facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Shop

Melati Octavia Journal

     

        Pernah nonton film X-Men ? Ini film besutan marvel yang digandrungi menceritakan tentang manusia super karena gen yang termutasi. By the way, disini saya tidak akan menceritakan isi filmnya. Tapi mengenai benang merah yang saya temui hampir diseluruh cerita *kelihatan banget saya penyimaknya* haha. Konflik yang terjadi seringkali berkaitan dengan diri pribadi, alias penerimaan atas diri yang “berbeda” dengan manusia lain. Sehingga karena tidak menerima diri tersebut, sulit untuk mengontrol diri hingga timbul kekacauan.

Tulisan ini sebenarnya hasil riset kecil yang saya lakukan untuk saya pribadi untuk menasehati saya, dan juga beberapa teman yang seringkali diajak diskusi ketika mengalami permasalahan. Banyak hal yang baik itu kegagalan, penolakan, hal – hal buruk yang terjadi di sekeliling kita dan terjadi pada kita membuat seringkali kita menyalahkan diri kita sendiri hingga timbul rasa “ketidak menerima”. Itulah seringkali yang terjadi di era sekarang, ketika banyak kasus – kasus bunuh diri yang terjadi belakangan ini oleh para pemuda, karena adanya tekanan yang timbul dari segala permasalahan yang terjadi disekelilingnya sehingga merasa pribadinya “tidak berguna”, tidak menerima hal yang terjadi. Bahasa kasarnya, menjadi pribadi yang “tidak bersyukur”.

Mengapa “Self Acceptance” itu penting ? 

Dalam dunia psikologi pasti kita akan mengenal hal ini. Tonggak dasar dari manusia ketika mengetahui hakikat kehidupannya di dunia pasti tentu akan mudah baginya untuk menerima diri sendiri baik itu atas kekurangan dan kelebihannya. Episode – episode dalam hidup kita sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa sehingga kita sebagai manusia bertugas untuk menjalankannya sesuai peran yang sudah diberikan, namun yang jadi pertanyaan ? Tahukah peran kita ?

Dalam riset kecil yang saya lakukan, self acceptance merupakan suatu proses melihat hidup sebagaimana adanya dan menerima secara baik disertai rasa percaya diri dan bangga. Ketika kita mampu melihat diri kita secara positif dan baik, akan lahir kekuatan murni yang super untuk menjadikan diri kita hebat. Salah satu contoh peran di Film X-Men, Raven merupakan mutan yang memiliki tubuh asli yang berwarna biru yang tak seperti manusia pada umumnya mengalami gejolak batin dan ingin sekali diterima oleh orang lain. Ada konfilk disini, bagaimana ia menerima dirinya ? Baik itu dari sudut pandang positif apa negatif?

Satu catatan lagi, ketika lingkungannya menerima dirinya, manfaat akan mudah didapatkan. Seperti film series terbaru, X-Men Apocalpyse, Raven mau menjadi pengajar ketika seluruh siswa Xaxier School menerima ia dan mengaguminya. Itu juga kenapa dibutuhkan dukungan yang lebih kepada orang – orang istimewa di sekitar kita, misalnya orang – orang berkebutuhan khusus, orang – orang yang mengalami kejadian luarbiasa (penyakit kronis, gangguan jiwa dll) karena dengan penerimaan yang berbeda ia akan memberikan sesuatu manfaat yang lebih bagi orang lain, mengaktifkan kekuatan supernya di dalam dirinya.

Mencintai diri sendiri (self acceptance) maksudnya adalah penerimaan atas diri sendiri, atas kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), begitupun atas keadaan/kondisi yang ia dapati. Harapannya, dengan adanya menerima diri sendiri sepenuhnya, kita lebih bisa lebih dan lebih bersyukur kepada Sang Pencipta.

Self acceptance dapat menjadi obat bagi kita yang kurang percaya diri, karena pada dasarnya setiap manusia tentu memiliki strength dan weakness dan itu juga berlaku bagi diri kita sendiri. Self acceptance juga bisa membuat siapa saja menjadi bersahabat baik dengan diri sendiri sehingga tidak perlu berperang dengan diri sendiri karena merasa tidak pernah puas atas diri sendiri.

Apa yang membuat penerimaan diri terganggu ?

Adanya kejadian buruk yang terjadi, kesedihan yang amat sangat, tekanan yang luarbiasa, kejadian traumatis, sikap orang lain terhadap seseorang dan kebiasaan – kebiasaan buruk yang terjadi pada diri kita yang berakibat tak baik dikemudian hari. Ini saya kutip dari ummi online, oleh seorang psikiater bernama Dr. Suzy Yusna Dewi, SpKJ (K), ia psikiater dari Talenta Center mengungkapkan hal ini, pentingnya kita mengubah pola pikir dan mulai meningkatkan penerimaan diri.

  • Catat kelebihan dan kekurangan diri. (kembali mengenal diri sendiri) 

Dengan kita mengetahui dan mencatat kelebihan dan kekurangannya, kita belajar untuk makin mengenali diri sendiri. Bagaimana bisa menerima keadaan diri jika belum mengenal utuh siapa diri kita?

  • Berfokuslah pada kelebihan, bukan pada kekurangan!

Kita seringkali mendengarkan banyak hal negatif tentang diri kita daripada hal positif. Kita juga seringkali menilai orang lain sehingga kita hanya fokus pada memperbaiki diri kita menurut oranglain ketimbang fokus pada kekuatan diri sendiri “Good Different” dalam diri kita.

  • Buatlah Goal Setting!

Apa sih yang kita inginkan untuk diri kita? Kebanyakan orang lebih senang mengeluh apa yang tidak dimilikinya daripada berusaha untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Tulislah hal-hal yang kita ingin peroleh dalam waktu dekat! Misalnya: saya ingin rutin berolahraga dan mengurangi lingkar perut dalam 2 bulan, saya ingin bisa membaca Quran lancar bulan ini, saya harus belajar berani tampil di depan umum, saya harus menyelesaikan membaca dua buku pekan ini. Dengan demikian, perhatian dan energi kita akan terpusat pada hal-hal yang kita inginkan, bukan pada yang tidak kita sukai, sehingga yang datang adalah apa yang kita pikirkan.

  • Bergaul dengan orang yang “lebih susah”

Banyak orang yang lebih sulit kondisinya daripada kita. Misalnya, tertimpa penyakit, dililit utang, sulit memperoleh keturunan, dsb. Dengan bergaul dan menjalin silaturahim dengan mereka, kita akan semakin menyadari, betapa kita tidak pantas mengeluh. Ini yang terjadi pada diri saya sebelumnya, apabila terjadi sesuatu yang kurang baik dalam diri saya, saya akan pergi keluar memandang lebih luas melihat orang – orang yang tidak seberuntung saya, disitu akan muncul diri kita yang lebih memahami dan menerima, satu lagi pribadi yang bersyukur.

  • Awali dengan bersyukur!

Bersyukur merupakan kunci penerimaan diri. Maka awali segalanya dengan mensyukuri apa yang kita peroleh hari ini! Bukankah kita masih bisa bernafas? Masih bisa makan? Apalagi yang kurang?
 “Bila kita belum selesai tentang diri kita, bagaimana kita bisa bermanfaat dan menyelesaikan permasalahan orang lain?”
----------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

Keep Inspiring!


Voila, akhirnya hadir setelah hampir sebulan jurnal ini sepi dari postingan rutin. Beberapa hari yang lalu terjadi trouble pada website yang menyebabkan laptop saya tak bisa mengakses website sendiri. Saya kemudian berkutat pada IP Address, command prompt dan bahasa alien lain yang sudah sekian lama absen dari rutinitas ubek – ubek coding men-coding, terkecuali coding – coding (baca: kode) pak dosen biar cepat  - cepat ACC Skripsi hehe. Begitulah. 

Saya pribadi masih rutin menulis di tumblr atau beberapa laman lain, yang orang bilang banyak amet. Namun, saat ini tulisan – tulisan itu berada di tumpukan folder yang harus di posting satu persatu, ada sekitar delapan tulisan di writing challenge Ramadhan kali ini yang belum terposting. Saya minta maaf sebelumnya karena saya sempat demam tinggi tiga hari ditambah bolak – balik revisi dan mempersiapkan segala keperluan riset yang menguras tenaga dan hati. (Duh ini penulis alasannya banyak amet). Pada intinya saya mohon maaf,spesialnya untuk Meri dari Gorontalo yang sudah menjadi penyimak setia jurnal ini, dan sedikit sharing di beberapa media sosial lain, dan rela ngirimin e-mail nanyain “Kaaa mana update-annya,” . Ini pelajaran bagi saya bagaimana saya bisa konsisten ditengah segala permasalahan yang hadir baik itu bisa diprediksi dan tidak.

“Keterbatasan itu sebenarnya pijakan untuk melompat lebih tinggi, namun seringkali juga dijadikan alasan untuk tidak melakukan perubahan sama sekali”

Kata – kata ini yang menjadi teringat belakangan ini sehingga sepertinya patut kita diskusikan. Di minggu ini saya masih menuntaskan dua buku yang seringkali menampar diri saya, yakni Buku The 7 Habit Highly Effective karya Stephen Covey dan buku #Sharing Handry Satriago. Barangkali saya termasuk telat membaca buku ini dibanding teman – teman lainnya, mengingat buku dalam list incaran ini cukup sulit didapatkan. Entah mungkin karena laris, satu lagi agak menguras kantong. Untung saja buku kedua #Sharing bisa saya pinjam di perpustakaan kota. Dua buku ini menginspirasi saya, memahami keterbatasan. Sebenarnya bukan terbatas, melainkan diri kita sendiri yang membuat batas dan perbandingan. Kekayaan, kemahsyuran, kepintaran. Keterbatasan yang kita buat sendiri (mental block).

Baca juga : tulisan mengenai ‘mental block’

Banyak orang – orang sukses saat ini lahir dari keterbatasan yang mereka miliki dari kebanyakan orang. Bisa kita lihat biografi dan milestone orang – orang sukses, bagaimana tahap demi tahap mencapai suksesnya. Banyak dari mereka yang mengalami berbagai ujian demi ujian dalam hidupnya, dan karena keadaan itu ada hasrat dalam diri mereka untuk berubah, ingin mengubah hidup, ingin merasakan yang lebih baik. Itu kenapa keterbatasan seharusnya menjadi hal yang patut kita syukuri sebagai ujian yang Allah berikan pada kita yang mengatakan bahwa kita “istimewa”. Bukan hanya bercerita mengenai keterbatasan fisik, melainkan juga keterbatasan yang kita anggap menjadi hal yang tantangan menuju jalan impian kita, misalnya mengenai keuangan, keharmonisan, sikap, karakter, masa lalu. Batas yang kita anggap kita kurang dibandingkan oranglain.

