facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Shop

Melati Octavia Journal


Voila, akhirnya hadir setelah hampir sebulan jurnal ini sepi dari postingan rutin. Beberapa hari yang lalu terjadi trouble pada website yang menyebabkan laptop saya tak bisa mengakses website sendiri. Saya kemudian berkutat pada IP Address, command prompt dan bahasa alien lain yang sudah sekian lama absen dari rutinitas ubek – ubek coding men-coding, terkecuali coding – coding (baca: kode) pak dosen biar cepat  - cepat ACC Skripsi hehe. Begitulah. 

Saya pribadi masih rutin menulis di tumblr atau beberapa laman lain, yang orang bilang banyak amet. Namun, saat ini tulisan – tulisan itu berada di tumpukan folder yang harus di posting satu persatu, ada sekitar delapan tulisan di writing challenge Ramadhan kali ini yang belum terposting. Saya minta maaf sebelumnya karena saya sempat demam tinggi tiga hari ditambah bolak – balik revisi dan mempersiapkan segala keperluan riset yang menguras tenaga dan hati. (Duh ini penulis alasannya banyak amet). Pada intinya saya mohon maaf,spesialnya untuk Meri dari Gorontalo yang sudah menjadi penyimak setia jurnal ini, dan sedikit sharing di beberapa media sosial lain, dan rela ngirimin e-mail nanyain “Kaaa mana update-annya,” . Ini pelajaran bagi saya bagaimana saya bisa konsisten ditengah segala permasalahan yang hadir baik itu bisa diprediksi dan tidak.

“Keterbatasan itu sebenarnya pijakan untuk melompat lebih tinggi, namun seringkali juga dijadikan alasan untuk tidak melakukan perubahan sama sekali”

Kata – kata ini yang menjadi teringat belakangan ini sehingga sepertinya patut kita diskusikan. Di minggu ini saya masih menuntaskan dua buku yang seringkali menampar diri saya, yakni Buku The 7 Habit Highly Effective karya Stephen Covey dan buku #Sharing Handry Satriago. Barangkali saya termasuk telat membaca buku ini dibanding teman – teman lainnya, mengingat buku dalam list incaran ini cukup sulit didapatkan. Entah mungkin karena laris, satu lagi agak menguras kantong. Untung saja buku kedua #Sharing bisa saya pinjam di perpustakaan kota. Dua buku ini menginspirasi saya, memahami keterbatasan. Sebenarnya bukan terbatas, melainkan diri kita sendiri yang membuat batas dan perbandingan. Kekayaan, kemahsyuran, kepintaran. Keterbatasan yang kita buat sendiri (mental block).

Baca juga : tulisan mengenai ‘mental block’

Banyak orang – orang sukses saat ini lahir dari keterbatasan yang mereka miliki dari kebanyakan orang. Bisa kita lihat biografi dan milestone orang – orang sukses, bagaimana tahap demi tahap mencapai suksesnya. Banyak dari mereka yang mengalami berbagai ujian demi ujian dalam hidupnya, dan karena keadaan itu ada hasrat dalam diri mereka untuk berubah, ingin mengubah hidup, ingin merasakan yang lebih baik. Itu kenapa keterbatasan seharusnya menjadi hal yang patut kita syukuri sebagai ujian yang Allah berikan pada kita yang mengatakan bahwa kita “istimewa”. Bukan hanya bercerita mengenai keterbatasan fisik, melainkan juga keterbatasan yang kita anggap menjadi hal yang tantangan menuju jalan impian kita, misalnya mengenai keuangan, keharmonisan, sikap, karakter, masa lalu. Batas yang kita anggap kita kurang dibandingkan oranglain.

Saya ingat sekali, saya menjadi sering sekali berkunjung di pusat konseling sekolah sejak saya duduk di sekolah menengah pertama. Dimana pertama kalinya saya menemui banyak permasalahan remaja, dan saya menjadi korban atau penengahnya. 
“Waah, ga nyangka melati masuk ruang BP wooii, pasti gara – gara si fulaan” 

ini beberapa tanggapan yang saya dapatkan ketika terjadi kejadian itu. Saya juga bingung, kenapa saya ditempatkan diposisi itu. Jadi saksi mata momen jambak menjambak kaum hawa -_- mirip di sinetron dan ini nyata, jadi sarana curhat sana sini tentang sahabat satu dan yang lain, atau penipuan masalah uang spp yang welas kasih akhirnya teman – teman berikan ternyata kita adalah korban. Banyak saya temui teman – teman yang memiliki masalah kepribadian di masa remaja itu. Bu guru selalu cerita tentang banyak masalah teman – teman termasuk juga menjadi peramal handal (read : psikolog) ketika menebak – nebak permasalahan yang saya hadapi. Setiap saya sekolah, saya seringkali mengalami fase depresi yang sulit dikendalikan ( dulu ). Lalu kata – kata penyemangat muncul dari ibu guru yang menjadi prinsip hidup agar saya bangkit. 

