiap masalahmu menjadi batu loncatan kamu menjadi lebih baik anakku,” kata – kata ini yang terekam begitu manis di ingatan. Termasuk mengenai keterbatasan ini. 

Keterbatasan akan menjadi hal yang tak menyenangkan apabila kita sebagai seseorang yang memahaminya demikian, menjadikan batas itu alasan untuk tidak berbuat apa – apa, menjadikan keterbatasan sebagai keluhan kita, sehingga kita tenggelam dalam hidup tanpa risiko. 
Namun keterbatasan menjadi kado indah ketika kita mensyukurinya sebagai ujian Allah untuk kita naik kelas, untuk kita membuktikan kepada semesta kita mampu menjadi seseorang yang luarbiasa bermanfaat ditengah keterbatasan yang kita miliki.
Semoga keterbatasan yang kita miliki saat ini, sebagai upaya Tuhan mengingatkan kita untuk berjuang lebih hebat lagi. 

“Tak ada beban, tanpa pundak”
Selamat berjuang!

---------------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

semoga menginspirasi :)
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments

Wah, cukup lama ini ga rutin nulis di blog. Maafkan teman – teman, belakangan ini beberapa kesibukan melanda. Saya merasa bersalah dengan diri saya sendiri tidak dapat menuntaskan rutinitas ini. InsyaAllah akan di prioritaskan kembali. Kali ini beberapa hal yang menyita perhatian adalah edit mengedit. Bukan hanya edit naskah tapi juga skripsi. So, tentunya tiap hari saya ga pernah absen nulis.

Ada beberapa buku yang mengalihkan dunia saya sejenak belakangan ini. Ditengah arus padatnya aktivitas, saya tetap memberikan ruang setidaknya untuk bertumbuh, memperbaiki terutama nutrisi untuk otak. Nah apa itu, kemarin saya menyisakan beberapa budget jajan untuk beli buku fenomenal yang harganya yaa lumayan, tapi ga nyesel dan bikin nagih. Buku Self Driving yang ditulis salah satu mentor saya pada pelatihan Forum Indonesia Muda tahun lalu, oleh Prof Rhendali Kasali. Ada satu bab yang ngena banget nih, yakni tentang Creative Thinking selain Critical Thinking. Tapi fokus utama saya kali ini tentang kesederhanaan. Yuhuu, sederhana menjadi topic yang menarik dan sering dibahas. Bukan hanya rumah makan sederhana ya..

Saya sadar kita nih anak muda suka banget berpikir ribet, saya pun merasa saya orangnya ribet. Ketampar banget sama tulisan ini. Salah satu tulisan beliau terbit di harian kompas mengenai simplicity. Yaps simple! Anak muda sekarang gayanya suka di ribet-in. Bener gak ?
 
Suka pakai pakaian yang ribet, asesories sana dan sini, bawa barang banyaak. Ribet deh. Kalau pake gadget, semua dan segala alat bantunya baik itu charger, power bank,  fish eye, lensa ini itu, tongsis dll Semua dibawa tiap hari. Yaa ga masalah kalau semua nya dipake, tapi kalo enggak. Yaa ribet kan, mubazir. And then, saya mengalaminya. Suka ribet kalau urusan buku. Kemana – mana bawa buku ini itu, padahal belum tentu di pake pas lagi belajar, alhasil sakit punggung karena tasnya berat. Ditimbang sama beratnya bawa beras sekarung. T_T Kebayang masa depan kita jadi sakit tulang. Gaaa bangetts!

Tulisan ini selain sharing juga tamparan buat diri kita khususnya saya untuk belajar berpikir lebih sederhana, simple, singkat, ga ribet dan jelimet.
 
Saya inget kata – kata pak Hermawan Kertajaya, pakar marketing dunia yang kemarin baru – baru aja datang ke Pekanbaru ngisi dalam event Indonesia Marketeers Festival 2016

“Saya gak ngerti kenapa pak Philip Kotler suka banget ngajak saya nulis bareng buku marketing, padahal saya ga mahir bahasa inggris tapi dia seneng. Akhirnya saya nanya kenapa dia mau bareng terus sama saya, bapak itu bilang kalau pak hermawan itu orangnya easy, pikirannya simple, dan bisa menyederhanakan yang susah jadi mudah dimengerti, saya ga bisa.. makanya saya butuh orang kayak pak hermawan,”

Jleeb, itu. Orang – orang yang di cari di jaman sekarang ya gitu orang – orang yang berpikir simpel tapi kena. Mudah di mengerti, dan predictable ( menurut buku Self Driving Prof Rhenaldi Kasali), jadi pemimpin predictable itu mudah dipahami oleh para followersnya, ga labil gitu. Nah, untuk menyederhanakan sesuatu itu ga mudah. Kita harus kerja keras dan memiliki wawasan luas sehingga bisa menangani berbagai permasalahan dan juga memahami suatu hal dengan mudah dan praktis.

Albert Einstein  pernah bilang 
“Menyederhanakan sebuah pengetahuan itu membutuhkan kerja keras,”

Perlu kerja keras untuk membuat hal menjadi sederhana misalnya ketika mengungkapkan tentang konsep penelitian yang sedang diteliti kepada para penguji dan pembimbing supaya judul dan penelitiannya ga diganti. Ini case saya banget, apalagi di era globalisasi banyak istilah  - istilah baru yang muncul. Saya pun belajar di paling dasarnya supaya bisa memahami akar akarnya pengetahuan yang pas untuk penelitian yang saya sedang laksanakan.