Saya ingat sekali, saya menjadi sering sekali berkunjung di pusat konseling sekolah sejak saya duduk di sekolah menengah pertama. Dimana pertama kalinya saya menemui banyak permasalahan remaja, dan saya menjadi korban atau penengahnya. 
“Waah, ga nyangka melati masuk ruang BP wooii, pasti gara – gara si fulaan” 

ini beberapa tanggapan yang saya dapatkan ketika terjadi kejadian itu. Saya juga bingung, kenapa saya ditempatkan diposisi itu. Jadi saksi mata momen jambak menjambak kaum hawa -_- mirip di sinetron dan ini nyata, jadi sarana curhat sana sini tentang sahabat satu dan yang lain, atau penipuan masalah uang spp yang welas kasih akhirnya teman – teman berikan ternyata kita adalah korban. Banyak saya temui teman – teman yang memiliki masalah kepribadian di masa remaja itu. Bu guru selalu cerita tentang banyak masalah teman – teman termasuk juga menjadi peramal handal (read : psikolog) ketika menebak – nebak permasalahan yang saya hadapi. Setiap saya sekolah, saya seringkali mengalami fase depresi yang sulit dikendalikan ( dulu ). Lalu kata – kata penyemangat muncul dari ibu guru yang menjadi prinsip hidup agar saya bangkit. 

“Jadikan setiap masalahmu menjadi batu loncatan kamu menjadi lebih baik anakku,” kata – kata ini yang terekam begitu manis di ingatan. Termasuk mengenai keterbatasan ini. 

Keterbatasan akan menjadi hal yang tak menyenangkan apabila kita sebagai seseorang yang memahaminya demikian, menjadikan batas itu alasan untuk tidak berbuat apa – apa, menjadikan keterbatasan sebagai keluhan kita, sehingga kita tenggelam dalam hidup tanpa risiko. 
Namun keterbatasan menjadi kado indah ketika kita mensyukurinya sebagai ujian Allah untuk kita naik kelas, untuk kita membuktikan kepada semesta kita mampu menjadi seseorang yang luarbiasa bermanfaat ditengah keterbatasan yang kita miliki.
Semoga keterbatasan yang kita miliki saat ini, sebagai upaya Tuhan mengingatkan kita untuk berjuang lebih hebat lagi. 

“Tak ada beban, tanpa pundak”
Selamat berjuang!

---------------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

semoga menginspirasi :)

Wah, cukup lama ini ga rutin nulis di blog. Maafkan teman – teman, belakangan ini beberapa kesibukan melanda. Saya merasa bersalah dengan diri saya sendiri tidak dapat menuntaskan rutinitas ini. InsyaAllah akan di prioritaskan kembali. Kali ini beberapa hal yang menyita perhatian adalah edit mengedit. Bukan hanya edit naskah tapi juga skripsi. So, tentunya tiap hari saya ga pernah absen nulis.

Ada beberapa buku yang mengalihkan dunia saya sejenak belakangan ini. Ditengah arus padatnya aktivitas, saya tetap memberikan ruang setidaknya untuk bertumbuh, memperbaiki terutama nutrisi untuk otak. Nah apa itu, kemarin saya menyisakan beberapa budget jajan untuk beli buku fenomenal yang harganya yaa lumayan, tapi ga nyesel dan bikin nagih. Buku Self Driving yang ditulis salah satu mentor saya pada pelatihan Forum Indonesia Muda tahun lalu, oleh Prof Rhendali Kasali. Ada satu bab yang ngena banget nih, yakni tentang Creative Thinking selain Critical Thinking. Tapi fokus utama saya kali ini tentang kesederhanaan. Yuhuu, sederhana menjadi topic yang menarik dan sering dibahas. Bukan hanya rumah makan sederhana ya..

Saya sadar kita nih anak muda suka banget berpikir ribet, saya pun merasa saya orangnya ribet. Ketampar banget sama tulisan ini. Salah satu tulisan beliau terbit di harian kompas mengenai simplicity. Yaps simple! Anak muda sekarang gayanya suka di ribet-in. Bener gak ?
 
Suka pakai pakaian yang ribet, asesories sana dan sini, bawa barang banyaak. Ribet deh. Kalau pake gadget, semua dan segala alat bantunya baik itu charger, power bank,  fish eye, lensa ini itu, tongsis dll Semua dibawa tiap hari. Yaa ga masalah kalau semua nya dipake, tapi kalo enggak. Yaa ribet kan, mubazir. And then, saya mengalaminya. Suka ribet kalau urusan buku. Kemana – mana bawa buku ini itu, padahal belum tentu di pake pas lagi belajar, alhasil sakit punggung karena tasnya berat. Ditimbang sama beratnya bawa beras sekarung. T_T Kebayang masa depan kita jadi sakit tulang. Gaaa bangetts!

Tulisan ini selain sharing juga tamparan buat diri kita khususnya saya untuk belajar berpikir lebih sederhana, simple, singkat, ga ribet dan jelimet.
 
Saya inget kata – kata pak Hermawan Kertajaya, pakar marketing dunia yang kemarin baru – baru aja datang ke Pekanbaru ngisi dalam event Indonesia Marketeers Festival 2016

“Saya gak ngerti kenapa pak Philip Kotler suka banget ngajak saya nulis bareng buku marketing, padahal saya ga mahir bahasa inggris tapi dia seneng. Akhirnya saya nanya kenapa dia mau bareng terus sama saya, bapak itu bilang kalau pak hermawan itu orangnya easy, pikirannya simple, dan bisa menyederhanakan yang susah jadi mudah dimengerti, saya ga bisa.. makanya saya butuh orang kayak pak hermawan,”

Jleeb, itu. Orang – orang yang di cari di jaman sekarang ya gitu orang – orang yang berpikir simpel tapi kena. Mudah di mengerti, dan predictable ( menurut buku Self Driving Prof Rhenaldi Kasali), jadi pemimpin predictable itu mudah dipahami oleh para followersnya, ga labil gitu. Nah, untuk menyederhanakan sesuatu itu ga mudah. Kita harus kerja keras dan memiliki wawasan luas sehingga bisa menangani berbagai permasalahan dan juga memahami suatu hal dengan mudah dan praktis.

Albert Einstein  pernah bilang 
“Menyederhanakan sebuah pengetahuan itu membutuhkan kerja keras,”

Perlu kerja keras untuk membuat hal menjadi sederhana misalnya ketika mengungkapkan tentang konsep penelitian yang sedang diteliti kepada para penguji dan pembimbing supaya judul dan penelitiannya ga diganti. Ini case saya banget, apalagi di era globalisasi banyak istilah  - istilah baru yang muncul. Saya pun belajar di paling dasarnya supaya bisa memahami akar akarnya pengetahuan yang pas untuk penelitian yang saya sedang laksanakan.

Bayangin sekarang kalau ga ada internet, bayangkan ga ada telepon. Semua penemuan – penemuan yang hadir sekarang itu menyederhakan sesuatu. Dulu kita kirim surat berbulan – bulan dan berminggu – minggu cuman kasih kabar singkat banget. Nah sekarang, sampe ujung kulon atau ujung dunia ini kalau ada koneksi internet dan sinyal terus juga handphone atau PC yang bisa nyala, kita bisa kasih kabar apa aja dalam hitungan detik.

Penemuan yang menyederhanakan waktu kan ?
Penemuan pesawat, alat transportasi lain. Itu juga menyederhakan kerja kita kan. Semua perubahan – perubahan yang ada sebagian besar bertujuan menyederhanakan sesuatu. Menguraikan benang kusut menjadi lurus. Alias menyelesaikan masalah. Nah kalo pikiran kita udah ribet dan ruwet, berarti pikiran kita lagi bermasalah. Kepribadian bermasalah, dan cara menyelesaikannya ya kita berpikir untuk memperbaiki diri membiasakan berpikir lebih sederhana dan simpel.

Note : Buat kamu yang mau qoute keren tentang berpikir simpel dan kreatif, kunjungi link ini https://blog.slideshare.net/2014/07/14/the-art-of-simplicity


Make a change, think simplicity!
Semangat berkarya !



Sebenarnya banyak sekali yang ingin saya tulis belakangan ini. Sampai penuh dan bingung hal mana satu yang ingin di tuliskan. Berhubung saat sedang dalam penggarapan naskah dan mendapatkan tugas editing naskah. Saya sedikit kelimpungan. *Akibat tidak fokus T.T maafkan saya*
Ide ini saya dapatkan dari seorang psikolog keren ditengah perbincangan, makan siang bareng ketika saya berada dalam internship di salah satu rumah sakit di pekanbaru. Kebetulan mba keren ini merupakan alumni Universitas Padjajaran yang menjadi salah satu list target sasaran untuk saya kuliah lanjut kelak hehe.
Perawakannya yang imut - imut saya jadi ngerasa seumuran, padahal doi udah pantes banget jadi dosen, soalnya udah gelar master nih. Tapi belum sempat nanya masih single atau enggak lagi hehe.. Maaf permirsa. Panggil saja mba Mifta. Beliau waktu itu juga pembicara dalam seminar parenting nasional yang kebetulan kerjasama dengan tempat saya internship bersama kak Sinyo Egie dan kak Kusuma dari Yayasan Peduli Sahabat. Mereka para penggiat sosial yang menanggani masalah masa depan, baik itu hal - hal parenting, pendidikan, dan juga membantu secara moril orang - orang penggidap HIV/AIDS. Buku - bukunya terkenal loh.