“Jadikan setiap masalahmu menjadi batu loncatan kamu menjadi lebih baik anakku,” kata – kata ini yang terekam begitu manis di ingatan. Termasuk mengenai keterbatasan ini. 

Keterbatasan akan menjadi hal yang tak menyenangkan apabila kita sebagai seseorang yang memahaminya demikian, menjadikan batas itu alasan untuk tidak berbuat apa – apa, menjadikan keterbatasan sebagai keluhan kita, sehingga kita tenggelam dalam hidup tanpa risiko. 
Namun keterbatasan menjadi kado indah ketika kita mensyukurinya sebagai ujian Allah untuk kita naik kelas, untuk kita membuktikan kepada semesta kita mampu menjadi seseorang yang luarbiasa bermanfaat ditengah keterbatasan yang kita miliki.
Semoga keterbatasan yang kita miliki saat ini, sebagai upaya Tuhan mengingatkan kita untuk berjuang lebih hebat lagi. 

“Tak ada beban, tanpa pundak”
Selamat berjuang!

---------------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

semoga menginspirasi :)



Waah, judulnya nyindir aku banget !?! *teriak beberapa sosok dibelakang sana.
Ini judul bener gak sih?!?

Ini fenomena yang jadi pengamatan unik bagi saya. Bukan maksud sok idealis, atau sok – sok nasehat gitu. Tapi cuman ingin saling berbagi dan merenung apa yang kita kebanyakan lakukan saat ini. Saya jadi ingat dosen saya semester awal yang mengajar bahasa arab. Beliau adalah dosen terbang yang punya profesi translator bahasa arab di salah satu koran harian yang ada di kota saya. Dia cerita ketika ia studi di negeri arab bagaimana anak muda nya menghabiskan uang koceknya untuk membeli koran ketimbang makanan. Beliau juga cerita, tingginya tingkat konsumsi bacaaan pemuda pemuda di negeri arab. 

Sebelum adanya media online, koran – koran, dan majalah habis terjual sebelum siang menjelang, bahkan ada edisi pagi, siang dan malam. “Kondisinya gak seperti di Indonesia, tanpa penjual koran itu teriak – teriak menjajakan korannya, di tempat saya dulu (Maroko) semuanya sudah habis ludes, penjual koran itu hanya duduk menjaga dagangannya tanpa menghabiskan banyak energy,” cerita pak dosen saya itu.
Fenomena yang begitu jaaaauhhh sekali di negeri kita. Gak usah jauh – jauh kita liat teman – teman kita, bahkan mungkin diri kita sendiri. Kita sering lebih mengutamakan isi perut ketimbang isi otak kan ?

“duh boro – boro guee beli buku ini …uang jajan gue aja gak cukup buat nambel isi perut seminggu,”

“Duh bro, lebih nyata beli bakwan deh aku akan kenyang kalau makan bakwan, kalau aku beli koran kan ga bisa dimakan,”

Oke fine! ilustrasi percakapan di atas adalah beberapa contoh yang mungkin ada atau gak ada. Tapi ini real sih, bahkan tamparan keras buat diri sendiri.
Kita sering lebih protes dan mikir ikut apa enggak 1000x, kalau ada tiket seminar yang pembahasannya “kita” banget tapi bagi kita mahal, ketimbang protes harga steak enak yang baru buka di kafe sebelah.

Gak pernah protes kalau ada restoran terkenal yang naikin harga makanan, ketimbang sesuatu hal yang berkaitan dengan isi kepala kita kayak buku, uang sekolah, yang mungkin ga banyak naiknya, hanya beberapa ratus perak sajaa (note : ini khusus buat temen – temen yang mampu, dan masih bisa jajan ke kafe dan nongki – nongki)

Lalu inilah yang terjadi, sebagian besar dampak atau kecilnya di kota saya. Saya gak tahu fenomena ini apa juga terjadi di kota keren lainnya. Gak jarang saya dan beberapa teman yang suka bikin acara, baik besar ataupun sekala kecil. Baik berbayar atau gratis melihat langsung fenomena ini. Tidak jauh beda sepinya forum – forum tersebut walaupun beda momen, beda harga, beda pengisi dan suasana. 
Ada pandangan ketika bikin event ‘gratis’ sering dikira kualitas acaranya ‘gratisan’. 
Tak jarang beberapa orang meremehkan. Lalu, ketika event dibikin ‘berbayar’ pun sering mikir dua kali buat ikutan. Jadi maunya apa ? “curahan hati panitia yang terabaikan”. Tapi anehnya, ini ga dialamin buat acara kita nongki ama kopi – kopi bareng di kafe – kafe, yang gak pake acara janjian atau nyebar poster dan publikasi kemana – mana, bahkan dadakan kita jabanin buat gak ketinggalan.