Bayangin sekarang kalau ga ada internet, bayangkan ga ada telepon. Semua penemuan – penemuan yang hadir sekarang itu menyederhakan sesuatu. Dulu kita kirim surat berbulan – bulan dan berminggu – minggu cuman kasih kabar singkat banget. Nah sekarang, sampe ujung kulon atau ujung dunia ini kalau ada koneksi internet dan sinyal terus juga handphone atau PC yang bisa nyala, kita bisa kasih kabar apa aja dalam hitungan detik.

Penemuan yang menyederhanakan waktu kan ?
Penemuan pesawat, alat transportasi lain. Itu juga menyederhakan kerja kita kan. Semua perubahan – perubahan yang ada sebagian besar bertujuan menyederhanakan sesuatu. Menguraikan benang kusut menjadi lurus. Alias menyelesaikan masalah. Nah kalo pikiran kita udah ribet dan ruwet, berarti pikiran kita lagi bermasalah. Kepribadian bermasalah, dan cara menyelesaikannya ya kita berpikir untuk memperbaiki diri membiasakan berpikir lebih sederhana dan simpel.

Note : Buat kamu yang mau qoute keren tentang berpikir simpel dan kreatif, kunjungi link ini https://blog.slideshare.net/2014/07/14/the-art-of-simplicity


Make a change, think simplicity!
Semangat berkarya !

Share
Tweet
Pin
Share
1 comments

"Be a good listener, your ears will never get in you trouble" (Frank Tyger)
Tulisan yang sudah lama sekali ingin saya tulis. Ini nasehat untuk kita dan diri saya sendiri. Sudah lama rasanya merasakan bahwa intensitas menulis saya sedujut berkurang di blog ini lebih dari biasanya, walaupun saya menulis di beberapa blog dan media lain. Tapi ada kekecewaan sendiri sih pada diri saya terkhusus untuk blog ini. Mohon doanya device saya dalam keadaan baik sehingga bisa terus menerusnya kegiatan berbagi sedikit melalui tulisan -tulisan sederhana ini.

Menurut saya, mendengar adalah kemampuan istimewa. Kemampuan kita menurunkan ego untuk mengetahui oranglain, untuk mengetahui hal baru. Anehnya, kita seringkali tidak sadar kalau kita lebih suka berbicara ketimbang mendengar benar gak ?
Walaupun dalam data yang saya dapatkan dari 70% aktivitas komunikasi kita dalam kehidupan yang 45% nya mendengar lebih tinggi ketimbang berbicara. Tapi banyak dari kita yang memang mendengar tapi bukan menjadi pendengar yang baik.

Apalagi era gadget seperti ini. Saya sendiri pengalaman di tegur oleh kawan lama (senior) karena tak lepas memandangi handphone karena saya takut ada urusan info dadakan datang ketika ketemuan. Itu jleb banget! Di saat kita ketemu kawan jauh - jauh, susah ketemu dan berkomunikasi, giliran dikasih momen malah diabaikan. Duh ga banget deh saya kala itu. Saya berjanji dalam hati untuk lebih memperhatikan. 
Itu salah satu contoh, bahwa kita perlu dan wajib menjadi seorang pendengar yang baik.
Kenapa ?
Semua berpengalaman dari saya yang dulunya sangat sulit menjadi seorang pendengar, sulit mendengarkan dengan seksama. Sulit mencerna sehingga seringkali lawan bicara menjadi kecewa pada akhirnya. Saya juga berbicara tak berjeda, kecepatan diatas rata-rata. Namun bukan berarti sekarang sudah berubah drastis, tapi dalam proses untuk memperbaiki hal yang ga baik ini. Termasuk memberi waktu kepada orang yang kita cintai untuk bercerita, yakni orangtua kita.
Saya sulit sekali memberi waktu kala itu. Seperti remaja pada umumnya yang masing ‘ego’ tak peduli, dan hal lainnya. Beriring waktu dan sadar saya mencoba untuk berusaha menjadi pendengar yang baik. Menyiapkan telinga untuk orang lain yang perlu kita apresiasi, dukung, dan juga perhatikan. Lalu apa yang kita dapatkan ?
Cahaya ! Saya menemukan cahaya !

Saya menemukan banyak cahaya dari siapapun yang berbicara. Sejak saat itu saya percaya bahwa setiap manusia memiliki cahayanya. Cahaya yang menuntun oranglain ke arah yang lebih baik, cahaya yang bisa jadi membuat kita bahagia karena leluconnya, cahaya yang barangkali membuat kita belajar dari segala kegagalan atau kesedihan yang ia alami.
Setiap orang itu memiliki cahaya, sekalipun ia orang tua yang baru kita temui sore tadi yang tidak kita kenal. Sekalipun ia preman yang ditakuti oleh banyak orang, sekalipun ia orang yang sering diabaikan. Semua memiliki pelajaran dan itu bernilai.
Seringkali kita mengkotak - kotakan orang sehingga mengabaikan banyak hal dan melewatkan hal baik dari seseorang. Tak ada yang tak berarti tentunya.

Kita akan menyadari hal itu, ketika kita senantiasa memposisikan diri kita sebagai seorang pendengar yang baik. Itu makanya telinga kita diciptakan sepasang, karena Tuhan mengingatkan kita untuk mendengar lebih banyak, belajar lebih banyak. Indra yang disediakan Tuhan untuk mendapatkan ilmu, menemukan hikmah.