Balik lagi ke cerita kak Mifta. Waktu itu ia nanya - nanya tentang kegiatan saya, terutama ketika ia melihat stiker Forum Indonesia Muda. Dia begitu apresiasi. Saya jadi heran. Ternyata pesona FIM itu dimana - mana ya. Hehe
Dia bilang gini, 
"Kamu tahu gak mel, kamu pasti nyaman kan disana ? (read : dalam Forum Indonesia Muda)" Saya pun mengangguk
"Hal yang beda di forum forum gitu dan forum forum positif lain, ketika kamu gabung itu kamu mendapatkan apresiasi. Dalam psikologi lingkungan positif kayak gini yang bikin orang - orang itu berkembang menjadi lebih baik," saya pun menyimak.
"Semakin sering kumpul dengan orang - orang positif dan mengapresiasi apa yang kita lakukan, semakin giat kita dan produktif kita menghasilkan karya. Bukan hanya karna pujian, tapi ada bentuk rasa terimakasih, apresiasi karya dalam bentuk komentar, perhatian, partisipatif, hal yang kayak gini yang harus dipertahankan,"

Saya sangat mengingat pesan mba psikolog cantik ini. Ini jadi catatan buat kita para penggiat komunitas, perkumpulan, dan teman - teman terdekat. Budaya apresiasi dukungan itu sangat berpengaruh untuk kehidupan kita dan teman - teman kita.

Kali ini ga jamannya, mengomentari pedas atau menjatuhkan mimpi - mimpi. Ingat gak ? Masih banyak barangkali teman - teman kita yang suka banget meremehkan apa yang kita lakukan.
"Ihh apaan sih, yakin tu?"
"Bikin - bikin gituaan, emang bisa jadi kenyataan?"

Masih banyak ribuaan komentar lain yang sering kali membuat kita jatuh. Ada kalanya komentar itu juga membuat kita bangkit menunjukkan kemustahilan apa yang dikatakan orang lain. Harapan - harapan negatif orang lain akan diri kita.
Saya ingat ada qoute yang menginspirasi seperti ini, 

"Lebih baik menciptakan sesuatu yang dikritik oranglain daripada sibuk mengkritik oranglain dan tak melakukan sesuatu"
- Ricky Gervais -
Saat ini jamannya berkolaborasi, gotong royong untuk membuat sesuatu lebih mudah. Mengubah semua "keluhan - keluhan" kita menjadi sebuah solusi yang nyata. Mengapresiasi segala bentuk kebaikan atas sebuah problem yang harus dipecahkan salah satu hal yang membuat sesuatu lebih cepat bertumbuh.

Bantulah teman - teman kita dan orang di sekitar kita untuk semakin bertumbuh dan menjadi orang yang lebih baik lagi. 
Tapi tentu dimulai dari diri kita yang mengapresiasi apapun yang kita lakukan, pencapaian - pencapaian kecil yang sudah kita lakukan.

Selamat mengapresiasi ! Selamat bertumbuh!

----------------------------------

"Be a good listener, your ears will never get in you trouble" (Frank Tyger)
Tulisan yang sudah lama sekali ingin saya tulis. Ini nasehat untuk kita dan diri saya sendiri. Sudah lama rasanya merasakan bahwa intensitas menulis saya sedujut berkurang di blog ini lebih dari biasanya, walaupun saya menulis di beberapa blog dan media lain. Tapi ada kekecewaan sendiri sih pada diri saya terkhusus untuk blog ini. Mohon doanya device saya dalam keadaan baik sehingga bisa terus menerusnya kegiatan berbagi sedikit melalui tulisan -tulisan sederhana ini.

Menurut saya, mendengar adalah kemampuan istimewa. Kemampuan kita menurunkan ego untuk mengetahui oranglain, untuk mengetahui hal baru. Anehnya, kita seringkali tidak sadar kalau kita lebih suka berbicara ketimbang mendengar benar gak ?
Walaupun dalam data yang saya dapatkan dari 70% aktivitas komunikasi kita dalam kehidupan yang 45% nya mendengar lebih tinggi ketimbang berbicara. Tapi banyak dari kita yang memang mendengar tapi bukan menjadi pendengar yang baik.

Apalagi era gadget seperti ini. Saya sendiri pengalaman di tegur oleh kawan lama (senior) karena tak lepas memandangi handphone karena saya takut ada urusan info dadakan datang ketika ketemuan. Itu jleb banget! Di saat kita ketemu kawan jauh - jauh, susah ketemu dan berkomunikasi, giliran dikasih momen malah diabaikan. Duh ga banget deh saya kala itu. Saya berjanji dalam hati untuk lebih memperhatikan. 
Itu salah satu contoh, bahwa kita perlu dan wajib menjadi seorang pendengar yang baik.
Kenapa ?
Semua berpengalaman dari saya yang dulunya sangat sulit menjadi seorang pendengar, sulit mendengarkan dengan seksama. Sulit mencerna sehingga seringkali lawan bicara menjadi kecewa pada akhirnya. Saya juga berbicara tak berjeda, kecepatan diatas rata-rata. Namun bukan berarti sekarang sudah berubah drastis, tapi dalam proses untuk memperbaiki hal yang ga baik ini. Termasuk memberi waktu kepada orang yang kita cintai untuk bercerita, yakni orangtua kita.
Saya sulit sekali memberi waktu kala itu. Seperti remaja pada umumnya yang masing ‘ego’ tak peduli, dan hal lainnya. Beriring waktu dan sadar saya mencoba untuk berusaha menjadi pendengar yang baik. Menyiapkan telinga untuk orang lain yang perlu kita apresiasi, dukung, dan juga perhatikan. Lalu apa yang kita dapatkan ?
Cahaya ! Saya menemukan cahaya !

Saya menemukan banyak cahaya dari siapapun yang berbicara. Sejak saat itu saya percaya bahwa setiap manusia memiliki cahayanya. Cahaya yang menuntun oranglain ke arah yang lebih baik, cahaya yang bisa jadi membuat kita bahagia karena leluconnya, cahaya yang barangkali membuat kita belajar dari segala kegagalan atau kesedihan yang ia alami.
Setiap orang itu memiliki cahaya, sekalipun ia orang tua yang baru kita temui sore tadi yang tidak kita kenal. Sekalipun ia preman yang ditakuti oleh banyak orang, sekalipun ia orang yang sering diabaikan. Semua memiliki pelajaran dan itu bernilai.
Seringkali kita mengkotak - kotakan orang sehingga mengabaikan banyak hal dan melewatkan hal baik dari seseorang. Tak ada yang tak berarti tentunya.

Kita akan menyadari hal itu, ketika kita senantiasa memposisikan diri kita sebagai seorang pendengar yang baik. Itu makanya telinga kita diciptakan sepasang, karena Tuhan mengingatkan kita untuk mendengar lebih banyak, belajar lebih banyak. Indra yang disediakan Tuhan untuk mendapatkan ilmu, menemukan hikmah.

Ada empat cara menumbuhkan keterampilan kita mendengarkan secara efektif: Door Openers, dorongan minimal, frekuensi pertanyaan, dan diam penuh perhatian. Lengkapnya teman - teman bisa cari tahu di beberapa buku psikologi.

Dari referensi yang saya baca, diam itu bisa menjadi kekuatan powerful untuk orang yang sedang dalam keadaan emosi yang intens. Pernah ketemu momen kita diam sejenak, tidak ada kata - kata, namun kita mengerti akan situasi dan suasana. Diam melatih kita untuk lebih peka akan situasi, jika belum bisa melatih itu kita bisa melatihnya untuk berbicara berlahan. (referensi yang saya dapatkan dari makalah mahasiswa psikologi)

Menjadi pendengar yang baik tentu feedback kebaikan akan hadir kepada diri kita juga. Bukan hanya kita mendapatkan cahaya dan ilmu baru dari orang yang kita dengarkan, tapi juga dilain kesempatan kita menjadi sosok yang di dengar untuk bercahaya bagi orang lain. 
InsyaAllah ...

“Most people do not listen with the intent to understand, they listen with the intent to reply”- Stephen Covey


-----------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca 

Keep Inspiring!
Kali ini saya merasa sedih tidak dapat memenuhi target memposting beberapa tulisan dalam hitungan bulan. Mengingat ada kerusakan device yang menyebabkan beberapa tulisan menganggur untuk diselesaikan.

Lalu tulisan ini menurut saya penting untuk disegerakan, karena takut idenya lenyap ditelan waktu. Kebiasaan saya “pelupa”.

Beberapa minggu saya internship saya menyadari pentingnya sebuah sikap. Sikap adalah masa depan.Why ? Saya masih ingat pelajaran kampus beberapa semester lalu pada matakuliah psikologi komunikasi dan teori komunikasi. Banyak sekali teori ini yang menjelaskan tentang esesnsi sikap, pengertian, dan maksudnya. Sikap adalah sebuah kecenderungan, sedangkan perilaku adalah actionnya.

Sikap menurut saya juga bicara niat, kecenderungan berpihak, berprinsip. Ingat tidak pembelajaran budi pekerti jaman sekolah dasar ? Nilai - nilai sikap menjadi hal utama, bagaimana bersikap pada orangtua, pada guru, dan oranglain. Sederhana sih?

Tapi saya merasa sikap itu penentu kesuksesan kita. Sikap itu bukan hanya menggambarkan diri kita di masa depan, tapi sebuah kunci jalur untuk menentukan arah yang tepat menuju kesuksesan di masa akan datang.
Banyak orang sudah hebat, baik itu tahta, kepemilikian harta, dan beberapa hal yang melambangkan kesuksesannya tapi ia menjadi gagal di kemudian hari karena sikap.
That’s ! Misalnya sikap tidak jujur atau sikap egois.

Yuhuu, lebih kurang yang saya maksud karakter. Kalau bahas karakter lebih luas lagi melainkan sudah mendarah daging didalam diri kita, yakni watak.
Tapi sikap itu sesuatu yang spontanitas hadir ketika saat-saat tertentu. Sikap itu memiliki beberapa komponen yaitu kesadaraan, perasaan, dan perilaku.
Sedangkan karakter sifat batin yang mempengaruhi segala pikiran, perasaan, dan hidup kita yang kemudian timbul menjadi sebuah identitas.
Ingat tidak Thomas Alva Edison yang mengatakan hanya 1% sumbangsih kesuksesan, sedangkan kerja keras dan usaha 99%. Bukankah kerja keras itu sebuah sikap diri ?

Sikap dan karakter ini komponen penting meraih sebuah pencapaian. Perlu diingat, tiap manusia tentu memiliki ketidak sempurnaan akan hal ini karena keberagaman pola pikir, perasaan, kebiasaan. Ini yang seringkali menjadi gesekan diantara kita.
Walaupun begitu, kita sedari dulu diminta untuk senantiasa bersikap dan membudayakan karakter baik. Agama kita mengajarkan kita untuk tiap hari kita belajar untuk terus memperbaiki diri kan ?