Budaya menghargai yang kurang banget sama ilmu pengetahuan inilah, yang bikin kita jadi bangsa yang maaf ‘telmi’. Lalu fenomena ini mengakar dan menjalar ke segala aspek kehidupan, sampai banyak orang – orang hebat di negeri kita di mata dunia akhirnya beralih untuk mengabdikan diri di negara lain, karena kurangnya penghargaan ini.

Ini budaya pembodohan yang tidak kita sadari terutama buat kita sendiri. Liat gak sih, ada sebuah institusi pendidikan kita yang membakar dan membuang hasil riset siswanya untuk di-jual kiloan. Miris banget liatnya, tidak berharga banget kayaknya yang mereka lakukan yang niatnya belajar nuntut ‘ilmu’ katanya. Walaupun secara jelas dan real, bahwa gelar – gelar yang menjadi tujuan pendidikan kita saat ini.

Virus epidemi ini menjalar di anak – anak perkotaan yang notabene banyak tempat tongkrongan. Masjid makin sepi, tempat menuntut ilmu makin ditinggalkan, mau balik ke jaman meganthropus kah kita ? 
Buta huruf, buta aksara, apa buta masa depan ?

Indonesia mengalami bonus demografi, tapi bagaimana bila bonus demografi yang kita harapkan itu bisa membantu Indonesia lebih baik tapi malah membebankan negeri kita dengan sikap kita yang menuntut dihargai, tapi kita sendiri tak pernah menghargai diri kita. Terutama isi otak kita.

Pendidikan di negara kita mengajarkan kita meng-cecoki kita ilmu, menyuapinya seperti bayi yang tidak paham apa – apa lalu dibentuk berpikiran sama, seperti kita nyelipin memory card ke handphone, atau robot yang di setting bertindak sama. Sampai pola hidup kita sama saja, lahir, besar, sekolah SD – SMA, kuliah, kerja, nikah, punya anak, pensiun, dan menunggu waktu tiba.

Egois gak sih hidup kita begitu ? Rasanya gak ada oranglain yang ada di tahapan hidup kita.

Saya sebagai seorang yang sering jadi pembantu acara – acara (biasanya memang begitu), hanya ingin berpesan agar kita gak menyesal di kemudian hari. Memprioritaskan yang barangkali sepele di mata kita, padahal sangat berarti bagi orang lain atau bahkan penting untuk diri kita tapi kita ga pernah peduli akan hal itu.

Lalu dalam ilustrasi ada orang dibelakang yang nyeletuk, “ini apaan sih tulisannya kok ngurusin hidup orang sih, terserah akuh dong mau pakai uang ini buat jajan atau beli apa, itu suka – suka dong,” 
Lalu saya pun hanya mengingatkan hadits ini, 
Tidak bergeser kaki seorang hamba sehingga ia akan ditanya tentang empat perkara (yaitu):(1) Tentang umurnya untuk apa ia habiskan?; (2) Tentang ilmunya untuk apa ia amalkan?; (3)Tentang hartanya darimana ia dapatkan dan kemana ia belanjakan?; dan  (4) Tentang badannya untuk apa ia gunakan?
(HR At-Tirmidzî)
Tulisan diatas murni hanya ingin membuka cakrawala kita, atas apa yang seringkali menjadi prioritas dalam hidup kita. Apa hal – hal yang mendominasi hidup kita dan yang menyita waktu kita. Bukan diri menjadi sosok yang baik, tapi kita sadar memiliki tugas untuk saling mengingatkan dalam kebaikan bukan ?

Semoga saya tak terlambat untuk kita saling mengingatkan 

---------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca


Dalam perbincangan dengan beberapa teman belakangan ini adalah mengenai memahami teman. Memahami bahwa setiap dari kita memiliki sisi baik dan buruk. Saya sendiri menyadari hal-hal yang barangkali menyakiti atau pun mengusik hati saudara-saudara saya yang lain. Bagaimanapun itu, hal yang dapat membuat hati lebih tenang adalah memahami dan mengerti.

Namun dari kesimpulan yang saya dapat, manusia memiliki sikap buruk yang sebenarnya membuat risau diri mereka sendiri. Membuat duri - duri di hati mereka masing-masing. Dan duri - duri itu sering disebut dalam Al-Quran. Tapi kali ini saya hanya menyampaikan tiga hal yang seringkali hadir menyapa hati kita. Kemudian meremukkannya, menghancurkan pertemanan, menimbulkan kegelisahan.

HAL PERTAMA : IRI DAN DENGKI

  Sikap iri memang seringkali hadir di hati manusia. Melihat oranglain yang ‘lebih’ dari kita. Keinginan kita untuk menjadi seseorang seperti ‘si dia’. Dia yang begini begitu, dia yang hebat, dia yang luarbiasa di kelilingi berbagai kenikmatan. Kebanyakan dari kita iri karena hal yang bersifat duniawi bukan iri pada ibadah-ibadah atau kesolehan seseorang. Jarang sekali iri hal demikian, karena iri pada kesolehan menimbulkan ghirah / semangat untuk lebih giat lagi untuk beribadah.
  