Ada empat cara menumbuhkan keterampilan kita mendengarkan secara efektif: Door Openers, dorongan minimal, frekuensi pertanyaan, dan diam penuh perhatian. Lengkapnya teman - teman bisa cari tahu di beberapa buku psikologi.

Dari referensi yang saya baca, diam itu bisa menjadi kekuatan powerful untuk orang yang sedang dalam keadaan emosi yang intens. Pernah ketemu momen kita diam sejenak, tidak ada kata - kata, namun kita mengerti akan situasi dan suasana. Diam melatih kita untuk lebih peka akan situasi, jika belum bisa melatih itu kita bisa melatihnya untuk berbicara berlahan. (referensi yang saya dapatkan dari makalah mahasiswa psikologi)

Menjadi pendengar yang baik tentu feedback kebaikan akan hadir kepada diri kita juga. Bukan hanya kita mendapatkan cahaya dan ilmu baru dari orang yang kita dengarkan, tapi juga dilain kesempatan kita menjadi sosok yang di dengar untuk bercahaya bagi orang lain. 
InsyaAllah ...

“Most people do not listen with the intent to understand, they listen with the intent to reply”- Stephen Covey


-----------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca 

Keep Inspiring!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kali ini saya merasa sedih tidak dapat memenuhi target memposting beberapa tulisan dalam hitungan bulan. Mengingat ada kerusakan device yang menyebabkan beberapa tulisan menganggur untuk diselesaikan.

Lalu tulisan ini menurut saya penting untuk disegerakan, karena takut idenya lenyap ditelan waktu. Kebiasaan saya “pelupa”.

Beberapa minggu saya internship saya menyadari pentingnya sebuah sikap. Sikap adalah masa depan.Why ? Saya masih ingat pelajaran kampus beberapa semester lalu pada matakuliah psikologi komunikasi dan teori komunikasi. Banyak sekali teori ini yang menjelaskan tentang esesnsi sikap, pengertian, dan maksudnya. Sikap adalah sebuah kecenderungan, sedangkan perilaku adalah actionnya.

Sikap menurut saya juga bicara niat, kecenderungan berpihak, berprinsip. Ingat tidak pembelajaran budi pekerti jaman sekolah dasar ? Nilai - nilai sikap menjadi hal utama, bagaimana bersikap pada orangtua, pada guru, dan oranglain. Sederhana sih?

Tapi saya merasa sikap itu penentu kesuksesan kita. Sikap itu bukan hanya menggambarkan diri kita di masa depan, tapi sebuah kunci jalur untuk menentukan arah yang tepat menuju kesuksesan di masa akan datang.
Banyak orang sudah hebat, baik itu tahta, kepemilikian harta, dan beberapa hal yang melambangkan kesuksesannya tapi ia menjadi gagal di kemudian hari karena sikap.
That’s ! Misalnya sikap tidak jujur atau sikap egois.

Yuhuu, lebih kurang yang saya maksud karakter. Kalau bahas karakter lebih luas lagi melainkan sudah mendarah daging didalam diri kita, yakni watak.
Tapi sikap itu sesuatu yang spontanitas hadir ketika saat-saat tertentu. Sikap itu memiliki beberapa komponen yaitu kesadaraan, perasaan, dan perilaku.
Sedangkan karakter sifat batin yang mempengaruhi segala pikiran, perasaan, dan hidup kita yang kemudian timbul menjadi sebuah identitas.
Ingat tidak Thomas Alva Edison yang mengatakan hanya 1% sumbangsih kesuksesan, sedangkan kerja keras dan usaha 99%. Bukankah kerja keras itu sebuah sikap diri ?

Sikap dan karakter ini komponen penting meraih sebuah pencapaian. Perlu diingat, tiap manusia tentu memiliki ketidak sempurnaan akan hal ini karena keberagaman pola pikir, perasaan, kebiasaan. Ini yang seringkali menjadi gesekan diantara kita.
Walaupun begitu, kita sedari dulu diminta untuk senantiasa bersikap dan membudayakan karakter baik. Agama kita mengajarkan kita untuk tiap hari kita belajar untuk terus memperbaiki diri kan ?

Begitu juga kesempatan - kesempatan yang berlalu begitu saja dihadapan kita karena kita salah bersikap. Kita mengabaikan, atau sikap kita membuat peluang - peluang itu menjauh. 
Maka dari itu, mulai dari sekarang kita mulai mengevaluasi bagaimana sikap kita terhadap apapun yang hadir di hidup kita. 
Jangan sampai sikap susah senyum, sikap ketus bikin kita ga jadi ketemu jodoh.#eh
Hmm, selain itu bisa saja rejeki, teman baru, proyek baru hilang husssh.. ga keliatan karena hal kecciiil banget dari sikap kita yang ga baik itu. Seharusnya dua tahun akan datang kita mungkin mendapatkan hal luarbiasa, jadi gagal deh.

Yuk perbaiki sikap, perbaiki masa depan kita :D


----------

Semoga menginspirasi :)

Yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Judul ini aneh, banyak baca masa’ jadi banyak tidak tahu. Tapi istilah ini benar bagi saya. Semakin sering saya membaca sesuatu, semakin saya merasa tidak tahu apa – apa. Weeeh benarnyaa begini toh, kok saya ga tahu ! Inilah ekspresi saya apabila menemukan hal baru dalam membaca.