Begitu juga kesempatan - kesempatan yang berlalu begitu saja dihadapan kita karena kita salah bersikap. Kita mengabaikan, atau sikap kita membuat peluang - peluang itu menjauh. 
Maka dari itu, mulai dari sekarang kita mulai mengevaluasi bagaimana sikap kita terhadap apapun yang hadir di hidup kita. 
Jangan sampai sikap susah senyum, sikap ketus bikin kita ga jadi ketemu jodoh.#eh
Hmm, selain itu bisa saja rejeki, teman baru, proyek baru hilang husssh.. ga keliatan karena hal kecciiil banget dari sikap kita yang ga baik itu. Seharusnya dua tahun akan datang kita mungkin mendapatkan hal luarbiasa, jadi gagal deh.

Yuk perbaiki sikap, perbaiki masa depan kita :D


----------

Semoga menginspirasi :)

Yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca



Waah, judulnya nyindir aku banget !?! *teriak beberapa sosok dibelakang sana.
Ini judul bener gak sih?!?

Ini fenomena yang jadi pengamatan unik bagi saya. Bukan maksud sok idealis, atau sok – sok nasehat gitu. Tapi cuman ingin saling berbagi dan merenung apa yang kita kebanyakan lakukan saat ini. Saya jadi ingat dosen saya semester awal yang mengajar bahasa arab. Beliau adalah dosen terbang yang punya profesi translator bahasa arab di salah satu koran harian yang ada di kota saya. Dia cerita ketika ia studi di negeri arab bagaimana anak muda nya menghabiskan uang koceknya untuk membeli koran ketimbang makanan. Beliau juga cerita, tingginya tingkat konsumsi bacaaan pemuda pemuda di negeri arab. 

Sebelum adanya media online, koran – koran, dan majalah habis terjual sebelum siang menjelang, bahkan ada edisi pagi, siang dan malam. “Kondisinya gak seperti di Indonesia, tanpa penjual koran itu teriak – teriak menjajakan korannya, di tempat saya dulu (Maroko) semuanya sudah habis ludes, penjual koran itu hanya duduk menjaga dagangannya tanpa menghabiskan banyak energy,” cerita pak dosen saya itu.
Fenomena yang begitu jaaaauhhh sekali di negeri kita. Gak usah jauh – jauh kita liat teman – teman kita, bahkan mungkin diri kita sendiri. Kita sering lebih mengutamakan isi perut ketimbang isi otak kan ?

“duh boro – boro guee beli buku ini …uang jajan gue aja gak cukup buat nambel isi perut seminggu,”

“Duh bro, lebih nyata beli bakwan deh aku akan kenyang kalau makan bakwan, kalau aku beli koran kan ga bisa dimakan,”

Oke fine! ilustrasi percakapan di atas adalah beberapa contoh yang mungkin ada atau gak ada. Tapi ini real sih, bahkan tamparan keras buat diri sendiri.
Kita sering lebih protes dan mikir ikut apa enggak 1000x, kalau ada tiket seminar yang pembahasannya “kita” banget tapi bagi kita mahal, ketimbang protes harga steak enak yang baru buka di kafe sebelah.

Gak pernah protes kalau ada restoran terkenal yang naikin harga makanan, ketimbang sesuatu hal yang berkaitan dengan isi kepala kita kayak buku, uang sekolah, yang mungkin ga banyak naiknya, hanya beberapa ratus perak sajaa (note : ini khusus buat temen – temen yang mampu, dan masih bisa jajan ke kafe dan nongki – nongki)

Lalu inilah yang terjadi, sebagian besar dampak atau kecilnya di kota saya. Saya gak tahu fenomena ini apa juga terjadi di kota keren lainnya. Gak jarang saya dan beberapa teman yang suka bikin acara, baik besar ataupun sekala kecil. Baik berbayar atau gratis melihat langsung fenomena ini. Tidak jauh beda sepinya forum – forum tersebut walaupun beda momen, beda harga, beda pengisi dan suasana. 
Ada pandangan ketika bikin event ‘gratis’ sering dikira kualitas acaranya ‘gratisan’. 
Tak jarang beberapa orang meremehkan. Lalu, ketika event dibikin ‘berbayar’ pun sering mikir dua kali buat ikutan. Jadi maunya apa ? “curahan hati panitia yang terabaikan”. Tapi anehnya, ini ga dialamin buat acara kita nongki ama kopi – kopi bareng di kafe – kafe, yang gak pake acara janjian atau nyebar poster dan publikasi kemana – mana, bahkan dadakan kita jabanin buat gak ketinggalan.

Budaya menghargai yang kurang banget sama ilmu pengetahuan inilah, yang bikin kita jadi bangsa yang maaf ‘telmi’. Lalu fenomena ini mengakar dan menjalar ke segala aspek kehidupan, sampai banyak orang – orang hebat di negeri kita di mata dunia akhirnya beralih untuk mengabdikan diri di negara lain, karena kurangnya penghargaan ini.

Ini budaya pembodohan yang tidak kita sadari terutama buat kita sendiri. Liat gak sih, ada sebuah institusi pendidikan kita yang membakar dan membuang hasil riset siswanya untuk di-jual kiloan. Miris banget liatnya, tidak berharga banget kayaknya yang mereka lakukan yang niatnya belajar nuntut ‘ilmu’ katanya. Walaupun secara jelas dan real, bahwa gelar – gelar yang menjadi tujuan pendidikan kita saat ini.

Virus epidemi ini menjalar di anak – anak perkotaan yang notabene banyak tempat tongkrongan. Masjid makin sepi, tempat menuntut ilmu makin ditinggalkan, mau balik ke jaman meganthropus kah kita ? 
Buta huruf, buta aksara, apa buta masa depan ?

Indonesia mengalami bonus demografi, tapi bagaimana bila bonus demografi yang kita harapkan itu bisa membantu Indonesia lebih baik tapi malah membebankan negeri kita dengan sikap kita yang menuntut dihargai, tapi kita sendiri tak pernah menghargai diri kita. Terutama isi otak kita.

Pendidikan di negara kita mengajarkan kita meng-cecoki kita ilmu, menyuapinya seperti bayi yang tidak paham apa – apa lalu dibentuk berpikiran sama, seperti kita nyelipin memory card ke handphone, atau robot yang di setting bertindak sama. Sampai pola hidup kita sama saja, lahir, besar, sekolah SD – SMA, kuliah, kerja, nikah, punya anak, pensiun, dan menunggu waktu tiba.

Egois gak sih hidup kita begitu ? Rasanya gak ada oranglain yang ada di tahapan hidup kita.

Saya sebagai seorang yang sering jadi pembantu acara – acara (biasanya memang begitu), hanya ingin berpesan agar kita gak menyesal di kemudian hari. Memprioritaskan yang barangkali sepele di mata kita, padahal sangat berarti bagi orang lain atau bahkan penting untuk diri kita tapi kita ga pernah peduli akan hal itu.

Lalu dalam ilustrasi ada orang dibelakang yang nyeletuk, “ini apaan sih tulisannya kok ngurusin hidup orang sih, terserah akuh dong mau pakai uang ini buat jajan atau beli apa, itu suka – suka dong,” 
Lalu saya pun hanya mengingatkan hadits ini, 
Tidak bergeser kaki seorang hamba sehingga ia akan ditanya tentang empat perkara (yaitu):(1) Tentang umurnya untuk apa ia habiskan?; (2) Tentang ilmunya untuk apa ia amalkan?; (3)Tentang hartanya darimana ia dapatkan dan kemana ia belanjakan?; dan  (4) Tentang badannya untuk apa ia gunakan?
(HR At-Tirmidzî)
Tulisan diatas murni hanya ingin membuka cakrawala kita, atas apa yang seringkali menjadi prioritas dalam hidup kita. Apa hal – hal yang mendominasi hidup kita dan yang menyita waktu kita. Bukan diri menjadi sosok yang baik, tapi kita sadar memiliki tugas untuk saling mengingatkan dalam kebaikan bukan ?

Semoga saya tak terlambat untuk kita saling mengingatkan 

---------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca




Well, beberapa hari ini topik demonstrasi taksi konvensional dan taksi online menjadi trending topik di segala media. Waah pengen speak up sih ! Tapi masih ngerasa terbatas sama pengetahuan tentang apa yang terjadi. Saya pun asik mengamati berbagai opini banyak orang di sosial media, televisi, dan lain-lain tentang hal demikian. Lalu seperti biasa, saya hanya bilang, "kita semua menjadi bagian kesalahan atau permasalahan ini". Duh lagi - lagi milih posisi aman (aku mah gitu).

Indonesia mengalami keadaan tertekan. Kenapa ? Ekonomi makin sulit, tantangan jaman makin berat. Lalu, di saat seperti ini ada segelintir orang kreatif yang ingin keluar dari keadaan ini. Inget gak ? Kalau tekanan itu berdampak pada percepatan. (teori ala - ala saya)
 
Lalu, tuing .. ternyata teorinya ada dalam fisika loh. Hukum newton dua berbunyi dimana setiap percepatan (kecepatan yang berubah) gerak benda selaras dengan yang di hasilkan oleh gaya yang bekerja atau ada pada suatu benda dan selalu selaras dengan massa.
 
Ini makanan saya waktu jadi siswa sains di sekolah menengah dulu. Baiklah kita lupakan, kesalahfokusan kita. Balik ke topik, kita senantiasa menghadapi banyak perubahan. Apabila kita tak mampu menghadapinya, kita akan jadi bagian dari masa lalu.
 
Bagaimana kita bisa melewatinya ? Kita menjadi bagian dari perubahan itu. Saya lupa ini opini dari mana, tapi memang benar itulah yang terjadi. Bukan membela antara satu pihak dan pihak lain. Tapi ini bagian dari tanggungjawab kita bersama. Di sisi lain, taksi konvensional seharusnya menyadari akan hal ini dan bertindak cerdas untuk berubah dan berinovasi. Begitu juga taksi online yang juga bermain fair dalam hal ini. Saya tidak bisa berkomentar banyak, karena saya belum pernah merasakan sendiri bagaimana menggunakan kendaraan online, karena belum ada di kota saya.