  “Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lalu dibelanjakan pada jalan yang benar, dan seorang yang diberi Allah ilmu dan kebijaksanaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya” (HR Bukhari)
  
  Apa yang terjadi orang yang memiliki sifat ‘iri’ ? Hal yang positifnya adalah kita termotivasi untuk menjadi lebih baik. Apabila menimbulkan sebuah semangat untuk menjadi manusia yang lebih baik. Baik itu secara keilmuan, lebih giat bekerja, lebih tekun. Namun hal yang dikhawatirkan adalah, ketika iri tersebut jatuh kepada hal-hal yang merisaukan diri kita. Dengan su’udzon terhadap nikmat yang oranglain dapatkan, kemudian berprasangka buruk. Merangkai isu-isu tidak benar tentang ‘dia’ yang menjadi objek iri. Selanjutnya hal yang lebih parah, orang yang iri akan berpikir untuk menjatuhkan kemudian mencelakakan atau bahagia jika ‘dia’ yang diirikan menderita. Nauzubillah.
  
  Sadarilah teman, bahwa kita memiliki kenikmatan yang diberikan Allah secara istimewa untuk kita. Sadarilah, bahwa ketika kita iri pada oranglain, diluar sana ada banyak yang menginginkan posisi sama seperti kita. Ada yang ingin menjadi seperti kita.
  Apa yang salah dengan orang-orang yang terselinap hatinya rasa iri. Rasa iri timbul karena kurangnya rasa bersyukur pada Allah. Kita lupa akan nikmat yang Allah berikan pada kita. Coba renungkan, ketika kita iri. Apa yang kita dapatkan dari sikap iri itu ? Yang kita dapatkan hanyalah kesulitan untuk diri kita sendiri, kegelisahan ketika malam tiba, kegelisahan ketika melihat oranglain mendapatkan nikmat yang banyak.
  Maka dari itu pertanyaan status hati kita seperti apa, kenapa bisa ada iri terselinap di hati kita.
  
  “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]
 
HAL KEDUA : RAKUS / TAMAK

  Sikap ini juga merupakan sikap yang kita hindari dan juga merupakan bagian dari penyakit hati. Seseorang yang tamak dan rakus tidak akan pernah merasa cukup atas apa yang Allah karuniakan padanya. Sebagian dari kita rakus pada hal-hal yang berkaitan dengan kebendaan dan keduniawian. Orang yang memiliki karakter penyakit ini, akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, tanpa peduli oranglain. Ia berusaha memperkaya dirinya, baik itu dari segi harta, kedudukan dan popularitas. Ia tidak berpikir apa jalan yang ia tempuh adalah jalan yang diridhoi Allah apa tidak. Mata hatinya tertutup akan keinginan yang mengebu-gebu yang harus dipenuhi olehnya.
  Adaapa dengan orang demikian? Orang rakus dan tamak merasa selalu tak cukup hidupnya, selalu merasa kurang. Hal ini disebabkan karena tidak adanya keberkahan yang ada dihidupnya. Ia mengantungkan kesuksesan itu adalah hal keduniawian. Ingin selalu lebih dan lebih. Memang hidup kita harus bertumbuh, tapi bukan hal - hal yang negatif semata-mata bertujuan untuk memperoleh hal yang sifatnya keduniawian. Karena manusia adalah sosok yang memang tak pernah puas.
Sebelumnya saya pernah menulis, kenapa manusia tidak pernah puas, kenapa ? Karena tak ada satupun di dunia ini yang patut menjadi tujuan selain Allah dan kehidupan akhirat/ surga.

  Satu hal lagi, orang-orang yang tamak / rakus adalah orang-orang yang kufur nikmat. Yang tak pernah bersyukur atas apa yang diperolehnya.
  
  
HAL KETIGA    : SOMBONG
  
  Sombong adalah dosa pertama yang ada di jagat raya ini. Dosa iblis kepada Allah Swt ketika diminta untuk bersujud menghormati ciptaan Allah yakni Adam AS. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan oranglain.

  Seringkali kita salah sangka dengan sikap oranglain. Mengatakan oranglain sombong, karena sikap iri yang terselinap dihati kita. Perlu kita pahami, bahwa sombong adalah ketika ada orang yang dinasehati tidak mau mendengar, meremehkan kemampuan oranglain. Bahwa jubah kesombongan hanya boleh dimiliki Allah Swt pemilik segalanya. Bukan kita sebagai manusia biasa. Karena penilaian Allah terhadap diri kita hanya keimanan dan juga amalannya. Selebihnya seperti ilmu, harta, kedudukan dan popularitas adalah sebuah nikmat yang Allah berikan atas apa yang diusahakan oleh hambanya. Tidak patut dijadikan tolak ukur kesombongan. Perlu kita renungkan, bahwa nikmat tadi adalah sebuah ujian dan cobaan, seberapa jauh diri kita sebagai hamba menjadikan nikmat tersebut sebagai ladang amal.
  