Di Kongkow Nulis komunitas saya bersama teman – teman, program barter buku agaknya efektif untuk memaksa kita untuk dapat bahan bacaan baru. Soalnya ada aturan wajib menukarkan buku dalam jarak waktu tertentu. 
Begitu juga saya yang memaksa diri membeli buku tiap bulan dengan menyisihkan beberapa ribu rupiah untuk membeli buku baru, atau borong belanja buku di bazaar. Tapi karena kesibukan yang kian padat, membeli buku secara online telah mengalihkan dunia saya atas kecanggihan teknologi saat ini.

Alhamdulillah, ada lebih kurang 300 – 500 buku yang sedang dalam proses data yang sudah saya miliki. Semoga semoga bisa membuat perpustakaan sendiri. Bagi saya, buku itu adalah investasi pikiran. Kita membeli buku sama halnya kita mengambil pengetahuan yang investasinya di masa yang akan datang. Walaupun saya tahu, teman – teman lain tidak semua yang memiliki hobi mengkoleksi buku, ada yang lebih suka meminjamnya ketimbang membeli. Tapi ga ada salahnya kita membeli untuk mengapresiasi orang yang telah memberikan ilmu kepada kita melalui tulisan – tulisannya dengan membeli bukunya. Yaaa gak ?

Kita juga bersedekah, membantu warisan budaya keilmuan ini tetap berjalan. Walau kadang – kadang protes, semakin terkenal penulis favorit kita, harga buku terbaru karyanya semakin muahaal hahaha.

Mengapa banyak membaca itu harus dan wajib ?

Pengetahuan itu ga ada habisnya. Seperti yang kita sebut sebelumnya, semakin kita banyak membaca kita semakin tahu bahwa “banyak hal yang tidak kita ketahui”.

Kamu akan jadi generasi  alias kalah karena tidak membaca. Why ? Tiap hari dan tiap detik terjadi banyak perubahan disekitar kita, akselerasi kian cepat, perubahan di segala aspek seperti berpacu pada waktu. Jika kita sedikit saja telah membaca situasi, kita akan kalah. Walaupun kita tidak merasakannya.
Saya mengutip kata ustad di Islam Itu Indah, Transtv topik pagi tadi, “Ada tiga hal manusia tidak boleh puas karenanya, ibadahnya, pengetahuannya, dan sedekahnya” Lebih kurang sih begitu. Pengetahuan adalah hal yang tak akan ada habisnya, so .. kita tidak boleh puas atas ilmu yang kita miliki.

Termasuk kata seorang dosen favorit saya di semester lalu, yang jleb banget yang barangkali bisa membuat renungan buat kita semua.
 “Teman – teman dan adik – adikku (kebetulan dosennya masih muda dan single #ehem), kita itu di dunia dikasih jatah sama Allah buat sekolah loh. Ada SD- SMA terus S1, S2, S3.. Allah bakal kecewa kalau kita menyia – nyiakan kesempatan untuk jatah belajar di dunia dan ga dihabiskan. Jadi pesan saya, selama kalian belajar dan sekolah. Jangan pernah menghilangkan niat kalian melanjutkan sekolah, selagi bisa untuk meneruskan sekolah dan habiskanlah jatah itu selama kita masih hidup”
Pesan ini membekas sekali bagi saya. Karena banyak juga dari orang sekeliling kita yang mempengaruhi kita untuk udah deh, sarjana strata satu aja udah cukup, pengalaman aja yang dibanyakin. Well, dari segala pandangan orang sekitar, saya justru menemukan gairah belajar yang non stop untuk menyelesaikan sekolah sampai saya sanggup dan setinggi – tingginya. (Aminn ..) Ga harus dipaksain banget, ikutin alur yang ada, jangan sampai juga sekolah mengalahkan proritas lain seperti bekeluarga (read : menikah #ehem), aktualisasi diri (read : bekerja dan mengekspresikan diri), dan lain – lain.

Notice: Pesan juga nanti kepada siapa suami saya nantinya #uhuk, izinin umi sekolah tinggi bareng – bareng kamu ya, menghabiskan jatah belajar yang dikasih Allah. (Don’t baper ya readers >.<)

Membaca membuat kita semakin tahu bahwa kita bukanlah siapa – siapa. Semakin bersyukur dan mengakui kebesaran Allah. Bagaimana bentuk kesyukuran kita ? Dengan cara kita membaginya kepada oranglain.

Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada hasad (iri) yang dibenarkan kecuali terhadap dua orang, yaitu terhadap orang yang Allah berikan harta, ia menghabiskannya dalam kebaikan dan terhadap orang yang Allah berikan ilmu, ia memutuskan dengan ilmu itu dan mengajarkannya kepada orang lain. (Shahih Muslim No.1352)
Iri seperti ini membuat kita termotivasi untuk memberi semakin banyak dan membaca semakin banyak.
Semakin jelas masa depan kita, *iyaa masa depan kita* ( ada yang baper bisik – bisik dibelakang)


-----
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

semoga menginspirasi :D

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sebuah perjuangan yang paling melelahkan tanpa kita sadari itu adalah proses loh. Banyak dari kita yang sering melupakan elemen satu ini dalam perjuangan. Jiaah, kayak cerita jaman pahlawan yaa readers. Proses itu ada dalam segala aspek kehidupan kita. Sederhana sih membahas hal ini karena kita semua pasti menjalaninya. Kalau ada yang tidak menjalaninya, barangkali dia pake sihir atau dukun, barangkali doi keturunan pure blood / half blood bukan muggle (red: harry potter story).