Tapi dari kejadian tersebut, kita seharusnya bisa mengambil cerita dan juga pengetahuan baru apa yang seharusnya kita lakukan. Membangun startup sepertinya menjadi solusi dari berbagai masalah yang ada, namun kalau salah - salah juga menimbulkan masalah baru apalagi jika masyarakat belum siap menghadapinya.
Bagi saya, internet itu keajaiban. Membuat segala sesuatu mudah, dan merubah banyak hal dalam kehidupan manusia, baik itu budaya, kebiasaan, pola pikir, benar gak ?

Tulisan salah satu professor hits Indonesia, Prof. Rhenaldi Kasali menyeruak di berbagai linimasa dan broadcast beberapa teman. Kamu bisa baca lengkapnya disini "Selamat Datang, Sharing Economy". Tulisan ini memberikan gambaran apa yang sedang kita hadapi. Saat ini eranya berbagi, berbagi banyak hal seperti tempat tinggal dari startup airbnb yang memberikan penyewaaan rumah yang harganya relatif murah, ada juga startup yang membantu untuk transportasi lebih efisien dengan nebeng.com yang mempertemukan para penumpang dengan pengendara lain yang searah. Itu merupakan beberapa contohnya. Tuntutan mahalnya gaya hidup masa kini, mau ga mau kita harus banyak melakukan efisiensi. (ringkasannya gitu)
Saya pribadi merasakan, bahwa konsep gotong royong dan juga era nya setiap manusia itu adalah pengusaha itu sudah muncul. Zaman dulu, orang - orang sebagian besar merupakan penjual bukan ? Ingat gak pelajaran kita dulu tentang sejarah lahirnya "uang" sebagai alat tukar manusia melakukan transaksi. Kita menggunakan barter kan ?
Ada banyak toko yang menyajikan berbagai kebutuhan kita. Begitu juga kita lihat di supermarket saat ini. Lihat tidak ada berapa merek shampoo yang kamu temui di supermarket ? Ada berapa macam jenis snack, dan juga jenis sabun baru tiap bulannya ?
Saya pun menyadari kebingungan saya setiap saya belanja bulanan, karena melihat ada saja produk baru yang muncul, dengan promo terbaru yang gak tahan buat dicoba.
 Kompetisi is real. Kompetisi berat itu, sudah terjadi readers. Saya sebagai anak 90an akhir yang di lempar ke pasar kenyataan hidup pada tahun 2000 merasakan getar getirnya kompetisi ini. Di tahun saya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) diberlakukan, menunggu waktu lagi entah apa hal baru yang terjadi di depan. Bagi yang tidak tahu kompetisi sengit ini, akan merasa dunia baik - baik aja. Padahal sebenarnya, ada duri - duri dalam selimut *aduh peribahasa saya*.
Jadi benar kenyataan, kenapa dedek bayi gak takut sama kobaran api ? Karena debay gak ngerti, kalau panas api bisa membakar dirinya. Seperti itulah keadaan kita sekarang, kalau kita gak jadi sosok mencari tahu, kita sudah merencanakan diri untuk terbakar di kemudian hari.
So, pertanyaannya ?
Haruskah kita membuat perubahan ?
Jawabnya harus. Jika tidak! Kita akan diseret oleh perubahan. Perubahan yang dibuat oleh orang lain, yang bisa jadi, gak pernah mikirin keinginan kita dan kepentingan kita. Perubahan yang kadang kala gak baik, yang kemudian mengerus impian dan cita - cita kita.
Bukan hanya itu, tugas manusia juga membuat sesuatu kan ? Bukannya firmanNya bilang, kita merupakan pemimpin dan khalifah di muka bumi. 
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”.” (QS Al Baqarah : 30)
Contoh perubahan apa yang gak baik yang mengerus kepentingan orang banyak dan diri kita ? Perubahan hutan kita menjadi lahan industri, yang berakibat asap racun yang tiap tahun di hirup oleh masyarakat pulau sumatera dan negara tetangga, termasuk provinsi saya, Riau.
Kita punya tugas besar, menjadi manusia mulia, memberikan meninggalkan jejak kebaikan. menjaga bumi yang dititipkan olehNya.

Jadi, misalnya sampai saat ini kita belum berbuat apa - apa. Mulai lah membuat perubahan untuk diri kita sendiri, hijrah dari hal yang tidak baik menjadi baik, berubah dari yang baik menjadi lebih baik. Sambil melakukan dan berbuat perubahan untuk orang sekitar kita, keluarga, tetangga, teman - teman hingga untuk nusa dan bangsa, serta agama.

------
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca


Keep Inspiring !


Dua hari saya mengikuti undangan Komunitas Sukses Mulia Pekanbaru untuk para leaders, Komunitas yang awalnya di gagas beberapa orang hebat salah satunya akang (biar keliatan muda) Jamil Azzaini seorang motivator, trainer, penulis yang luarbiasa. Saya pernah bertemu sekali ketika ia mengisi acara sebagai seorang mentor di Forum Indonesia Muda ke -17 ketika saya menjadi peserta.

Kegiatan dua hari yang bertajuk “Academy Community Leaders” mengundang banyak komunitas besar lain yang ada di Pekanbaru untuk membuat program JeniusLokal yang menjadi program andalan yang KSM usung agar nantinya di temukan sebuah program jenius lokal yang dapat membuat perubahan di daerahnya akan di mentoring, di coaching, dibina, dan diberikan kemudahaan untuk mendapatkan sumber daya membangunnya. Kita bisa kunjungi berbagai proyek yang sudah di terlaksana oleh jenius lokal. Kegiatan ACL kali ini diawali oleh pemantapan visi, mindset dan pola pikir untuk membangun sebuah komunitas.

Sebenarnya banyak pengetahuan yang saya dapatkan dari kegiatan ini. Apalagi dua pemateri yang dihadirkan adalah pemateri nasional, seorang CEO Multi Company, Trainer handal, dan cukup luarbiasa track recordnya. Hari pertama diisi oleh Bapak Syaiful Hamdi Naumin dulu merupakan Direktur Olympic Group, dan juga seorang mas-mas bernama Surya Kresnanda, ketua KSM Bandung dan juga seorang dosen, motivator yang senang sekali meledeki saya ketika acara itu (sudah saya maafkan kok mas -_-")

Kali ini saya ingin bersharing tentang sebuah komunitas yang berakselerasi. Walaupun tema kali ini tidak terdapat pada kegiatan tersebut. Saya mendapatkan sudut pandang baru mengenai komunitas. Jujur, saya sudah menyukai dunia organisasi sejak saya duduk di bangku sekolah dasar. Ada hal yang tidak kita sadari bahwa ketika kita masuk dalam sebuah lingkaran, kita dalam keadaan sedang belajar loh.

Menurut saya, "komunitas yang berakselerasi itu berbanding lurus dengan orang – orang yang di dalam yang berakselerasi".  Saya mendapatkan ide ini ketika salah satu peserta bertanya kepada saya tentang komunitas yang saya hadirkan, “kongkow nulis”. Walaupun sederhana ketika mempresentasikan semua ide dan tidak muluk – muluk. Ada yang berbeda dari kami, kami setidaknya telah memulai melakukannya dan mengusungnya berlahan – lahan.
Komunitas yang mandiri seharusnya menjadi konsep yang kita bangun sejak awal. Ketika komunitas itu bisa mandiri, mampu berdikari dalam tantangan dan hambatan apapun. Komunitas dapat mengatasi segala masalah. Segala pertanyaan “mengapa saya ada disini “ dan “hal ini yang saya lakukan” dapat terjawab.

Pola pikir inilah yang seharusnya di hadirkan di tiap – tiap anggota sebuah komunitas. Satu hal lagi, ada dua poin yang saya dapatkan dalam kegiatan ACL sebagai catatan penting seorang inisiator atau leader ketika membangun komunitas atau berada di organisasi.
Dua hal ini adalah :

Community Service dan Community Development.
 
Apa bedanya ?
Community service singkatnya adalah sesuatu yang diberikan kepada anggota, masyarakat, artinya sebagai seorang bagian dari komunitas kita melaksanakan fungsi kita sebagai seorang pelayan memberikan pelayanan, berpartisipasi
Sedangkan Community Development sebuah cara membangun komunitas dengan memberikan pengarahan, mentoring, memberikan kesempatan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan. Pra pembangun komunitas dalam hal ini berperan sebagai fasilitator untuk warganya menjalankan tujuannya.

Komunitas yang berakselerasi artinya yakni komunitas yang mampu melakukan berbagai percepatan dalam segala aspek untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Sama hal nya materi yang diberikan tentang be driver, not be a passenger. Kita harus menempatkan diri sebagai seorang driver yang dapat menghandle kemana arah dan tujuan. Kita membutuhkan orang – orang yang memiliki “pola pikir” demikian.

Saya jadi ingat juga ilmu yang sangat membekas dan berkesan ketika saya mengikuti Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) TDA Kampus se-Indonesia di Jogjakarta 2014 lalu. Kak Arry Rahmawan Founder Cerdas Mulia, Penulis Bestseller “Studentpreneur Guidebook”, dan juga,kala itu merupakan Presiden TDA Kampus mengatakan pada kami peserta rakernas,
“Pola pikir seorang pengurus dan anggota itu berbeda, (Volunteer / member dalam hal ini). Seorang pengurus organisasi berpikir, apa yang dapat ia lakukan untuk komunitas / gerakan/ organisasi yang kita jalankan. Sedangkan member / anggota berpikir ketika bergabung di komunitas, apa yang bisa saya dapatkan dalam komunitas tersebut,” 
Ini catatan penting bagi saya dan saya terapkan dalam kegiatan apapun. Pola pikir inilah yang mahal bagi sebuah komunitas yang membuat ia mampu melakukan percepatan lebih dari biasanya. Ketika seorang pengurus memiliki mindset, what I do for our community ? semuanya akan melakukan sesuatu demi komunitasnya, bukan tuding menuding ketika ada kesalahan, saling lempar tanggung jawab, atau bahkan cuek dan tidak peduli.

Hal ini juga mindset yang diubah dalam kegiatan ACL (Academy Community Leaders) oleh Komunitas Sukses Mulia agar kita menganti subjek dalam melakukan sesuatu,
 “Mari kita ganti kata “akuh / saya” menjadi kata “kita””
Bahwa apa yang kita lakukan bukan semata – mata karena keegoisan diri kita atau keinginan pribadi kita, melainkan keinginan kita semua bersama – sama.
Saya juga ingat kaitannya dengan sebuah ayat Quran yang berisi
 
(Hai orang-orang yang beriman! Jika kalian menolong Allah) yakni agama-Nya dan Rasul-Nya (niscaya Dia menolong kalian) atas musuh-musuh kalian” (QS Muhammad :7)

Saya percaya ketika kita mengurus oranglain dalam kebaikan, akan ada saja tangan – tangan Allah yang membantu urusan kita, apakah itu rejeki dimudahkan, ketenangan batin, silaturrahim yang erat, dan impian yang tak terduga hadir dan juga impian kita terwujudkan.