  “dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung” Q.S Al-Isra’:  37
  
  Apa yang terjadi bila hal demikian terjadi pada diri kita yang seringkali syaitan goda untuk merasa kagum dengan diri sendiri. Beristighfar, memohon kepada Allah agar hati kita diistiqomahkan pada kebaikan, nilai-nilai kebaikan. Bila terdengar oranglain yang berkata demikian pada kita atas sikap kita, dengarkan. Dengarkanlah nasehatnya, memohon nasehatnya agar kita tidak termasuk orang-orang yang menolak kebenaran dari kebenaran yang disampaikan oranglain. Bila terselip kata-kata yang menyinggung diri oranglain karena apa yang kita lakukan, memohon maaflah. Karena sadarilah tak ada yang sempurna di dunia ini. Kita hadir dimuka bumi itu dipertemukan untuk saling melengkap, kemudian saling menasehati dalam kebaikan dan kebenaran.
  
  Dan bila, kita terselip mengatakan saudara kita melakukan kesombongan. Tanyakan hati kita dahulu, apakah karena ada terselip rasa iri kita pada orang tersebut sehingga kita berpikir demikian. Barulah kemudian, jika memang benar teman kita dalam keadaan ia ujub dengan dirinya, nasehatilah dengan hati. Jika tak mampu, doakan kebaikan untuknya. Semoga Allah melembutkan hati orang tersebut.
  
  
  -------------------------------
  yang menulis tak lebih baik dari yang membaca.
  Istiqomahkan diri pada kebaikan
  Nasehati saya jika ada salah dan khilaf selama ini :)
Menghitung hari Ramadhan tahun ini akan meninggalkan kita. Sebagian besar kita barangkali tak sabar menunggu hari kemenangan yang sering kita katakan hari lebaran. Beberapa ramadhan tahun - tahun lalu, saya pernah merasakan oase kesedihan luarbiasa di malam takbiran. Tak pernah merasakan kesedihan luarbiasa kehilangan momentum cengkrama bersama Allah Swt di dalam beberapa doa. Bukan maksud ingin show up apa yang saya lakukan ketika Ramadhan. Tapi 10 malam terakhir di tahun itu saya memang fokuskan untuk merenung dan berdua-duaan dalam doa-doa. Dengan niat ingin hijrah menjadi manusia lebih baik lagi. Mengingat dosa-dosa yang begitu banyak, rasanya air mata tak cukup untuk menampung kesedihan mendalam. Niat saya dalam tulisan ini murni berbagi dan mengevaluasi diri saya sendiri, barangkali memotivasi dan kita sama-sama merenung apa yang sudah kita lakukan di Ramadhan kita kali ini.

Bahwasanya saya tanpa sadar lalai mempersiapkan ramadhan untuk tahun ini. Saya kelimpungan, saya khilaf lupa dan salah. Saya mengabaikan berbagai rancangan kegiatan rutin untuk memperbaiki diri dalam hal ruhiyah. Alhasil, saya merasa gagal untuk kali ini. Penyesalan luarbiasa bagi saya pribadi. Kesibukan yang benar-benar menyita waktu saya bercengkrama dengan Allah lebih banyak. Semoga dan semoga bisa memperbaiki.

Bagaimana ramadhan kamu ? Akankah lulus dengan baik, apa ada cela-cela yang membuat puasa dan ibadahmu jadi timpang ? Akankah rasa sedih menyelinap dihati kecilmu akan ramadhan kali ini. Janji apa yang kamu ingin azzamkan dalam hati untuk memperbaiki diri setelah ramadhan kali ini ?

Dalam satu kesempatan saya membawakan sebuah program rutin edisi ramadhan di radio. Saya seringkali menyapa dan menanyakan bagaimana puasa yang seharusnya dan bagaimana nilainya tetap terjaga, kita sering lupa dan saya juga sebenarnya mengingatkan diri saya sendiri. 

Jujur saja, tulisan-tulisan yang ada di dalam sini merupakan wujud nasihat untuk diri saya sendiri. Seringkali manusia tahu kebenaran tapi sayangnya ia sendiri lupa untuk menerapkan kebenaran dalam kehidupannya. Saya senantiasa berharap, ada orang-orang yang selalu mengingatkan saya ketika saya salah dan khilaf tak sesuai dengan nasehat kecil yang sering saya sampaikan.