Di kampus jaman semester lalu, (kalau inget semester bawaannya baper). Saya dan teman – teman belajar matakuliah perencanaan komunikasi. Kita seringkali melihat papan pengumuman, iklan dan hal yang kita lihat hanya sekejap mata seperti iklan shampoo atau iklan mastin (ekstrak kulit manggis) itu muncul gitu aja. Padahal ada proses yang cukup panjang dan melelahkan untuk bikin beberapa detik yang menggemparkan itu. Ada namanya persiapaan, riset dulu, terus konsep setelah itu ada momen dimaki – maki boss ama klien kalau ada yang ga cocok sama prosedur (ngarang deh). Pokoknya ada prosesnya.

Nah kita nih, hidup juga butuh proses. Pada dasarnya hidup kita juga sebenarnya dalam berproses *edisi sok bijaksana*. Kita punya ending hidup yang namanya akhirat. Di sanalah kita kekal abadi *kata ustad gitu.

So, kita suka lupa momen yang seharusnya kita lewati dengan baik itu proses bukan pada hasil. Kita menikmati proses agar paham makna perjuangan, paham apa yang kita jalani sampai pada akhirnya kita sampai di tujuan kita paham esensi tujuan itu apa. Ibaratnya proses dan tujuan itu kayak pasangan kekasih. Seperti kata pepatah “ Hasil tidak pernah mengkhianati proses”. So sweet kan ?

Apalagi kalau kamu yang bilang ke saya (yang baca langsung keselek biji duren).

Tapi kita sendiri yang suka lupa sama proses yang kita jalani. Ujuk – ujuk sampai tujuan, naik tangga pemenang dan pegang piala juara. Kita lupa sama orang – orang yang bantu kita buat kita naik ke tangga sukses itu. Alias lupa daratan.
Abang sepupu kece saya pernah menasehati saya ketika sarapan indah saat momen liburan ke kampung halaman, di sumatera selatan kota Palembang dia bilang gini “ Mengingat proses itu penting, mengingat masa lalu itu perlu. Karena dengan ingatan itu kamu tidak akan sanggup sombong dan angkuh karena ingat dulunya kamu seperti apa sebelum menjadi yang sekarang,” Saya langsung diem, berhenti ngunyah nasi goreng enak buatan istri doi. Buka smartphone langsung update tumblr, bikin kata – kata puitis.

Seperti yang saya pernah tulisan di postingan sebelum – sebelumnya (baca berkali-kali). Saya bilang kalau sukses kita itu adalah himpunan energi dari orang – orang kepada kita. Kita itu lahir ga ada apa – apanya loh, dikasih modal sama Allah tubuh yang lengkap dan fresh kemudian tumbuh jadi gadis cantik atau lelaki tampan berkat tangan – tangan mulia, yakni orangtua kita. Apa yang kita dapatkan adalah titipan, sama halnya dengan apa yang kita miliki sekarang (termasuk sukses). Sebenarnya yang sukses itu juga orang – orang di sekeliling kita. So, kalau kita lupa sama hal itu kita sudah durhaka dengan keadaan (*tempel sticky note ke jidat ini catatan penting).

Menikmati proses itu lebih menyenangkan karena sukses itu hanya terjadi dalam satu kejap saja. Kayak kata salah satu bapak founder twitter Bill Stone. Keringat, perasaan, daya juang itu menjadi saksi himpunan – himpunan kekuatan yang kita kerahkan untuk hasil yang membuat kita bilang, huff akhirnyaa .. atau Yes, I can do it bahkan sebaliknya, you’re failed. (Baca juga : Gagal ! Try Again !)

Hmm, begitulah sedikit cuap – cuap ala – ala bijak saya hari ini.
Semoga bermanfaat dan menginspirasi 

------ 
Note :
#ProjectBaru
Saya sedang mencoba melakukan improvisasi gaya penulisan saya untuk beberapa tulisan kedepan dan juga dalam melatih kemampuan saya dalam menulis untuk proyek dua buku baru saya tahun ini. Dalam nuansa yang lebih rileks dan fun.
Apabila tulisan diatas tidak cocok dengan kepribadian saya bisa hubungi rumah bersalin terdekat #eh

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Dari gelimang ide belakangan ini untuk sebuah tulisan, akhirnya saya memutuskan untuk memprioritaskan tulisan yang kira – kira lebih lancar tertuang, ketimbang yang memerlukan waktu untuk mengumpulkan bahan dan juga wacana yang menguatkan.

Rutinitas saat ini juga membuat saya selalu ingin mendapatkan energi baru untuk men-charger pola pikir, ketika tidak duduk diperkuliahan dalam keadaan normal, misalnya duduk menyimak ceramah dosen. Jujur saya rindu momen itu, ketika mendapatkan energi dan ilmu baru. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil frekuensi rutinitas baru yaitu baca koran dan blogwalking lebih sering haha.

Browsing internet, chatting, bersosial media merupakan aktivitas sosial anak muda sekarang. Tak jarang dari kita membagikan banyak hal di timeline atau men-retweet berbagai komentar sehingga menjadi opini public yang menyebar kemana – mana. Setiap orang bebas mengemukakan pendapatnya, terlepas dari itu benar apa tidak.

Tanpa kita sadari kita seperti orang yang seringkali menyimak hal – hal yang kurang perlu untuk disimak bahkan dikomentari. Kita lupa menfilter sehingga banyak informasi salah kemudian terbagikan ke penjuru bumi. (berlebihan) tapi memang itu nyatanya. Untuk Indonesia saja, terdapat 255 juta lebih penduduk yang 51% persennya sudah menggunakan internet aktif. Berarti ada sekitar 150 jutaan masyarakat Indonesia yang berpeluang untuk mendapatkan informasi yang sama bila sebuah berita kemudian terangkat.