Seseorang yang berada dalam komunitas adalah resprentasi dari komunitas itu sendiri. Begitu pula, pekerjaan rumah dari komunitas adalah agar ia mampu membangun budaya improving / peningkatan kualitas yang ada di dalamnya. Komunitas yang mandiri, lahir dari pribadi pengurus yang mandiri juga, komunitas yang berakselerasi juga lahir dari pribadi yang tak pernah puas untuk memperbaiki dirinya dan melakukan peningkatan kualitas pribadinya.

-----------------

Let's make something for world ! make it happen!

Semoga menginspirasi :)




Judul ini aneh, banyak baca masa’ jadi banyak tidak tahu. Tapi istilah ini benar bagi saya. Semakin sering saya membaca sesuatu, semakin saya merasa tidak tahu apa – apa. Weeeh benarnyaa begini toh, kok saya ga tahu ! Inilah ekspresi saya apabila menemukan hal baru dalam membaca.

Di Kongkow Nulis komunitas saya bersama teman – teman, program barter buku agaknya efektif untuk memaksa kita untuk dapat bahan bacaan baru. Soalnya ada aturan wajib menukarkan buku dalam jarak waktu tertentu. 
Begitu juga saya yang memaksa diri membeli buku tiap bulan dengan menyisihkan beberapa ribu rupiah untuk membeli buku baru, atau borong belanja buku di bazaar. Tapi karena kesibukan yang kian padat, membeli buku secara online telah mengalihkan dunia saya atas kecanggihan teknologi saat ini.

Alhamdulillah, ada lebih kurang 300 – 500 buku yang sedang dalam proses data yang sudah saya miliki. Semoga semoga bisa membuat perpustakaan sendiri. Bagi saya, buku itu adalah investasi pikiran. Kita membeli buku sama halnya kita mengambil pengetahuan yang investasinya di masa yang akan datang. Walaupun saya tahu, teman – teman lain tidak semua yang memiliki hobi mengkoleksi buku, ada yang lebih suka meminjamnya ketimbang membeli. Tapi ga ada salahnya kita membeli untuk mengapresiasi orang yang telah memberikan ilmu kepada kita melalui tulisan – tulisannya dengan membeli bukunya. Yaaa gak ?

Kita juga bersedekah, membantu warisan budaya keilmuan ini tetap berjalan. Walau kadang – kadang protes, semakin terkenal penulis favorit kita, harga buku terbaru karyanya semakin muahaal hahaha.

Mengapa banyak membaca itu harus dan wajib ?

Pengetahuan itu ga ada habisnya. Seperti yang kita sebut sebelumnya, semakin kita banyak membaca kita semakin tahu bahwa “banyak hal yang tidak kita ketahui”.

Kamu akan jadi generasi  alias kalah karena tidak membaca. Why ? Tiap hari dan tiap detik terjadi banyak perubahan disekitar kita, akselerasi kian cepat, perubahan di segala aspek seperti berpacu pada waktu. Jika kita sedikit saja telah membaca situasi, kita akan kalah. Walaupun kita tidak merasakannya.
Saya mengutip kata ustad di Islam Itu Indah, Transtv topik pagi tadi, “Ada tiga hal manusia tidak boleh puas karenanya, ibadahnya, pengetahuannya, dan sedekahnya” Lebih kurang sih begitu. Pengetahuan adalah hal yang tak akan ada habisnya, so .. kita tidak boleh puas atas ilmu yang kita miliki.

Termasuk kata seorang dosen favorit saya di semester lalu, yang jleb banget yang barangkali bisa membuat renungan buat kita semua.
 “Teman – teman dan adik – adikku (kebetulan dosennya masih muda dan single #ehem), kita itu di dunia dikasih jatah sama Allah buat sekolah loh. Ada SD- SMA terus S1, S2, S3.. Allah bakal kecewa kalau kita menyia – nyiakan kesempatan untuk jatah belajar di dunia dan ga dihabiskan. Jadi pesan saya, selama kalian belajar dan sekolah. Jangan pernah menghilangkan niat kalian melanjutkan sekolah, selagi bisa untuk meneruskan sekolah dan habiskanlah jatah itu selama kita masih hidup”
Pesan ini membekas sekali bagi saya. Karena banyak juga dari orang sekeliling kita yang mempengaruhi kita untuk udah deh, sarjana strata satu aja udah cukup, pengalaman aja yang dibanyakin. Well, dari segala pandangan orang sekitar, saya justru menemukan gairah belajar yang non stop untuk menyelesaikan sekolah sampai saya sanggup dan setinggi – tingginya. (Aminn ..) Ga harus dipaksain banget, ikutin alur yang ada, jangan sampai juga sekolah mengalahkan proritas lain seperti bekeluarga (read : menikah #ehem), aktualisasi diri (read : bekerja dan mengekspresikan diri), dan lain – lain.

Notice: Pesan juga nanti kepada siapa suami saya nantinya #uhuk, izinin umi sekolah tinggi bareng – bareng kamu ya, menghabiskan jatah belajar yang dikasih Allah. (Don’t baper ya readers >.<)

Membaca membuat kita semakin tahu bahwa kita bukanlah siapa – siapa. Semakin bersyukur dan mengakui kebesaran Allah. Bagaimana bentuk kesyukuran kita ? Dengan cara kita membaginya kepada oranglain.

Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada hasad (iri) yang dibenarkan kecuali terhadap dua orang, yaitu terhadap orang yang Allah berikan harta, ia menghabiskannya dalam kebaikan dan terhadap orang yang Allah berikan ilmu, ia memutuskan dengan ilmu itu dan mengajarkannya kepada orang lain. (Shahih Muslim No.1352)
Iri seperti ini membuat kita termotivasi untuk memberi semakin banyak dan membaca semakin banyak.
Semakin jelas masa depan kita, *iyaa masa depan kita* ( ada yang baper bisik – bisik dibelakang)


-----
yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca

semoga menginspirasi :D


Tadi malam salah seorang adik favorit  saya meng- whatsapp saya untuk sharing menarik yang membuat saya merasa sepertinya perlu di tulis karena cukup inspiratif dan juga sebagai catatan pengingat bagi saya.
Hal ini berkaitan dengan hubungan harmonis dalam sebuah keluarga, dari yang muda dan yang tua hehe. Orangtua maksudnya. Tiap saya menghadiri seminar luarbiasa, para pembicara selalu menyelipkan doa dan juga hal – hal yang menbuat kita meneteskan air mata.  Mereka bercerita bagaimana keajaiban yang mereka dapatkan ketika doa orangtua mereka sangat ajaib untuk percepatan pencapaain yang mereka dapatkan.

Selayaknya seorang anak yang masih mengenal, egois, kekanak – kanakan. Kita sebagai yang muda nih apalagi remaja baru gede sering sekali menjadi sosok 'sok' super hero dalam lingkaran keluarga. Pengaruh media yang sangat intens yang menampilkan adegan kurang baik dan tontonan yang sangat negatif, membuat kita tanpa sadar tersugesti untuk tidak menghormati orangtua kita, bahkan berbuat kekerasan secara psikis.

Itu makanya kita sering sekali mempertahankan ego kita begitu kuat ketika berdebat dengan orangtua ataupun kakak kita sehingga terjadilah gempuran tangis, kekerasan, dan juga adegan ngambek dan cemberut-nitas. Bener gak ? Kekerasan psikis alias hati yang kita dapatkan ketika kita tak ada yang mau mengalah untuk meredam emosi, Alhasil lidah kita seperti duri – duri yang menusuk hati dan membekas karena kata – kata tajam yang terlontaar.

Mobilitas kehidupan anak muda sekarang yang tinggi membuat komunikasi kita sebagai seorang anak sangat minim sekali dengan orangtua. Orang tua kita yang bekerja misalnya, kita juga bersekolah atau kuliah. Ada yang kuliah diluar kota barangkali. Sampai kita berada dirumah, kita sibuk dengan gadget masing – masing. Baik itu orangtua ataupun anak. Belum lagi, untuk saling bertukar pesan di telepon atau sms sangat jarang dibanding komunikasi dengan teman sebaya dan sehati *ehem. Biasanya menghubungi orangtua ketika ada perlunya seperti ketikaa minta jajan, uang spp belum di transfer, dan hal – hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi ? Egois gak sih ?

Hal sederhana ini bumerang loh bagi kita, di generasi globalisasi seperti ini. Bumerang di masa yang akan datang yang tanpa sadar membuat kita menjadi pribadi “kurang berperasaan”. Ini pendapat saya, kalau gadget itu benda mati yang seolah – olah hidup, tapi disana kita sulit menemukan kebenaran. Kita dipalsukan dengan banyak hal pada benda itu.

Wah kamu sendiri mel ?

Saya mengalaminya kok, dan menyadarinya sedikit demi sedikit kesalahan – kesalahan saya selama ini. Saya berterimakasih diberikan kesempatan oleh Allah untuk menegur saya tanpa sadar dengan mempertemukan saya dengan orang – orang luarbiasa. Saya sering sekali terteguh ketika seminar membahas tentang rejeki, keberkahan hidup, rasa aman dan tenang. Akhirnya saya paham, ada hal yang salah dengan komunikasi saya dengan orangtua, saya paham dan menyadari emosional yang saya belum stabil. Begitu juga orangtua kita yang semakin lama semakin bertambah usia juga mengalami perubahan dan gejolak emosional yang berubah. Ingat kata Quran gak tentang rentang usia manusia dan karakternya ?

If you want other people care with you, you must be the first caring for him.
Jika ingin kita oranglain peduli dan menghargai diri kita, jadilah yang pertama berbuat demikian.
Hukum take and giving berlaku dalam kehidupan sosial. Kita suka berpikir egois untuk minta dilayani dan dihargai, tapi kita belum mampu berbuat demikian untuk orang lain. Bagaimana bisa ? Egoisnya diri kita?