Kali ini hijrah menjadi hal yang menarik yang selalu terucap dihati kecil saya. “Mel kamu harus hijrah ! Hijrah lagi .. Lebih baik lagi !” hati saya selalu mengucapkan hal demikian. Hijrah selalu diidentikan masa ketika tahun baru islam. Padahal menurut saya hijrah itu adalah proses wajib yang harus dimiliki setiap manusia yang beriman untuk senantiasa memperbaiki diri. Secara bahasa, hijrah artinya berpindah. Sementara itu dalam konteks sejarah, hijrah adalah kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad bersama para sahabat dari Makkah ke Madinah, dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah, berupa akidah dan syari’at Islam.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]: 218).

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal [8]: 74).

Maka dari itu, mereka yang berhijrah di jalan Allah adalah orang yang tinggi derajatnya dan termasuk orang yang mendapat kemenangan besar.
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. At-Taubah [9]: 20).

Dalam suatu kesempatan kajian yang pernah saya ikuti, bahwa ramadhan adalah bulan training. Training kebaikan-kebaikan yang dibiasakan hingga berdampak setelah ramadhan menjadi sebuah kebiasaan yang baik. Oase Ramadhan menambah ghirah (semangat) untuk melakukan ibadah lebih tinggi dari biasanya. Ketika detik-detik ramadhan usai. Teguhkan pada hati bahwa kita akan menjadi insan yang lebih baik setelah melewati hari kemenangan yang dimaksud.

Disini saya ingin mengingatkan sahabat-sahabat yang saya cintai karena Allah. Bagaimana kita saat ini sahabatku ? Terutama muslimah, akankah ramadhan tak menjadikah diri kita tetap berhijab dengan seutuhnya, masihkah kita mengatakan bahwa ketidaksiapan kita untuk berhijab / menutup aurat adalah bentuk keistiqomahan kita pada hal yang tak baik. Apa yang teman-teman khawatir kan sahabat muslimahku, apakah harta ? Kehilangan teman ? Kecantikan ? Orang-orang yang memuja kecantikan kamu.

Jujur saja, lidah saya tak kuat mengkritik hal tak benar tentang seseorang. Karena setiap manusia dimuka bumi ini jarang sekali ingin dikomentari, bahkan dan mungkin ketika dinasehati, telinga menjadi panas. Silaturrahmi menjadi putus. Kebencian menjadi-jadi. Tapi saya berharap, bahwa kita menjadi pribadi yang lapang, yang selalu terbuka menerima kritikan, komentar, dan nasehat apapun. Saya memilih untuk menjadikan diri role model apa yang saya ingin katakan (karena saya cinta damai, tak ingin memperbanyak musuh karena kata-kata yang kurang baik)
walau saya tahu tak mudah untuk dilakukan, karena saya juga manusia. Barangkali hati yang tak baik sedang mendominasi, kadang kala syaitan menang menguasai diri karena beberapa waktu jauh dari Illahi.

Hijrah lah ...

Teman teman muslim, para lelaki - lelaki yang diharapkan menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Masihkah diri terbelenggu oleh nikmat duniawi yang melingkar disekeliling. Menghabiskan waktu untuk hal yang tak baik, memelihara ketidakbaikan, ketidakjujuran, kemalasan dan hal lainnya. Tantanganmu luarbiasa saudaraku, jangan terpedaya. Teruslah mengikrarkan dalam hati untuk senantiasa menjadi seseorang yang dicintai Allah, menjadi lelaki yang sholeh.

Menjelang hari kemenangan itu tiba. Masih ada kesempatan kita untuk memperbaiki diri. Berpindah dari hal yang tak baik, dari yang kurang baik menjadi baik. Memoles ibadah lebih baik lagi, memoles keilmuan tentangNya lebih dalam lagi. Menetapkan target-target ibadah dan juga keilmuan yang ingin dicapai.

Jangan pernah takut berhijrah, karena balasan surga sudah menanti kita diakhirat sana :)

----------- 
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

  “Hidup itu adalah bertumbuh, hidup adalah untuk naik kelas berakselerasi”

  Istilah akselerasi barangkali teman-teman sering mendengar ketika bersekolah dahulunya. Kita mengenal dengan kelas akselerasi, kelas anak-anak pintar yang memiliki kemampuan bersekolah lebih singkat dan lebih cepat. Akselerasi adalah pertumbuhan. Belakangan ini, kata-kata ini yang terngiang-ngiang sehingga saya mendapatkan berbagai kesimpulan. Akselerasi dalam kamus bahasa indonesia adalah sebuah proses percepatan atau peningkatan kecepatan. Menurut saya, kita sebagai manusia yang ingin maju harus memegang prinsip akselerasi.