Saat ini media televisi contohnya, kita bisa lihat mereka mendapatkan berbagai konten dan isu menarik diangkat berasal dari perbincangan di sosial media. Apakah itu isu tentang empat huruf yang sekarang lagi booming itu ? atau tokoh – tokoh yang kemudian tenar karena gerakan yang ia lakukan sehingga berdampak bagi banyak orang. Semua berasal dari sosial media. Kekuatan baru yang ada di era ini. Ingat bukan ? Pemilihan presiden yang hits saat ini ? Dimulai dari Presiden Amerika yang membuat strategi baru menggunakan sosial media sebagai alat campaign nya.

Ada banyak teman - teman diluar sana yang sudah melihat kesempatan ini. Kitabisa.com misalnya, atau change.org yang membuat gerakan petisi untuk menilai sebuah kebijakan atau isu yang beredar. 

Lalu mengapa kita tidak memanfaatkan kesempatan dan juga kemampuan ini untuk membuat perubahan besar. Biarpun sederhana, kita bisa memanfaatkan banyak hal untuk mengubah hal yang buruk menjadi baik, dan baik menjadi lebih baik. Kita lebih sering disuguhkan konten  konten negatif, isu yang belum tentu benar ketimbang mengabarkan hal baik dan juga menyebarkan hal baik ?
Hal simple dimulai dari kita yang membuat perubahan kecil dengan apa yang kita sampaikan di sosial media adalah hal positif. Jika perlu, buat perubahan kecil yang berdampak besar untuk membuat perubahan ga hanya di sekitarmu tapi juga orang yang menyimaknya.


Lets start now :D

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kemarin saya baru membongkar pustaka mini yang saya miliki di kamar saya. Saya baru ingat ada beberapa buku bazar yang saya beli beberapa bulan lalu dan masih dalam antrian bacaan. Judulnya menarik sejak awal saya membelinya. Save your money!

Tapi kali ini saya tidak akan mereview isi buku ini secara keseluruhan, melainkan mengambil point of view mengenai finansial. Saya sadar topik finansial itu sering sekali kita lupakan loh, terutama bagi anak muda yang masih tanggungan orang tua. Tak jarang dari kita yang orangtuanya ketika kita kecil lupa menanamkan pengetahuan bagaimana mengatur uang dengan baik. Jujur, masa lalu saya berkaitan dengan hal ini. Bukan saya, tapi keluarga saya. Saya belajar banyak dari pengalaman yang terjadi dahulunya untuk saya di masa yang akan datang.
Mengatur keuangan itu, dimulai dari kebiasaan sejak kecil loh, bila kita tak mempunyai mindset benar dan utuh tentang apa itu uang dan pengelolaannya, kita akan sulit mengatur uang kedepannya. Alhasil, akan timbul rasa tidak nyaman dalam hidup. Benar gak ?

Ingatkah kamu, faktor utama motif bunuh diri yang ada di Indonesia ? Ekonomi yang sulit. Faktor perceraian ? juga
ekonomi keluarga. Banyak sekali berita mengenai hal ini, yang ujuk – ujuk beralih ke masalah ekonomi.
Barangkali karena saya sudah banyak belajar dari kesulitan ekonomi yang pernah keluarga saya alami membuat saya jadi pribadi hemat, perfeksionis masalah ini.

Sebagian besar financial book yang tersebar di manapun, pasti membahas satu poin yang urgent yaitu Utang. Utang menjadi topik pembicaraan yang paling banyak babnya, termasuk di buku Save Your Money.

Menurut saya, utang itu menular. Ketika kita melihat teman lain melakukan, kita juga tak sadar terpengaruh untuk melakukan juga. Satu hal lagi, kita tanpa sadar juga ter-edukasi dari lembaga keuangan kita bukan ? Bank – bank berlomba – lomba menawarkan kartu kredit, menawarkan paket KPR, dan jenis produk bank lain yang berbasis utang – piutang. Kartu kredit selalu di promosikan lebih easy, banyak diskon, mudah, murah, keren dan banyak label menarik yang membuat siapa saja terpincut.
Tanpa sadar, kita sendiri tersugesti untuk melakukannya alias memiliki. Baik itu kepada teman sekitar, orangtua, teman kantor, dan berbagai lingkaran pertemanan kita.

Apa sih itu utang ?

Dalam buku yang saya baca, orang yang berutang menandakan ia tidak mampu mengelola keuangannya dengan baik, artinya pengeluaran lebih besar daripada pemasukan. Solusinya yaa berhutang. Bahkan ada juga mungkin karena sudah kebiasaan, dia memiliki uang, tapi karena ia ingin hemat dan mungkin tidak ingin ribet dia melakukan hutang. Ketika saya SMA saya juga menemukan beberapa orang yang memiliki habits seperti itu, walaupun hanya sebentar. Misalnya ke kantin, dia meminjam uang kemudian ia mengembalikan ketika di kelas. Selalu begitu. Saya melihatnya sudah menjadi habits yang ia lakukan dan tanam. Percaya gak kalau hutang itu habits ? Saya percaya, berhutang itu candu. Candu yang berbahaya.