Curhatan adik saya itu mengenai kesulitaannya mengkomunikasikan apa yang dia inginkan, terutama berkaitan dengan impian anak – anak muda yang aktif, jalan – jalan misalnya, berorganisasi, bahkan untuk berprestasi dibidang lain yang kita sukai yang notabene sedikit jauh melenceng dari pendidikan yang sedang di tempuh.

Why ?
Orangtua bersikeras untuk mempertahankan pendapatnya tentang masa depan anaknya, membatasi banyak langkah. Yaps! Kita tahu ini tidak boleh berlebihan. Sebagai orangtua masa depan. Orang tua harus open minded dengan perkembangan jaman. Jangan sampai senantiasa membandingkan antara masa dirinya dan anaknya ketika sedang berpetuah, terkecuali berkaitan dengan norma dan prinsip nilai – nilai agama dan kesopanan.

Misalnya studi kasusnya gini :
Orangtua : “ Zaman ibuk ga ada pake laptop sama handphone .. kamu ga usah pake !?”
Anak :  "Jaman ibuk sama adek kan beda bu, jangan disamain dung ?! (ikutan ngotot)
Orangtua : "Pokoknya ibu ga mauu, nanti kamu begini begini begini dll"
(ini ketika momennya orangtua sedang nonton berita kriminal tentang human trafficking lewat sosial media)
Kalau pada momen ini kita kalah berargumen dan berkomunikasi yaa gitu. Perlu kita evaluasi bagaimana cara penyampaian kita, argumentasi kita, dan cara kita bersikap. (edisi sok bijak)
Gimana yaa kita mengemukakan keinginan kita ? Di saat kita sendiri saja belum bisa mengakomodir keinginan mereka sebagai orangtua terhadap diri kita ?

Hidup harus adil kan ?

"Give respect to earn respect"

Yuk jawab bareng – bareng :
  • Pernah gak kita telponan romantis menanyakan kabar orangtua kita, (misalnya jauh dari luar kota) nanya apa kabarnya, udah makan belum, sedang ngapain dengerin segala keluh kesahnya dalam hidup yang seperti kita biasa melakukannya dengan teman sebaya kita ?
  • Pernah gak kita bikin sweet momen bareng orangtua sekedar dinner bareng, nonton bareng, jalan – jalan wisata dengan orangtua ?
  • Pernah gak ketika kita inget momen special, kasih hal spesial buat mereka?
  • Pernah gak kita menyampaikan kisah kita di sekolah, kampus , dengan tentang hal gembira lainnya seputar jalan impian yang kita pilih dan impian kita bersama – sama  dengan orangtua ?
Kebanyakan kita malu buat jalan bareng dengan orangtua kemana – mana. Ketimbang jalan – jalan dengan teman Padahal momen bahagia ini adalah momen paling tepat untuk cerita banyak hal termasuk keinginan dan impian. Kita juga sering salah menyampaikan opini kita kepada orangtua ketika sedang dalam ‘ panas ‘ mempertahankan sesuatu.

Coba pilih padanan kata yang baik, positif, dan sampaikan argumentasi yang benar itu secara perlahan dengan alasan yang bisa di terima akal pikiran. Satu hal lagi, berikan kepercayaan kepada mereka. Bila mereka (orangtua) takut, khawatir, over protective, sampaikan bagaimana kuatnya kita, bagaimana penanganan bila ada hal yang tidak baik terjadi, kemungkinan – kemungkinan yang mungkin muncul dipikiran orangtua kita dan sampaikan bila mereka tidak percaya apa yang akan terjadi.

Ternyata ilmu negosiasi itu tidak hanya dibutuhkan di dunia organisasi dan bisnis saja loh. Tapi ini skill general yang harus kita miliki dan diterapkan dimanapun.
Semoga kita menjadi insan yang mulia, menghormati orangtua, berbakti kepadanya dan bersama – sama menuju surgaNya. Aminn
.
Ketika Muda dan Tua Berbicara 
Seketika dunia berubah menjadi lebih indah 
(taglinenya so sweet yahh..)

--------

yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca


Saat Sosialisasi PHBS dan Cuci Tangan di SDN bersama Pihak Puskesmas 
 
Ini kali bulan kedua saya menyelami hal – hal medis secara intens yang dulu sempat teridamkan ketika saya duduk dibangku menengah atas. Walaupun background yang saya geluti hal berkaitan marketing dan komunikasi, saya banyak belajar beberapa bulan ini mengenai segala problema kesehatan di negara kita Indonesia. Secuil barangkali pengamatan dan penglihatan saya tentang hal ini, ketimbang teman – teman yang memang memiliki background keilmuan kesehatan yang lebih tahu apa yang terjadi.

Tahun lalu saya diberi kesempatan mengikuti pengabdian kukerta (kuliah kerja nyata) yang merupakan bagian dari kewajiban yang harus saya tempuh untuk menyelesaikan studi S1 dari kampus saya. Well, dalam draft kompetensi pengabdian ada salah satu poin pengabdian kami kepada masyarakat mengenai kesehatan. What!? Padahal tidak ada jurusan kesehatan dikampus setahu saya. Saya dan teman mengakali untuk berkunjung berbincang dengan kepala puskesmas setempat, dimana tempat kami melaksanakan KKN. Saya sangat respek dengan ibu tersebut yang sangat ramah, komunikatif dan juga memiliki wawasan yang luas. Terlihat dari bagaimana beliau respek dengan kami mahasiswa dan cara nya menjelaskan berbagai problema yang ia hadapi sebagai seorang kepala puskesmas disana.

Masih teringat di ingatan saya, ketika ia bercerita tentang pelatihan yang ia ikuti untuk bagaimana meng-edukasi masyarakat untuk berbudaya “BERSIH” alias membuang hajat pada tempatnya. Saya sempat terkaget ternyata masyarakat kita di Indonesia masih banyak yang tidak suka, tidak terbiasa membuang hajat di WC atau kloset. Mereka lebih suka ke sungai atau sembarangan membuang hajat ditempat yang mereka suka. Saya heran setengah mati mendengar fakta tersebut, ditengah tempat KKN saya sudah tergolong kota madya ternyata masih ada warganya yang belum sadar, di era millinieum ini yang ada televisi, internet, hape canggih, masih ada loh masyarakat kita yang masih melakukan hal yang bisa dikatakan “purba” itu.

Belum lagi, tempat saya melaksanakaan KKN sangat minim air bersih. Sudah tak terhitung kenangan saya yang numpang “mandi” karena rebutan air bersih dengan warga lain. Karena kami harus mengeluarkan uang ratusan ribu untuk bisa menggunakan air bersih hanya dalam waktu tiga hari. (true story)
 
Bahkan sampai warganya bilang, mereka tergolong orang banyak uang alias kaya karena untuk air saja mereka membelinya (sindiran banget). Nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan ? Inilah yang membuat saya rindu pulang ke rumah karena bisa mandi sepuasnya, bahkan satu bak penuh saking segarnya.
 
Balik lagi ke problema kesehatan yang terjadi di sudut pelosok negeri kita, saya melihat kurangnya negara kita respek terhadap tenaga kesehatan yang berada di puskesmas dan lain – lain. Saya mendengar sendiri keluhan mereka yang masih menggunakan uang pribadi untuk hal – hal yang berkaitan dengan masyarakat. Apakah itu pengabdian sosial, kegiatan – kegiatan sosialisasi hal kesehatan. Memang dibutuhkan orang – orang yang memiliki hati berlian untuk mengabdi setulus hati untuk negeri kita ini. Saya sangat salut dengan mereka yang terjun langsung mengabdi di masyarakat dengan keterbatasan yang mereka miliki.

Dua bulan ini saya melakukan internship (magang) di salah satu rumah sakit yang sederhananya berpikir karena jarak dekat dengan rumah saya, dan pertimbangan lain yang membuat saya lebih memilih yang dekat dari yang jauh (don’t baper yak bacanya hehe)
 
Ternyata jauh dari dugaan saya, saya menikmati dan mendapatkan banyak pengalaman yang luarbiasa melihat langsung bagaimana pengabdian itu. Ketika masyarakat mengeluh akan sakitnya, kekurangan yang ia miliki, kita berupaya keras untuk menjadi pendengar yang baik. Saya pun harus bisa multi skill dan sedikit banyak harus tahu hal berkaitan kesehatan, seperti pertolongan pertama, beberapa istilah medis, jenis penyakit, dan obat – obatan. Tak jarang masyarakat yang melihat saya menggunakan id card memberikan label bahwa kami adalah dokter atau tenaga medis, yang padahal jauh dari ekspetasi mereka kami bukanlah seperti yang mereka bayangkan (kru marketing)
 
Hal yang saya sukai ketika momen terjun bakti sosial, walaupun harus merelakan kelelahan super dan waktu libur yang berkurang karena tercatat lembur. Tapi ini momen luarbiasa melayani ratusan pasien untuk mendengar dan menyaksikan langsung apa yang terjadi di sebagian kecil masyarakat kita.

Dominasi penyakit apa yang sedang mewabah, tingkat fasilitas kesehatan yang disediakan petinggi desa / kota di daerahnya. Saya rasa memang pemerintah dan pejabat harus memiliki kualifikasi volunteerism untuk melihat langsung fakta lapangan apa yang terjadi. Hingga melihat sendiri apa yang negerinya rasakan. Baik itu di sektor pendidikan, kesehatan, lingkungan, yang merupakan hal vital dari kehidupan sebuah negeri.

Sebuah data menarik saya dapatkan dari Indonesia Institute mengenai problema kesehatan di negeri kita Yang pertama adalah masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Karena dari sekitar 9.599 puskesmas dan 2.184 rumah sakit yang ada di Indonesia, sebagian besarnya masih berpusat di kota-kota besar.
 
Persoalan kedua juga menyangkut masalah distribusi yang belum merata, khususnya tenaga kesehatan. Beberapa daerah masih banyak yang kekurangan tenaga kesehatan, terutama untuk dokter spesialis. 
Data terakhir Kementerian Kesehatan RI memang mencatat, sebanyak 52,8 persen dokter spesialis berada di Jakarta, sementara di NTT dan provinsi di bagian Timur Indonesia lainnya hanya sekitar 1-3 persen saja.
 
Ternyata masih banyak PR kita sebagai penerus negeri ini terutama teman – teman yang memang berkecimpung di bidang kesehatan untuk mengambil langkah dan kontribusinya untuk mengatasi problema bangsa kita.
Kalau bukan kita, siapa lagi ?