  Seperti biasa, blog ini berisi hal-hal yang barangkali bisa menginspirasi atau bikin galau hehe. Akselerasi itu menentukan kita bertemu dengan siapa dan hidup dengan siapa. Sejauh itukah ? Saya sering mengamati dan juga menghubungkan berbagai ayat quran serta prinsip-prinsip islam dalam kehidupan kita. Barangkali teman-teman tahu hadits mengenai pertemanan, bahwa kita diinginkan untuk berteman dengan orang-orang baik, alias penjual parfum bukan penjual ikan. Karena aroma ikan atau parfum akan terkena dengan kita yang menemaninya. Sama halnya ketika kita berteman, bila kita berteman kita akan berkarakter tak lebih jauh dan kurang sama dengan teman kita. Ketika kita berteman ada proses belajar yang sadar atau tidak sadar itu berkaitan dengan budaya, kebiasaan dan juga hal-hal seringkali berpengaruh pada diri kita. Simpel kedengarannya, karena dalam kajian psikologi sering juga dibahas, bahwa kepribadian manusia itu terbentuk sebagian besar karena lingkungannya. But, seharusnya dengan prinsip ini bisa kita jabarkan lebih luas lagi. Bahwa Islam dan Quran menjelaskan lebih dari itu, sebuah ikatan silaturrahim itu lebih dari hanya sekedar mempengaruhi karakter, tetapi juga rejeki, jalan hidup, pandangan hidup, prinsip dan nilai nilai dan hal lainnya. Maka dari itu jangan pernah kita sepelekan nilai sebuah pertemanan.
  Hal ini berkaitan dengan akselerasi untuk kali ini, saya pernah memposting sebuah status di facebook yang isinya seperti ini

  “Pencapaian itu menular, bertemanlah dengan orang-orang yang memiliki akselerasi yang tinggi dalam kehidupannya tanpa sadar kita akan berusaha mengikutinya dan akan sama-sama berhasil dengan pencapaian yang sama. Dengan satu syarat, yakni keinginan kita untuk maju dan berubah menjadi lebih baik”

  Dalam forum motivasi mario teguh pernah mengatakan hal demikian mengenai akselerasi, walaupun ada yang mungkin kesulitan untuk mencernanya. Karena tidak semua orang yang mau untuk melakukan akselerasi yang tinggi. Karena untuk mencapai sebuah kecepatan dan akselerasi itu membutuhkan pengorbanan dan perjuangan. Kita harus merasakan lelah dan juga tentunya kesabaran yang tinggi.
  Bagaimana orang yang hidupnya tidak mau berakselerasi, hidup orang-orang yang tidak mau berakselerasi adalah hidup orang-orang yang kehidupannya mati. Tidak ada kehidupan, kehidupan yang hanya melakukan tindakan-tindakan bodoh bukan untuk membuat dirinya maju melainkan untuk merendahkan dirinya dihadapan Tuhan dengan melanggar perintahNya. Orang yang senantiasa berakselerasi akan senantiasa berusaha untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik, ada sebuah pencapaian pencapaian yang akan ia targetkan dan peroleh.

  Akselerasi jugalah yang membuat kita bertemu dengan orang-orang baru. Bertemu dengan wawasan baru. Dan .. Tentunya bertemu jodoh hehehe. Saya tergabung di grup parenting di sebuah club yang sering berdiskusi perkara persiapan untuk menuju kedewasaan. *Aduh bahasanya*

  Perbincangan grup parenting subuh kali itu, membuka wacana sih kira - kira siapa jodoh kita. Kita akan menemukan jodoh kita itu dalam lingkaran kita sehari-hari. Jodoh kita tidak jauh kok dari kita. Bahkan penelitian pernah mengatakan bahwa sebagian pasangan itu menemukan jodohnya di 50 orang lingkaran pertemanan terdekatnya. Saya lupa ada orang yang menyampaikannya pada saya. Namun, perlu kita garis bawahi bahwa hidup kita bertumbuh berakselerasi, kapasitas jodoh kita tentu akan sama dengan diri kita. Ketika kita mampu untuk melangkah lebih besar dengan berteman dan juga melakukan percepatan dalam kehidupan kita akan menemukan orang-orang yang memiliki karakter, visi, kesamaan dan hal hal yang beriringan. Kita yang hadir di muka bumi ini adalah sama-sama bertumbuh. Bukan menyalahi dengan konsep bahwa jodoh itu penentu dari lingkaran kita, seolah-olah kita yang mengatur. Bukan begitu, melainkan kita akan menemukan orang orang yang barangkali diantaranya adalah jodoh kita yang sama-sama memiliki langkah kaki yang sama untuk maju kedepan bareng bersama untuk bertumbuh. Namun, lagi - lagi kita kembali kepada Allah SWT. Karena apapun itu, keputusan final siapa orang yang tertakdirkan untuk menjadi partner kehidupan dunia dan akhirat adalah Allah, Sang Pencipta kita.

  Dan, pesan selain itu. Selalu lah berakselerasi. :D

*Yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca*

Bismillah, sudah memasuki Ramadhan tahun 1436 Hijirah. Bersyukur luarbiasa sampai pada ramadhan kali ini. Hal yang biasanya saya lakukan ketika memasuki ramadhan adalah sebuah renungan yang luarbiasa dalam. Sebelum memasuki Ramadhan saya dan bunda biasanya 'ziarah' ke tempat makam ayahanda. Kali ini saya mengingat sebuah history panjang ketika detik-detik ditahun 2010 saya dan bunda saya mengalami kejadian luarbiasa, menjadi korban dari sebuah agen perjalanan mudik. 