Saya ingat almarhum ayah saya yang selalu mewanti – wanti saya untuk tidak menjadikan itu kebiasaan, yang barangkali menjadi tertanam di diri saya. Jika memang tidak perlu sekali, tidak usah berhutang. 

“Berhutang membuat hubungan yang sudah dibangun jadi renggang, segan, gengsi, tidak mulus seperti apapun. Kamu lihat A dulu dengan B baik sekali, sampai pada akhirnya si A berhutang cukup banyak. Yang dulunya sering berkunjung, main ke rumah. Akhirnya jadi lost kontak dan jarang lagi ketemu. Walaupun utangnya sudah lunas” saya ingat persis ini yang ayah saya katakana ketika dulu. Saya sangat takut, baik itu saya memberi bantuan berupa hutang ataupun saya yang berhutang, hubungan saya bersama teman menjadi rusak, tidak enakan dan rengang. Saya tidak ingin. Saya sadar mungkin teman saya ada juga yang men-stigma kan saya susah banget dipinjemin. Karena prinsip saya kalau memang butuh, saya akan berikan Cuma – Cuma bukan pinjam. Saya takut sekali, apalagi kapan kita mati itu rahasia Allah, saya tidak ingin merepotkan oranglain dengan utang – piutang saya di dunia nantinya. Baik itu oranglain yang berhutang atau diri kita.

Kutipan yang benar – benar menginspirasi di buku “save your money”
“Yang terpenting bukan seberapa besar yang anda dapatkan / hasilkan, tetapi apa yang anda lakukan dengan itu dan bagaimana anda menggunakan dan mengaturnya”
Saya ingat pesan sahabat nabi, bagaimana menilai seseorang yang pernah saya post sebelumnya ?
Melakukan perjalanan jauh, bermalam bersamanya selama tiga hari, dan melakukan bisnis dengannya (melakukan transaksi ekonomi dengannya).

Jangan sampai ketika kita memiliki kebiasaan itu, kita kehilangan teman bahkan saudara kita karena salah –salah mengelola kepercayaannya.
” Utang adalah uang yang bukan miliki kita dan harus dikembalikan. Seberapa pun besarnya uang yang kita milki akan habis jika hutang kita lebih besar” di halaman 8 buku  Save Your Money,

Review lebih lanjut bisa dibuka di sini : Save Your Money – Bebas Utang Banyak Uang 

Sebenarnya Allah sendiri menjanjikan rejeki yang lancar lagi baik dalam Al-Quran bagaimana cara mendapatkannya. Ibu saya pernah bilang “Bukan banyaknya harta, tapi berkahnya ia,”Biar uangnya banyak tapi ga berkah, banyak kesulitan, kesehatan tak baik, orang membenci kita, banyak kesusahan lain kita miliki bisa jadi harta yang kita miliki tidak berkah. Biarpun cukup pas – pasan, tapi hati kita lapang, jika berkeinginan ada saja jalan Allah memberikan kita rejeki. “

Ini jadi pegangan saya kemanapun. Alhamdulillah, saya hidup cukup baik. Saya menjadikan hati lapang dan teman banyak adalah pelengkap kebutuhan luarbiasa yang saya inginkan.
Bila saya sedang dalam keadaan susah, baik kekurangan uang atau kesulitan lain. Saya mencoba untuk evaluasi, gimana ibadah saya, ngaji saya, atau saya kurang sedekah barangkali, atau saya bikin dosa besar. Buku – buku seperti karya Ippho santosa, Yusuf Mansur, dan konsep keuangan dalam islam menginspirasi saya berprinsip demikian.

Pasti ada penyebabnya Allah mempersempit rejeki kita, nah itu yang kita telusuri kenapa. Apa karena kita malas berburu rejeki , atau mungkin kurang berbagi dan lupa berzakat.
Bagi mahasiswa dan para pelajar, belajar sedari dini untuk menghasilkan sesuatu agar terbiasa untuk tidak bergantung dengan oranglain, dan jangan membiasakan untuk menunda membayar sesuatu atau berhutang. Walaupun itu uang orangtua kita, misalnya nunggak uang SPP, kost-kostan dan masih banyak lagi. Secara ga langsung kita membiasakan diri kita untuk hal yang tidak baik dan pengaruhnya nanti ketika dewasa kelak dan menjadi orangtua.
-------------------------
Semoga menginspirasi,
Yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca
Nasehat buat diri penulis juga
Save your money !
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Sudah hampir satu bulan saya saat ini merasakan oase dunia yang sebenarnya alias dunia kerja. Walaupun sebelumnya ketika awal perkuliahan saya sudah bekerja sama halnya saat ini. Ada dinamika berbeda yang saya hadapi. Setiap pekerjaan itu memiliki style yang berbeda, kedisiplinan, baik itu waktu, aturan – aturan, budaya kerja. Tergantung dengan menjadi acuan atau target dari program kerja. Well, sejauh ini pekerjaan yang saya geluti sebelumnya hanya ketat di perkara deadline, maklum wartawan. Tapi untuk budaya dan suasana kerja sangat fleksibel. Kita bisa merasakan hal menyeramkan kalau dalam situasi konflik, atau merasakan kekenyangan kalau ketika menghadiri acara yang mengundang wartawan hehehe.. pengalaman.
Tapi kali ini saya diberikan momentum yang sangat berbeda dari sebelumnya. Harus tepat waktu, disiplin dengan jam kantor yang padat dan lembur. Lalu menjadi sosok "power ranger's". Saya menyadari bekerja dibidang bisnis dan marketing itu adalah sosok power rangers, yang harus siap menjadi apa saja.
Seperti beberapa minggu belakangan, saya harus berganti jubah menjadi dokter, perawat, terkadang jadi MC dan juga guru TK. Yups, cukup menyenangkan.