---------------------------------------

Sebuah perjuangan yang paling melelahkan tanpa kita sadari itu adalah proses loh. Banyak dari kita yang sering melupakan elemen satu ini dalam perjuangan. Jiaah, kayak cerita jaman pahlawan yaa readers. Proses itu ada dalam segala aspek kehidupan kita. Sederhana sih membahas hal ini karena kita semua pasti menjalaninya. Kalau ada yang tidak menjalaninya, barangkali dia pake sihir atau dukun, barangkali doi keturunan pure blood / half blood bukan muggle (red: harry potter story).

Di kampus jaman semester lalu, (kalau inget semester bawaannya baper). Saya dan teman – teman belajar matakuliah perencanaan komunikasi. Kita seringkali melihat papan pengumuman, iklan dan hal yang kita lihat hanya sekejap mata seperti iklan shampoo atau iklan mastin (ekstrak kulit manggis) itu muncul gitu aja. Padahal ada proses yang cukup panjang dan melelahkan untuk bikin beberapa detik yang menggemparkan itu. Ada namanya persiapaan, riset dulu, terus konsep setelah itu ada momen dimaki – maki boss ama klien kalau ada yang ga cocok sama prosedur (ngarang deh). Pokoknya ada prosesnya.

Nah kita nih, hidup juga butuh proses. Pada dasarnya hidup kita juga sebenarnya dalam berproses *edisi sok bijaksana*. Kita punya ending hidup yang namanya akhirat. Di sanalah kita kekal abadi *kata ustad gitu.

So, kita suka lupa momen yang seharusnya kita lewati dengan baik itu proses bukan pada hasil. Kita menikmati proses agar paham makna perjuangan, paham apa yang kita jalani sampai pada akhirnya kita sampai di tujuan kita paham esensi tujuan itu apa. Ibaratnya proses dan tujuan itu kayak pasangan kekasih. Seperti kata pepatah “ Hasil tidak pernah mengkhianati proses”. So sweet kan ?

Apalagi kalau kamu yang bilang ke saya (yang baca langsung keselek biji duren).

Tapi kita sendiri yang suka lupa sama proses yang kita jalani. Ujuk – ujuk sampai tujuan, naik tangga pemenang dan pegang piala juara. Kita lupa sama orang – orang yang bantu kita buat kita naik ke tangga sukses itu. Alias lupa daratan.
Abang sepupu kece saya pernah menasehati saya ketika sarapan indah saat momen liburan ke kampung halaman, di sumatera selatan kota Palembang dia bilang gini “ Mengingat proses itu penting, mengingat masa lalu itu perlu. Karena dengan ingatan itu kamu tidak akan sanggup sombong dan angkuh karena ingat dulunya kamu seperti apa sebelum menjadi yang sekarang,” Saya langsung diem, berhenti ngunyah nasi goreng enak buatan istri doi. Buka smartphone langsung update tumblr, bikin kata – kata puitis.

Seperti yang saya pernah tulisan di postingan sebelum – sebelumnya (baca berkali-kali). Saya bilang kalau sukses kita itu adalah himpunan energi dari orang – orang kepada kita. Kita itu lahir ga ada apa – apanya loh, dikasih modal sama Allah tubuh yang lengkap dan fresh kemudian tumbuh jadi gadis cantik atau lelaki tampan berkat tangan – tangan mulia, yakni orangtua kita. Apa yang kita dapatkan adalah titipan, sama halnya dengan apa yang kita miliki sekarang (termasuk sukses). Sebenarnya yang sukses itu juga orang – orang di sekeliling kita. So, kalau kita lupa sama hal itu kita sudah durhaka dengan keadaan (*tempel sticky note ke jidat ini catatan penting).

Menikmati proses itu lebih menyenangkan karena sukses itu hanya terjadi dalam satu kejap saja. Kayak kata salah satu bapak founder twitter Bill Stone. Keringat, perasaan, daya juang itu menjadi saksi himpunan – himpunan kekuatan yang kita kerahkan untuk hasil yang membuat kita bilang, huff akhirnyaa .. atau Yes, I can do it bahkan sebaliknya, you’re failed. (Baca juga : Gagal ! Try Again !)

Hmm, begitulah sedikit cuap – cuap ala – ala bijak saya hari ini.
Semoga bermanfaat dan menginspirasi 

------ 
Note :
#ProjectBaru
Saya sedang mencoba melakukan improvisasi gaya penulisan saya untuk beberapa tulisan kedepan dan juga dalam melatih kemampuan saya dalam menulis untuk proyek dua buku baru saya tahun ini. Dalam nuansa yang lebih rileks dan fun.
Apabila tulisan diatas tidak cocok dengan kepribadian saya bisa hubungi rumah bersalin terdekat #eh

Kreativitas saatnya ini menjadi sebuah soft skill yang dicari untuk bertahan menghadapi persaingan yang kian ketat. Saya teringat ketika menghadiri beberapa seminar seputar marketing dan diskusi komunikasi, pemateri sering menyampaikan elemen – elemen penting bertahannya sebuah perusahaan yang mana ia menjadi ujung tombak keberlangsungan akan “kesadaran” dunia baru kita yang sangat dinamis. Sampai pada akhirnya saya mengajukan kritik manis beberapa big company yang akhirnya runtuh, padahal memiliki kelengkapan di berbagai bidang. Apa alasannya ?
Yaps, elemen yang sering dilupakan. Inovasi ! Inovasi menjadi hal yang menjadi catatan siapapun. Baik itu diri sendiri ataupun sebuah organisasi besar dalam perusahaan atau lsm. Manusia itu dinamis, memiliki ketertarikan yang heterogen dan berubah – ubah. Kalau bilang kita sebut, seleranya beda – beda. Hoho.
Kecepatan informasi, dan juga hal – hal yang baru muncul tentunya mempengaruhi banyak hal. Apalagi di dunia bisnis. 

Bagaimana kreativitas muncul ?
Menurut saya, kreativitas itu muncul dari sebuah permasalahan. Loh ? Ketika kita dihadapi sebuah kasus, pemikiran, dan sebagainya. Secara tidak langsung, kita berpikir bagaimana jalannya hal tersebut terselesaikan. Nah, orang yang kreatif itu adalah orang – orang yang memiliki kepekaan yang tinggi atas sebuah permasalahan. Tidak hanya itu, misalnya saja orang lain tidak melihat sesuatu itu adalah sebuah masalah. Bagi orang kreatif sesuatu hal bisa ia anggap sebuah hal unik yang menjadi sumber inspirasi untuk membuat sesuatu. Make it something! Ia melihat sesuatu dari sudut yang berbeda dari kebanyakan orang.

Membangun kreativitas itu perlu proses dan latihan. Keinginan untuk menjadi beda. Beda yang seperti apa, beda berpikir, beda untuk membuat sesuatu. Ia terus berlatih untuk mendapatkan wawasan agar meramunya menjadi sebuah modal dalam mencapai inspirasi dalam bentuk kreativitas. Yaps! Yang dari awal saya sampaikan tadi, ia sangat peka akan kondisi ketimbang yang lain. Sehingga ia dapat berpikir visioner untuk melihat masa depan akan sesuatu hal.

Ingat tidak pamor smartphone blackberry yang menguncangkan dunia ? Saya ingat dulu, banyak orang berbondong – bondong membelinya dan kemudian merogoh kocek dalam untuk terlihat elit mengingat brand itu sedang naik daun dengan fitur canggih terbaru. But, sekarang kita bisa lihat dalam kurun waktu beberapa tahun, mereka mengambil langkah kreatif untuk fokus pada aplikasi blackberry messenger. Ketika orang – orang pada meninggalkan smartphone ini karena kehadiran smartphone berbasis android dengan touch screen yang lebih lengkap aplikasi, lebih murah, canggih, dan praktis.

Perusahaan sekelas apapun akan runtuh apabila tidak mampu untuk peka dan mengembangkan budaya kreatifitas serta inovasi dalam lingkungannya. Nah, apa lagi manusia ? Kenapa sih kita dituntut kreatif.

Ditengah tekanan yang kita hadapi saat ini, orang – orang kreatif akan melihat sesuatu itu berbeda. Persaingan dan globalisasi yang semakin mencekam, mengharuskan kita menjadi pribadi demikian. Kreatif bersikap, kreatif berpengetahuan, kreatif untuk melakukan sesuatu hal yang baik dan positif. Nah, apa yang terjadi jika kita tidak merubah diri ? Kita akan ketinggalan. Yaps!

Saya ingat, banyak Sunnah rasulullah yang menganjurkan kita pulang dari ibadah melewati jalan yang berbeda. Nah, bukan kah itu salah satu cara menemukan sudut pandang baru dan inspirasi.
Dari dulu, saya sangat tertarik dengan tema kreativitas. Sampai akhirnya pada tahun 2014 saya melahirkan buku berjudul “The Idea Factory” secara selfpublish saya terbitkan. Saya berpikir untuk merevisi buku ini kembali di tahun ini mengingat banyak hal yang kita lewati dan berbeda yang menambah inspirasi saya :) untuk buku ini mohon doanya.

Nah bagaimana cara simple membangun kreativitas ?

  1. Menjadi pribadi Open minded atau terbuka dengan pandangan baru tapi masih dalam rule yang baik dan benar
  2. Senantiasa beraktivitas yang unik dan berbeda ( misalnya pulang melalui jalan yang berbeda, kegiatan yang unik dan beragam di setiap hari atau minggunya)
  3. Menambah wawasan dengan aktif belajar baik itu dari berbagai media, baik buku, blog, seminar dan lain – lain.
  4. Suka dengan hal baru dan tantangan baru
  5. Baca buku “The Idea Factory” hehehe 


Masih banyak lagi yang dapat menjadikan kamu pribadi yang kreatif dan penuh inovasi. Gali terus potensimu dan temukan keunikan dalam diri kamu.

Happy reading!
Keep improving and Inspiring!

Newer Posts
Older Posts

HELLO, THERE!


Hello, There!


Hello, There!

Let's read my story and experience


Find More



LET’S BE FRIENDS

Sponsor

OUR CATEGORIES

Entrepreneurship Event Financial Talks Forest Talk Good For You Happiness Healthy Talks Ngobrolin Passion Parenting Pendidikan Review Self Improvement Self Reminder Tips Travel Wirausaha Young Mindset community development experience

OUR PAGEVIEW

recent posts

Blog Archive

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by beautytemplates