Entah apa maksud tuhan kali pertama mudik dipersulit pada saat itu. Ternyata benar, Allah ingin tahun itu saya bersukacita ramadhan penuh hingga lebaran bersama ayahanda di Pekanbaru. Mudik kali itu seperti urgent sekali, musibah sakit yang dialami keluarga besar ibunda menjadi sebuah alasan dan masih banyak hal dilematis lain yang menjadi rasa perih jika mengingatnya. 
Tapi saya bersyukur, karena hal itu saya menjadi orang yang lebih kuat dari sebagian besar orang.
Tahun 2010 adalah sebuah duka mendalam. Seperti rahasia menyesakkan ketika orang-orang yang saya cintai dipanggil Allah secara marathon kala itu. Sebelum ayahanda, kakek yang mengasuh kami di Pekanbaru, tetua yang kami hormati pergi dahulu, dan belum sampai lewat dari beberapa bulan ayahanda saya yang menyusul dan kemudian belum sampai 40 hari istri kakek ikut menyusul.

Tapi saya tak ingin larut menceritakan sebuah kesedihan. Saya ingin kita mengambil sebuah refleksi kehidupan yang Allah berikan pada kehidupan saya. Kali itu saya ziarah sebelum memasuki ramadhan kali ini, kilasan kejadian-kejadian dan detik kepergian ayahanda dipelukan saya menjadi jelas kembali. Sudah lima tahun beliau meninggalkan keluarga kami. Sebuah pemahaman yang saya berusaha masuki kepada ibunda. Jujur, saya adalah anak manja ayah. Selalu dan selalu dari kecil manja dengan ayah. Ayah adalah sahabat luarbiasa mengajarkan banyak nilai kehidupan pada saya dan adik. Senyumnya, candanya, petuah-petuah bijaksana dan kasih sayang yang tak saya dapati dan terlihat barangkali ayahanda diluar sana menjadi sebuah kerinduan mendalam. Sedangkan ibu merupakan wanita tersabar yang pernah saya temui, walau setiap dari kami sekeluarga memiliki kekurangan untuk menjalani sebuah keluarga yang memiliki dinamika yang tak biasa. saya merasakan perjuangan itu hingga detik ini.
Refleksi Ramadhan yang saya dapati adalah bahwa kita yang masih memiliki ayah dan ibu bersyukurlah mereka masih hadir ketika ia sahur bersama berbuka bersama dengan kita. Tersenyum dan menyapa kita atau bahkan memarahi kita karena kesalahan kesalahan kita. Bersyukurlah masih ada yang berbicara dan mendengar suaranya. *meleleh airmata*

Jangan sia-siakan orangtuamu dengan sikap egois dan ketusmu, kita barangkali pernah khilaf dan salah. segeralah meminta maaf dan berbaiklah padanya. Berdoalah tentang mereka dengan tulus setiap ibadah kita. Dan hal yang paling penting berjanjilah setiap detik dalam kebersamaan kita bahwa kita berjanji untuk senantiasa membuat mereka tersenyum dan nyaman. Jujur, saat ini saya selalu keluh dan pilu ketika ibunda mengeluh tentang hal sepele yang belum bisa saya lakukan untuknya. Saya juga terdiam membisu ketika tak sengaja mendengar doa-doanya tentang saya dan adik saya serta keinginanya bertemu dengan Ka'bah. 
Sebuah refleksi yang tak bisa saya gambarkan dalam diri saya yang masih hina ini.
Janjilah dalam hati saudaraku, bahwa kita jadikan ramadhan kita penuh sebuah kerinduan mendalam. Sebuah refleksi dan sebuah janji kita padaNya untuk melatih diri menjadi insan lebih baik lebih baik di masa depan.
Saya selalu berdoa dalam hati agar selalu dipertemukan orang-orang baik yang selalu mengingatkan kesalahan saya, dan bila terjebak dengan hal tak baik saya ingin Allah sendiri lah yang menjemput saya keluar dari jalan tersesat itu untuk kembali pada jalan yang benar.

Mari kita sama-sama berdoa, izinkan saya ya Allah menjadi orang lebih baik setelah Ramadhan kali ini :)
Older Posts

HELLO, THERE!


Hello, There!


Hello, There!

Let's read my story and experience


Find More



LET’S BE FRIENDS

Sponsor

OUR CATEGORIES

Entrepreneurship Event Financial Talks Forest Talk Good For You Happiness Healthy Talks Ngobrolin Passion Parenting Pendidikan Review Self Improvement Self Reminder Tips Travel Wirausaha Young Mindset community development experience

OUR PAGEVIEW

recent posts

Blog Archive

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by beautytemplates