Nah, sampai akhirnya saya menyadari mengapa berorganisasi itu sangat penting dan perlu. Dimana banyak dari kita yang masih asik dengan aktivitas yang kaku. Alias diem dirumah pasca pulang dari kampus dan sekolah. Ketika kita berada di dunia sebenarnya, ketika kita tak memiliki kemampuan soft skill untuk berkomunikasi, percaya diri, mengorganisasikan sesuatu. Saya tidak dapat membayangkan apa yang terjadi dalam diri kita bila kita tidak memiliki pengalaman berorganisasi apapun. Walaupun pekerjaan yang kita geluti sangat menarik dan sangat dekat dengan jiwa atau passion kita.

Saya sadar bahwa ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan di organisasi lebih aplikatif ketika saya bekerja. Baik itu perusahaan besar ataupun startup yang masih merintis. Ketika berorganisasi kita belajar untuk berhadapan dengan dunia nyata, setidaknya dalam konflik nyata yang minimalis di lingkaran kecil kita. Baik itu konflik kecil bersama teman satu divisi, barangkali dengan ketua, atau dengan keluarga karena apa yang dikerjakan. And then, semuanya bakal dirasakan ketika memang sudah didunia nyata. Kita diberikan tanggung jawab baru, yakni menjadi dewasa dan juga diri sendiri. Kita diberi tantangan untuk menjadi diri yang terdidik, bermoral, santun. Attitude adalah pelajaran berharga yang seharusnya di dapatkan, tapi sayang pembelajaran ini hanya di dapatkan di keluarga, gitu kata Ibu saya yang sering menasehati saya. Jika pun ada dalam organisasi atau pun pendidikan formal sangat sedikit sekali penerapannya, lebih banyak teori – teori yang kita dapatkan.

 
Dunia sebenarnya kejam ? 
 
Stereotip yang sering dikatakan banyak orang. Yaaps, kejam bagi orang – orang yang tidak mempersiapkan diri dari awal. Bagi orang – orang yang sudah berpikir maju selangkah, ia sudah mempersiapkan diri dengan berlelah – lelah dan berletih – letih untuk mencari pengetahuan lebih banyak ketimbang orang lain. 

Tantangan ini dinamis, semakin lama kian menarik. Kita sebagai pemuda masa depan harus ekstra lebih keras jika tidak ingin ketinggalan. Berita seliweran tentang PHK besar – besaran, teknologi yang menjadi teman, dalam isu seringkali menjadi menjadi momok menakutkan untuk menggantikan tugas manusia.
Kreativitas, inovasi, dan nilai yang menjadi penyelamat itu, tidak akan mudah dimiliki bila tidak dalam usaha keras untuk mendapatkannya. 
 
Biar deh orang bilang kita sok sibuk dengan kegiatan, biar deh orang bilang kita terlalu serius, biar deh orang lain mengatakan ini dan itu tentang apa yang kita jalani.

Toh, hidup kita yaa kita yang menjalani seperti apa. Mau kita kedepannya sukses dan mudah dalam hidup ? atau dalam gelimang penyesalan.
Yuk, kita siapkan masa depan mulai dari sekarang. Bagi kita yang belum sadar walau sudah berada di dunia sebenarnya, ayo segera bangun. Jika ingin mimpinya terwujud.


Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Newer Posts
Older Posts

ABOUT ME




Hi, I'm Melati Octavia

Welcome Readers! I'm in love with books, creativity, and think about people. This is my journal and story of my life!
Happy Reading!

Read More>

Follow Us

  • LinkedIn
  • Youtube
  • Facebook
  • Twitter
  • Pinterest
  • Instagram

Labels

Artikel Choice community development Self Improvement Self Reminder Tulisan Young Mindset

My Pageview

Melati's books

Menulis: Tradisi Intelektual Muslim
Indonesia Mengajar
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
Harry Potter and the Prisoner of Azkaban
Harry Potter and the Deathly Hallows
Harry Potter and the Goblet of Fire
Harry Potter and the Half-Blood Prince
Harry Potter and the Chamber of Secrets
Harry Potter and the Order of the Phoenix
The Tales of Beedle the Bard
25 Curhat Calon Penulis Beken
7 Keajaiban Rezeki
Dasar-Dasar Menulis Karya Ilmiah
Notes from Qatar 2
Kuliah Tauhid
99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa
Habibie & Ainun
Summer Breeze: Cinta Nggak Pernah Salah
Menyimak Kicau Merajut Makna
Berani Mengubah


Melati Octavia's favorite books »

Blog Archive

  • ▼  2022 (8)
    • ▼  Agustus (2)
      • Perjuangkan OYPMK dan Teman Disabilitas Bisa Berkarya
      • 5+ Hal Cara Menghadapi Perubahan Besar dan Mengata...
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2021 (13)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2020 (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2019 (13)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2018 (27)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2017 (15)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2016 (37)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2015 (53)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (9)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2013 (3)
    • ►  Oktober (3)
  • ►  2012 (10)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2011 (3)
    • ►  Desember (3)
Melati Octavia's Intellifluence Influencer Badge


Diskon-Sociolla-Scan-mellaocta22
BloggerHub Indonesia

Facebook Twitter Instagram Pinterest Bloglovin

Created with by BeautyTemplates